Di sisi lain, Lyn terlihat melamun. Menikmati laju bus yang akan membawanya ke rumah sang Paman. Pikirannya melayang pada percakapannya dengan sang ayah beberapa hari yang lalu.
"Dia ada di JB, Nak. Ada urusan dengan seorang kyai di sana. Jika sempat, akhir minggu ini berkunjunglah ke rumah Pak Cikmu. Dia bilang akan menemuimu di sana."
Sepenggal percakapan atau lebih layak disebut perintah oleh Lyn. Membuat gadis cantik berhijab itu hanya bisa menjawab "Insyaallah". Dan sepertinya jawabannya itu dikabulkan oleh sang pemilik semesta. Terbukti sekarang dia dalam perjalanan menuju rumah Pak Ciknya.
Azlyn Maiza Khairunnisa, nama gadis itu. Berhijab dengan wajah cantik nan lembut. Ditambah sorot mata teduh. Membuat semua orang akan merasa ayem dan tenang saat berada di dekatnya. Boleh dikatakan dia ada di negara ini, sebagai pekerja asing. Untuk mengulur waktu soal perjodohannya. Dengan anak seorang pemilik pondok pesantren di daerah tempat tinggalnya.
Kenapa Lyn menerima perjodohan itu? Ah bukan, keluarga Lyn yang menerima perjodohan itu. Lyn sejak awal menolak. Dengan alasan ingin mencari jodohnya sendiri. Tapi sang ayah tidak enak hati pada ayah dari pria yang dijodohkan dengan Lyn, menerima perjodohan itu dengan syarat jika sampai waktunya tiba Lyn belum juga menemukan pendamping hidupnya. Perjodohan itu akan tetap terjadi.
Oleh sebab itulah, Lyn mengajukan syarat. Meminta waktu untuk mencari jawaban. Juga menghindari dari perjodohan itu. Dan satu opsi yang Lyn ambil, cukup ekstrim, menjadi tenaga kerja asing dengan kontrak dua tahun. Dan ini adalah tahun kedua. Dalam beberapa waktu kedepan dia harus pulang ke tanah air. Mau tidak mau menerima takdirnya. Berjodoh dengan Muhammad Fadly, pria yang dijodohkan dengannya.
Gadis itu menghela nafasnya pelan. Turun di terminal Larkin lantas mengambil taksi untuk membawanya ke tempat sang Paman. Semakin dekat ke rumah Paman semakin kacau pikiran Lyn. Dia benar-benar tidak ingin menikah karena dijodohkan tapi karena jatuh cinta dengan calon suaminya kelak.
Setengah jam berlalu. Taksi Lyn mulai masuk ke sebuah felda (desa). Semakin berdebarlah jantung Lyn tidak karuan. Bukan karena jatuh cinta, tapi jantungnya berdebar karena akan bertemu dengan Fadly. Ingin menolak perjodohan, begitulah niat Lyn.
Taksi berhenti di sebuah rumah panggung. Seorang anak kecil langsung menyambutnya. Menghambur dulu ke dalam pelukan Lyn.
"Abah, Kak Lyn dah sampai," pekik gadis kecil itu, berlari menyongsong Lyn, yang langsung mengembangkan senyum begitu melihat gadis kecil itu.
"Kenapa masih di luar? Ini sudah gelap," sapa Lyn lembut.
"Saje, tunggu Kak Lyn datang. Kak Aini cakap, Kak Lyn nak datang dan tidur dengan kita malam ni," celoteh gadis kecil itu.
(Iseng, menunggu kak Lyn datang. Kak Aini mengatakan kalau kak Lyn akan datang dan tidur dengan kita malam ini)
"Ya kah Kak Aini cakap macam tu," tanya Lyn lagi.
(Apa benar kak Aini berkata seperti itu)
Berjalan masuk ke dalam rumah panggung itu. Setelah mengucap salam dan mendapat balasan. Lyn masuk ke bagian dalam dan disambut oleh senyum keibuan seorang perempuan paruh baya.
"Baru datang, Nak," perempuan itu bertanya, langsung disambut uluran tangan Lyn. Mencium sayang punggung tangan perempuan itu.
"Iya Bi, baru saja sampai," balas Lyn meletakkan dua kresek besar oleh-oleh yang dia beli di Larkin tadi.
"Abah mana Mak Cik?" Lyn bertanya.
"Dia tengah berbincang dengan Fadli di serambi belakang."
Deg, "Dia ada di sini?" batin Lyn.
Sungguh dia tidak berharap untuk bertemu Fadli secepat ini. Bolehkah dia berharap bahkan berdoa agar perjodohan ini batal. Melihat raut wajah keponakannya yang langsung berubah sendu. Mak cik Aisyah menepuk pelan bahu Lyn.
"Berdoalah agar kamu diberi petunjuk soal hal ini. DIA tahu mana yang paling baik untuk umatnya," saran Aisyah sambil mengusap pucuk kepala Lyn.
