Ve kesal luar biasa. Moodnya bekerja rusak seketika. Ditambah lagi dengan Mas yang mulai mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dirinya. Seolah dia punya hubungan khusus dengan CEO baru mereka.
"Apa yang terjadi Ve?" Suara Fao terdengar diujung sana.
"Aku sedang kesal," Jawab Ve.
"Wah bagus kau bisa jengkel. Biasanya kau hanya bisa kesal pada Richard," ledek Fao.
"Diamlah!" Desis Ve.
"Siapa yang membuatmu kesal?"
"CEO di tempat kerjaku."
"Hanskah?" Batin Fao.
"Memang dia kenapa? Eh salah dia melakukan apa?"
"Kau tahu dia membuatku terlihat seperti punya hubungan dengannya," balas Ve dengan nafas menggebu-nggebu.
"La kalian ada hubungan tidak?" Fao bertanya santai.
"Kami hanya bertemu satu kali dan dia menganggapku temannya," jelas Ve.
"Modus itu Ve."
"Modus lagi. Berapa banyak jenis modus yang ada. Modus yang kemarin sudah aku tolak. Sekarang sudah ada modus baru lagi." Cerocos Ve, membuat Fao diujung sana langsung memijat pelipisnya.
"Lah ni anak tidak tahu artinya modus to. Polos sekali kamu, Ve," batin Fao tertawa.
"Oh ya siapa nama CEO-mu" Tanya Fao.
"Hans..aku memanggilnya Hans. Nama lengkapnya...aku lupa," Ve menyahut santai.
"Hans? Itu beneran Hans. Wah bahaya tidak ya menjadikan si tukang mukbang nikmat itu jadi bodyguardnya Ve. Nanti dia main sosor lagi," cemas Fao dalam hati.
Dan seperti biasa. Kebiasaan Ve yang menghubungi Fao di roof top itu jadi pemandangan tersendiri bagi Adrian.
"Tumben dia nggak teriak-teriak." Seloroh Iz yang datang sambil membawakan satu cup kopi.
"Obatnya genap kali." Jawab Adrian usil.
"Abang nak cakap dia gila apa?" Iz bertanya
tidak percaya.
(Abang mau bilang dia gila)
"Gila tidak Iz. Tapi tukang makan." Lagi Adrian asal jawab.
"Body slim macam tu makan banyak?" Iz
tak percaya.
(Badan langsing begitu, makan banyak)
"Kau akan percaya kalau lihat sendiri," Adrian berujar sambil menyesap kopinya.
"Oh ya aku tadi bertemu Mr Ang. Dia menyerahkan surat pemberitahuan kalau mereka harus menggunakan bahan yang berbeda dengan produk lama." Info Iz.
Mereka perlahan masuk ke ruang kerja Adrian. Melanjutkan pembahasan soal pembuatan produk baru itu. Karena Ve pun sudah beranjak turun. Masa istirahat sudah habis
***
Adrian kembali turun ke QA. Membahas soal riset produk baru mereka. Hampir petang ketika pembahasan itu selesai. Adrian menyetujui semua permintaan Mr Ang.
"Kenapa mereka menggunakan Raw Material ini jika ini kurang bagus," Adrian berkeliling di antara tumpukan kertas yang berbentuk gulungan besar. Yang disusun bertingkat dua.
Tanpa ia tahu. Dari arah lain. Ve dan Lyn sedang berjalan beriringan. Dari toilet perempuan memang harus melewati tumpukan raw material itu untuk kembali ke phase 2. Ve memutuskan untuk istirahat sejenak di rest room phase 2 karena di phase 1 tidak ada rest roomnya.
"Lyn...." Panggil seorang laki-laki.
"Aku kesana sebentar ya," pamit Lyn.
Ve mengangguk. Menunggu Lyn sambil mendengarkan musik yang diputar melalui headset bluetooth-nya. Hanya sebentar Lyn berbicara dengan laki-laki. Karena ketika Ve menoleh. Lyn sudah berjalan kembali ke arahnya.
Namun tiba-tiba mata Ve menangkap pergerakan yang tidak biasa dari tumpukan raw material di belakang Lyn. Tumpukannya tidak pas. Hingga tumpukan kertas itu oleng, akan jatuh menimpa Lyn yang tengah melintas di bawahnya.
"Kak Lyn...!" Teriak Ve.
Lyn terkejut melihat Ve yang berlari ke arahnya. Lebih terkejut lagi ketika Lyn menoleh.Dia melihat satu gulungan kertas itu akan jatuh menimpanya.
"Awaaaassss!!" Teriakan Ve menarik perhatian Adrian yang memang berada disekitar tempat itu. Dia dan Iz langsung berlari ke sumber suara.
Dan betapa terkejutnya mereka. Melihat Lyn yang tersungkur di lantai. Sementara Ve terlihat panik melihat ke arah gulungan kertas yang siap menimpa tubuhnya.
