Pukul delapan malam, Ve tiba dirumahnya. Setelah puas berkeliling. Untuk hari itu, lain kali dia berniat akan berkeliling naik bus. Hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Sepertinya sangat menyenangkan, pikir Ve.
Ketika dia turun dari taksi, dia melihat sebuah mobil yang terparkir di depan rumahnya. Tidak berpikir aneh. Gadis itu langsung membuka gerbang dengan kunci yang Lyn pinjamkan. Esok hari baru dia akan menduplikatnya.
Bermaksud ingin langsung ke rumah. Ve tercekat ketika melihat pantulan spion mobil, yang menunjukkan dua orang penumpangnya yang sedang berciuman panas di dalam mobil. Seketika otak Ve langsung blank. Tidak tahu harus berbuat apa. Hingga tiba-tiba dia tersadar. Berlari masuk ke rumah, dengan tubuh bergidik ngeri.
Gadis itu langsung masuk ke kamarnya. Bersandar di balik pintu dengan dada naik turun. Lah, orang lain yang berciuman kenapa dia yang jadi panas dingin. Membayangkan bibirnya sendiri dicium oleh pacarnya.
Ha? Pacar, pacar saja tidak punya bagaimana bisa merasakan ciuman. Ve menghentak-hentakkan kakinya kesal. Moodnya berubah seketika.
"Menyebalkan!" Gerutu Ve lantas melucuti uniformnya. Meninggalkan pakaian dalam berwarna merah yang membalut tubuh seksinya. Berlalu masuk ke kamar mandi. Mandi dan juga mencuci.
Ve menertawakan dirinya sendiri. Ketika harus menonton tutorial mencuci dan menyeterika baju. Lagi-lagi dia menatap horor pada kukunya. Dia sudah membeli sabun cuci paling lembut untuk kulitnya yang sensitif. Berharap tidak akan ada ruam yang timbul.
Di tepi jalan. Adrian langsung meminta Iz untuk membawa mereka pulang. Setelah melihat Ve masuk ke rumahnya. Lelah bukan main. Bekerja juga menjadi pengawal pribadi.
"Iz, bisa carikan apartemen yang dekat-dekat sini saja. Kelamaan kalau sampai JB. Keburu teler aku," keluh Adrian.
"Lah....lah...kan benar," batin Iz.
Baru juga memuji si abang tidak membuat pening kepala. Ini dia kembali berulah. Suka hati betullah dia.
"Yang paling dekat ada di Tebrau. Tu...," Iz menunjuk sebuah bangunan bertingkat yang lumayanlah kata Adrian.
"Bolehlah," jawab Adrian.
"Jangan nak protes lagi tahu. Yang tu tak mewah macam yang kat JB," Iz memperingatkan.
(Jangan protes lagi tapi. Yang itu tidak semewah yang di JB)
"Yang penting ada bath up ya Iz, sama shower," tegas Adrian.
"Yang tu tak tahu lagi. Kena tanya dulu," Adrian mendengus kesal mendengar balasan sang asisten.
"Kalau tidak ada, buat menjadi ada," kekeuh Adrian. Masa bodoh bagaimana Iz melakukannya.
"Tapi Bang...ya...ya...."
"Mati aku. Kambuh lagi suka-sukanya dia," Iz setengah menangis dalam hati.
"Dan lagi...."
"Nak apa lagi?" tanya Iz dengan wajah memelas.
"Aku mau mobil satu lagi yang BRV, CRV atau Terrios atau ...terserahlah. Yang penting MPV."
Iz kembali melongo. Yang ini saja dia kemarin susah sekali mengurusnya. Dan sekarang bos tengilnya dengan gampang minta mobil lagi padanya.
"Lah yang ini kenapa, Bang?" Tanya Iz heran.
"Kamu tidak lihat. Kakinya tertekuk banyak," keluh Adrian menunjuk kakinya sendiri.
"Uuppss sorry Bang. Saya lupa tinggi Abang macam pokok kelapa kat tepi pantai," balas Iz menyadari kesalahannya.
(Maaf Bang. Saya lupa tinggi Abang seperti pohon kelapa di tepi pantai)
Adrian kembali mendengus kesal.
"Nggak sekalian bilang seperti tiang listrik," sambar Adrian sebal. Iz tersenyum kikuk menatap sang atasan.
"Pokoknya tidak mau tahu. Cari apartement yang dekat dengan kilang. Juga beli mobil lagi," perintah Adrian mutlak tidak ingin dibantah.
"Saya coba," jawab Iz lesu.
"Boleh tak, saya balik kampung je. Ikut Atuk jadi petani kat sana," batin Iz nelangsa punya bos sakarepe dhewe.