"Saya sudah melakukan semuanya Mak Cik. Puasa, sholat Istikharah. Sholat hajat. Semua. Tapi hati Lyn tak juga bisa menerima Mas Fadli. Malah Lyn merasa kalau jarak kami semakin jauh saja," curhat Lyn.
"Kalau begitu bicarakan baik-baik, sebab Fadli bicara tetap tidak akan melepaskanmu sampai melihatmu membawa calon suami ke hadapannya," jelas Aisyah.
"Bukankah itu namanya dia egois Mak Cik. Bagaimana dia bisa berkata seperti itu," Lyn berujar marah.
"Dia sangat mencintaimu, Lyn."
"Tapi Lyn tidak!" Tegas Lyn. Aisyah menarik nafasnya pelan.
"Tenang dulu. Nanti kita bicarakan semua baik-baik. Berilah salam dulu pada Abahmu. Dan Fadli. Bawa ini. Dia juga baru datang," pinta Aisyah sambil menyerahkan satu baki berisi minuman juga kue kering pendampingnya, melangkah malas menuju teras belakang.
"Senyum, sayang. Senyum itu adalah ibadah. Percayalah akan ada jalan keluar untuk semua masalah. Bahkan untuk yang paling sulit sekalipun," petuah Aisyah lagi.
Seulas senyum tipis mengembang di wajah cantik Lyn. Percayalah, tidak ada seorang pria yang bisa menampik pesona seorang Azlyn Maiza Khairunnisa.
Sebuah salam terucap lembut, membuat dua orang laki-laki beda generasi itu serentak menoleh bersamaan. Yang lebih muda langsung mengembangkan senyum terbaiknya. Menatap wanita yang sudah diklaim sebagai calon istrinya sejak dua tahun lalu.
Muhammad Fadli, pria blasteran Jawa Arab dengan wajah khas Timur Tengah. Berumur 26 tahun. Berwajah tampan. Dengan postur tubuh sempurna. Bermanik hazel dengan tatapan lembut kala memandang Lyn.
Namun semua pesona Fadli tidak mampu menggetarkan hati Lyn sama sekali. Sejak pertama hati Lyn sudah berkata tidak soal Fadli. Tidak tahu apa sebabnya. Padahal dirinya belum pernah dekat dengan pria manapun selama 24 tahun hidup di dunia ini.
Lyn meletakkan baki di atas meja. Setelah kedua laki-laki itu menjawab salamnya. Mencium punggung tangan Abahnya. Lantas mengatupkan dua tangannya di depan dada kepada Fadli. Yang tidak melepaskan pandangannya dari Lyn.
"Jaga pandanganmu, Nak," Abah Suwardi memperingatkan. Fadli langsung menundukkan wajahnya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Abah masuk dulu. Kalian bicaralah. Kita sholat Magrib berjamaah. Fadli, jaga pandanganmu," Lagi Abah mengingatkan.
"Siap Abah," Fadli menjawab patuh.
"Assalamu'alaikum, Ummi," sapa Fadli.
Fadli bahkan sudah memanggil Lyn dengan sebutan Ummi, sejak dia minta dijodohkan dengan gadis cantik itu.
"Wa'alaikum salam, Mas."
Deg,
Jantung Fadli seperti gendang yang dipukul bertalu-talu hanya mendengar panggilan "Mas" dari Lyn.
"Ya Allah, mudahkanlah jalanku untuk segera menghalalkan wanita yang sedang berada di depanku ini," doa Fadli.
"Ya Allah, berikanlah hamba petunjuk mengenai perjodohan ini," Lyn melangitkan hajatnya.
Dua doa dengan tujuan yang bertolak belakang terbersit di hati kedua insan beda gender itu.
"Ummi, apa kabar?" Tanya Fadli.
"Alhamdullilah sehat. Selalu dalam lindungan Rabb-nya," balas Lyn menundukkan kepalanya. Sama sekali tidak berani menatap Fadli. Berbeda dengan Fadli yang terus menatap wajah Lyn yang setia menunduk.
Fadli benar-benar jatuh hati pada Lyn. Sejak mereka kecil sudah selalu bersama. Hingga hati Fadli mulai terpaut pada Lyn. Puncaknya ketika Fadli meminta ayahnya untuk mengajukan perjodohan dengan Lyn.
Lyn sebenarnya langsung menolak. Namun ayahnya tidak, malah memberikan waktu kepada Lyn untuk berpikir. Dua tahun berlalu. Lyn pikir deadline-nya benar-benar sudah didepan mata.
"Apa yang harus aku lakukan untuk menghindari perjodohan ini. Haruskah aku lari ya Allah. Ke mana kalau begitu," batin Lyn sesak.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Memyr 67
azlyn orang indonesia?
2023-08-29
1