"Bang....Bang jangan itu berbahaya." Teriak Iz melihat Adrian berlari ke arah Ve, yang malah terdiam, melihat gulungan kertas akan jatuh menimpanya. Dalam sekejap, Adrian meraih tubuh Ve. Merengkuhnya dalam pelukannya. Membawanya menjauh dari gulungan kertas yang terjatuh, menimbulkan suara gedebum yang sangat keras.
Sesaat semua orang menarik nafasnya, tegang. Hingga debu yang beterbangan berangsur menghilang. Adrian panik sekali. Melihat gulungan kertas itu menggelinding menjauh.
Seketika dia teringat Ve yang meringkuk takut dalam pelukannya.
"Ve...kau tidak apa-apa?" Tanya Adrian panik. Menatap cemas ke arah Ve yang mendadak kosong pandangannya.
"Ve...Ve...." Kali ini Lyn yang memanggil.
Gadis hanya terdiam. Tidak menjawab.
"Ve...Ve...." Panggil Adrian sambil menyentuh lembut pipi gadis itu. Membuat Ve tersadar dari shock-nya.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Lyn.
Ve menggeleng pelan. Perlahan Adrian membawa Ve berdiri. Baru beberapa detik. Ve langsung memeluk erat tubuh Adrian. Kakinya terasa lemas tiba-tiba.
"Pusing?" Tanya Adrian.
"Lemas," bisik Ve lirih. Adrian dengan cepat mengeratkan pelukannya pada pinggang Ve, menahan tubuh gadis itu agar tidak tumbang.
Dalam sekejap, tempat itu sudah ramai dengan banyak orang yang ingin melihat kejadian yang sebenarnya.
"Aku ingin penyelidikan dilakukan secepatnya," perintah Adrian. Lantas perlahan membawa Ve berlalu dari sana.
"Kak Hans, kita mau kemana?" Tanya Ve lirih.
"Diamlah," desis Adrian.
"Tidak mau ke klinik. Bau obat," Pinta Ve. Adrian memutar matanya malas. Dia memang bermaksud membawa Ve ke klinik. Tapi karena gadis itu menolaknya. Dia pun urung melakukannya.
"Kak Hans? Jadi dia yang Ve panggil Kak Hans?" Batin Lyn yang sempat mendengar Ve memanggil Adrian dengan sebutan Kak Hans.
"Lyn, tidak apa-apa?" Tanya Ika yang tiba-tiba sudah berada di depan Lyn.
"Tidak. Cuma ini," menunjukkan lecet di telapak tangannya. Juga sikunya.
"Ve mana?" tanya Ira.
"Dia membawanya. Mungkin mau dibawa ke klinik. Tadi Ve terlihat shock sekali," Jelas Lyn menunjuk ke arah Adrian yang tengah memapah Ve dalam pelukannya. Diikuti Iz dibelakangnya.
Adrian menghela nafasnya dalam. Melihat Ve yang tidur meringkuk di sofanya. Karena Ve benar-benar menolak dibawa ke klinik. Pada akhirnya dia meminta Iz mendatangkan dokter keluarganya, Cik Muhammad Ibrahim.
Setelah diperiksa. Ve hanya mengalami shock. Gadis itu hanya dianjurkan untuk beristirahat. Pada akhirnya Ve tertidur di sofanya. Tak lama setelah dokter Ibrahim memberinya obat penenang.
"Lepas ni macam mana?" Tanya Iz.
(Setelah ini bagaimana?)
"Kita antar dia pulang," jawab Adrian.
Iz mengangguk. Hari memang sudah malam. Sebentar lagi, anak-anak itu akan segera membubarkan diri.
"Bagaimana keadaan teman satunya lagi?" Adrian bertanya.
"Luka kecil je. Lecet macam tu lah."
sahut Iz.
(Hanya luka kecil. Lecet saja)
Menatap pada Ve yang tertidur. "Kenapa?" Adrian heran, melihat Iz yang menatap Ve.
"Abang tak ada rasa ke dengan si tuan putri ni." Kepo Iz.
(Abang tidak ada rasa apa sama tuan putri ini?)
Adrian tidak menjawab. "Dia cantik. Princess lagi. Dia pasti cerdas juga."
"Iya Iz, itu benar semua tapi dia itu juga suka buat puyeng kepala," timpal Adrian.
"Dia itu paket komplit lo Bang. Iz tak perlu memberitahu size dia kan. Abang dah pasti tau. Dia tipe Abang lagi," kompor Iz lagi.
"Entahlah Iz," Adrian berucap ambigu.
Dia sendiri bingung dengan perasaannya. Ada sedikit rasa tertarik dalam dirinya pada Ve. Gadis yang ketika dia peluk tadi, aroma lavender lembutnya berhasil memancing hasratnya. Terlebih ketika baru kali ini dia bisa mengamati, kalau bibir Ve begitu menggoda untuk dia cium.
Jangan berniat yang tidak-tidak Adrian. Atau Mark benar-benar akan menggantungmu jika kamu benar-benar menyentuh adiknya. Hati Adrian memperingatkan otak mesum Adrian.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments