"Hati-hati waktu membaliknya," perkataan Mas membuyarkan lamunan Ve.
"Ah, ya," tanpa sadar Ve menjawab.
"Ada yang salah. Kamu menjawab ucapanku," tanya Mas menatap tajam pada partner kerjanya.
Mas mulai membaca sikap Ve. Gadis itu akan berkonsentrasi penuh saat bekerja. Bahkan instruksi yang dia berikan hanya diserap oleh pikiran Ve. Tanpa pernah membantah.
"Kamu melamun Ve," Mas memperingatkan.
"Nggak kok, Bang," balas Ve.
Gadis itu mulai membiasakan diri membaur dengan teman-teman satu tempat kerjanya.
"Fokus Ve. Nanti defectnya terlepas."
Ve hanya diam. Dia sedikit melamun memang. Teringat pertemuannya dengan Adrian. Yang pada akhirnya dia memanggil pria itu dengan nama tengahnya, Hans. Juga rasa perih di lututnya yang semakin menyiksa.
"Bisa kita berteman?" Adrian bertanya saat akan berpisah.
"Ya?" Ve memastikan pendengarannya.
"Bisa kita berteman, Ve?" ulang Adrian.
"Entahlah, Kak," Ve menjawab ambigu.
Adrian tersenyum.
"Bahkan untuk berteman saja Mark memasang standar yang sangat tinggi. Benar-benar overprotektif," gerutu Adrian.
"Ve, Mas, boleh tak kalian overtime (lembur) mulai malam ini," Shahrul, leader phase 2 bertanya.
Hari ini, karena banyaknya urgent shipment. Ve dan Mas ditarik untuk inspect di phase 2.
"Aku tak masalah, Rul. Entah dengan anak baru ini " Mas mengedikkan kepala ke arah Ve.
"Ve,..?" Shahrul melihat ke arah partner Mas itu.
"Okelah," Ve pada akhirnya menjawab. Meski tubuhnya lelah sekali. Juga lututnya yang terasa perih.
"Yakin?" Mas memastikan.
Ve mengangguk pelan. Entahlah soal nanti dan besok. Sementara di lantai atas, Adrian terus saja berkutat dengan pekerjaannya. Dia sudah mempelajari semua proses produksi yang ada di kilangnya. Dia juga sudah menemukan beberapa masalah dalam kilang milik kakeknya itu. Beserta jalan keluarnya.
"Beritahu pihak QA aku akan turun besok," perintah Adrian pada Iz.
"Baik, Bang," Iz mencatat instruksi sang atasan.
"Dia bagaimana?" Tanya Adrian meraih ponselnya. Bermaksud menghubungi seseorang.
"Dia overtime malam ni. Kenapa Abang tak telepon dia atau bagi message (kirim pesan) kat dia. Kalian kan berkawan," heran Iz.
"Aku belum meminta nomor ponselnya."
Iz baru akan bertanya lagi. Ketika Adrian mulai sibuk dengan ponselnya.
"Halo Kai, ada dimana?" tanya Adrian tanpa basa basi.
"Di Shanghai."
"Bagus. Aku ingin mengirimkan proposal kerjasama denganmu."
"Wah, sekarang kau alih profesi baru rupanya. Bagaimana bisa kau terdampar di sana?"
"Itu kecelakaan. Back to bisnis. Aku tidak punya waktu banyak. Aku dengar kau membangun pabrik IT-mu di Guangzhou."
"Yes, brother."
"Sudah menemukan supplier untuk komponennya?"
"Not yet. Belum ada yang bisa memenuhi standarku."
"Berikan apa yang kau mau. Aku akan mewujudkannya dalam dua minggu."
"Are you sure, Mr Lee?"
"Hundred percent sure, Mr Liu. Kirimkan padaku standar productmu. Akan kubuatkan untukmu."
"Oke. Akan kukirimkan via email. Waktumu dua minggu." Jawab Kai sambil tersenyum.
Panggilan ditutup.
"Kaizo Aditya or Eric Liu?" Tanya Iz.
"Yes. Kalau kita bisa masuk ke Guangzhou, kita bisa untung besar."
"Tapi standar tuan Liu sangat tinggi."
"Sama tingginya dengan standarku." Sahut Adrian cepat.
"Iya juga. Abang kan orang paling narsis sejagad raya. Pasti standar Abang tinggi sangat."
"Muhammad Faiz bin Muhammad Noor."
"Ya, saya," jawab Iz kalem.
Jawaban kalem Iz, membuat Adrian mendengus kesal. Baru kali ini dia dapat asisten model Iz. Sebab dua asistenya, Jeff dan Woo Bin sangatlah patuh. Tapi Iz, diawal saja dia nampak tertib. Semakin ke sini, semakin terlihat konyolnya. Tapi Adrian suka. Iz-lah yang mampu mengusir kebosanannya, yang biasanya akan membuat Adrian langsung pergi ke klub. Dan berakhir "mukbang nikmat" dengan para wanita disana. Saling memuaskan tanpa penyatuan.
"Bang, dia balik," info Iz.
"Ada yang jemputkan?" tanya Adrian santai.
"Tidak. Ini baru pukul tujuh. Bus ambil 20.30"
"Lalu?"
"Biasa, dia orang telepon taksi suruh ambil ke sini."
Adrian ber-oo ria. Namun sejurus kemudian, Adrian berdiri.
"Iz, kunci!" Pinta Adrian.
"Ha?"
"Haissh, cepatlah!"
Iz cepat mengambil kunci dari atas mejanya.
"Kamu balik terserah," kata Adrian berlari keluar ruangannya.
Iz menarik nafasnya panjang. Nasib-nasib jadi asisten. Apalagi dengan atasan model Adrian. Benar-benar bikin darah tinggi. Sejenak Iz mengusap dadanya sendiri. Menurunkan tingkat emosinya. Sabar je lah Iz, ucap Iz pada dirinya sendiri.
Ve nampak berjalan tertatih, merasakan perih di lututnya. Dia tersenyum. Mengingat ekspresi Mas. Saat dia pamit pulang.
"Bang, Ve balik dulu."
"Lah kata nak OT (overtime)," Mas berucap heran.
"Dah OT-lah ni. Lagipula siapa cakap nak OT sampai 20.30. Bye semua," pamit Ve santai.
(Sudah lemburlah ini. Lagian siapa yang bilang mau lembur sampai 20.30. Bye semua)
"Sial!" Umpat Mas mati kutu dengan sikap Ve.
Semua orang tertawa melihat Mas dikerjai partner sendiri. Anak baru lagi.
"Woi, kena batunya!" Ledek Zai.
"Kapok!" Ucap Bina. Mas hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sementara Lyn tersenyum melihat tingkah Ve.
"Lyn, bagi nomor telepon dia," pinta Mas.
"Aku tak ada," Lyn menjawab cepat.
"Aiihh, kalian kan member satu bilik. Takkan tak da nomor dia," sahut Bacha heran.
(Kalian kan teman satu kamar. Masak tidak tahu nomor teleponnya)
"Aku tak pernah nampak dia main ponsel," tambah Lyn.
"Ha?"
Semua orang melongo mendengar jawaban Lyn.
"Hari gini. Masih ada yang nggak punya hape?" Seloroh Enny. Lyn mengedikkan bahunya tidak tahu.
Sejenak Mas memeriksa report dan progress yang Ve buat.
"Macam mana?"
Tanpa menjawab, Mas hanya menunjukkan dua lembar kertas pada Bacha yang bertanya.
"Partner kau jenius kali ini, Mas. Kau kena batunya. Biasanya kau yang mengerjai partnermu. Sekarang kau yang dikerjai oleh partnermu. Aku nak cakap dengan Akeezan. Supaya dia tak tukar partnermu lagi. Hajar sikit," oceh Bacha.
"Cakap je lah. Ingatkan aku takut berpartner ngan dia," Balas Mas.
(Ngomonglah. Kau pikir aku takut berpartner dengannya)
"Iyalah. Aku tahu kau suka berpartner ngan dia. Cantik, seksi. Beeuuhhh, Mas tak pernah mengantuk sekarang," ledek Zai.
"Sialan!" Maki Mas, disambut ledakan tawa di phase 2.
"Tapi apa kau tahu gosip yang beredar. Anak Impreg yang kena tolak oleh Ve," Mizan mulai bergosip.
(Apa kau tidak dengar gosip. Anak impreg yang ditolak Ve)
"Aku dengar. Anak Impreg cakap denganku semalam."
(Aku tahu. Anak impreg memberitahuku kemarin)
"Siapa nama anak itu. Juna? Aku pikir, dia taklah buruk sangat. Boleh tahanlah. Tapi Ve tetap tak nak dengan dia," Zai menambahi.
(Siapa namanya? Juna? Aku pikir dia tidak jelek. Lumayan. Tapi Ve tetap tidak mau)
"Maknanya dia ada standart. Tak jalan dengan laki-laki sembarangan," jawab Mas.
(Artinya dia punya prinsip. Tidak keluar dengan pria sembarangan)
"Haiih, coba aku tanya kau. Kalau saja, kau tidak jalan dengan Siti pasti kau nak kan dengan Ve?" Tanya Mizan.
"Alah kaupun sama. Kalau kau tak jalan ngan dia. Kaupun nakkan dia juga."
Seloroh Bacha.
(Kau juga sama. Kalau kau tidak jalan dengan "dia". Kau juga menginginkannya)
"Ve seksi, Cha, " ucap Mizan mesum.
Mizan yang memang tinggi tingkat kemesumannya itu langsung berfantasi liar. Dia sudah biasa melakukan hubungan badan dengan kekasihnya. Makanya isi kepalanya hanya aset perempuan yang bohay.
"Kau ni tak jauh-jauh dengan dada dan bontot (bo..kong) perempuan," maki Zai.
(Kau ini, tidak jauh-jauh dengan dada dan bo**kong wanita)
"Sedap wak...," jawab Mizan enteng.
Dan para pria itu terus saja bergosip. Sampai waktu rehat (istirahat) selesai.
Sementara itu, Ve baru saja sampai guard. Ketika satu klakson terdengar di belakangnya. Dilihatnya Adrian yang duduk di belakang kemudi.
"Naiklah," perintah pria yang tinggal memakai kemeja putihnya. Eh, sejak siang tadi. Adrian memang hanya memakai kemeja putihnya.
Kredit Instagram @ jk3t5
"Aku sudah pesan taksi," Ve menunjukkan ponselnya. Baru kali ini Ve memperrlihatkan ponselnya pada orang lain.
"Batalkan saja. Kakimu akan semakin perih. Jika masih kau tambah masa berdirinya," Bujuk Adrian.
"Busyet deh. Kenapa juga mulutku jadi lemes begini sama Ve," batin Adrian.
Iyalah, biasanya mana mau Adrian membujuk perempuan. Biasanya para perempuan itu yang membujuknya.
"Cepat Ve. Busnya keburu datang," bohong Adrian. Padahal bus datangnya masih satu jam lagi.
Seolah tidak punya pilihan. Juga dorongan yang entah berasal dari mana datangnya. Ve perlahan mendekat ke mobil Adrian. Membuka pintunya. Lantas masuk ke dalamnya. Sedikit meringis ketika dia perlahan duduk di kursi penumpang di samping Adrian.
"Sakit?" Tanya Adrian.
"Perih," Ve meringis.
"Kita ke klinik" Putus Adrian.
"Eh....tapi,"
"No tapi-tapi. No protes!"
Ve melongo. Kenapa tidak disana, tidak disini. Dia dikelilingi oleh pria tipe pemaksa. Tidak kakaknya, Fao, Albert, Sebastian bahkan Richard sang bodyguard.
"Ini anugerah atau bencana?" Batin Ve menatap tidak percaya pada Adrian.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Asngadah Baruharjo
keren thoorrr kerennnnnnnn 👍👍👍
2024-01-24
0
Empires
ini novel malay ka?
jadi eror dikit saya bacanya (kurang paham)
2022-06-20
1