(Boleh tidak aku pulang kampung saja. Ikut Kakek jadi petani di sana)
***
Disisi lain, Mark baru saja selesai mengadakan presscon. Memberitahukan kalau sang adik, Putri Veronika sedang melakukan perjalanan liburan untuk mengatasi depresinya.
Keterangan Mark itu sontak membuat spekulasi berkembang cepat di kalangan rakyatnya. Ada yang pro dan ada yang kontra. Meski Mark tidak terlalu peduli dengan tanggapan rakyatnya. Itu biasa terjadi kala istana mengeluarkan statement tentang apapun.
"Selidiki apa yang dia akan lakukan setelah aku mengeluarkan pernyataan ini," titah Mark.
Albert dan Sebastian menjawab cepat. Mengikuti langkah Mark menuju ruang kerjanya.
"Your Highness, ada Nona Hilda di ruang tunggu," info Albert, hal itu membuat Mark langsung merapikan kembali penampilannya. Dia berencana membuang dasinya juga jasnya. Namun mendengar ada orang lain di kediamannya. Membuat Mark urung melakukannya.
"Saya rasa ini langkah yang diambil oleh Tuan Eduardo," bisik Sebastian.
Mark dan Albert langsung paham dengan maksud Sebastian.
"Aku akan mencoba mengulur waktu. Semoga aku menemukannya sebelum usiaku genap 28 tahun enam bulan lagi," kata Mark.
"Semoga berhasil, Prince." Mark mendengus kesal dengan ledekan dua sahabatnya, lantas melangkah masuk dengan langkah malas menuju ruang tunggu alias ruang tamu.
Di sisi lain, di vila atau lebih tepat disebut kastil di wilayah barat. Di ruang kerja seorang pria paruh baya. Nampak pria itu tengah mendongakkan kepalanya. Menikmati setiap hentakan yang dibuat oleh sekretaris pribadinya.
"Faster, darling," perintahnya.
Wanita itu menurut. Semakin cepat bergerak. Hingga pelepasan mereka tiba dengan cepat.
"Ooh, Eduardo kau yang terbaik," bisik perempuan itu sensual. Masih setia duduk dipangkuan pria paruh baya yang dia panggil Eduardo.
"Kau nakal sekali," Eduardo menjawab sambil mencium mesra bibir sang sekretaris.
Eduardo sama sekali tidak berniat untuk bercinta sepagi itu. Tapi sekretaris pribadinya datang mengantarkan dokumen dengan pakaian super seksi. Membuat Eduardo tidak tahan untuk tidak menerkam sekretarisnya.
"Turunlah. Datanglah ke tempat biasa malam ini," pinta Eduardo.
"Belum puas," rengek si wanita.
"Malam ini, kupastikan kau akan menjerit puas. Turunlah. Miguel sudah menungguku," bujuk Eduardo.
Wanita itu akhirnya turun. Merapikan pakaiannya, juga pakaian Eduardo. Meski Eduardo harus mendesah tertahan, saat wanita itu dengan sengaja menyentuh miliknya sebelum menutup kembali celana panjangnya.
"Ada yang penting? Apa Hilda sudah bertemu dengannya?" Tanya Eduardo.
"Hilda mungkin akan kesusahan untuk mendapatkan keponakanmu. Dan kau tahu Mark akan melakukan seribu cara untuk menolak perjodohan ini," jelas Miguel.
"Apa dia punya kesempatan?" Eduardo melihat ke arah sang putra.
"Jika dia menemukan pendamping sebelum usianya yang ke 28 enam bulan lagi. Semua usahamu akan sia-sia," balas Miguel.
"Kalau begitu singkirkan semua wanita yang ada di sekitarnya," titah Eduardo geram.
"Tenanglah, Ayah. Aku rasa sekarang kita punya satu kesempatan untuk merebut semua dari mereka," Miguel berucap percaya diri.
"Apa itu?" Tanya Eduardo.
"Veronika menghilang," sambar Miguel.
Sang ayah langsung menyeringai penuh makna.
"Cari dimanapun dia berada. Kita harus menemukannya sebelum kakaknya," perintah Eduardo.
"Bolehkah aku tetap memilikinya jika Ayah menjadi raja suatu hari nanti," Miguel bertanya memastikan.
"Apa kau gila? Jika aku jadi raja kau akan jadi pangeran. Saat itu akan ada banyak wanita yang mau mengantri untuk sekedar tidur denganmu. Dan kau masih menginginkan Veronika di ranjangmu?" Eduardo menatap Miguel tidak percaya.
"Aku terobsesi padanya. Dia harus jadi milikku. Tidak peduli bagaimanapun caranya. Aku ingin tubuhnya, Ayah," tegas Miguel.
"Terserahlah. Kau akan rugi jika hanya menginginkan Veronika saja. Sedang masih banyak wanita lain yang bisa kau dapatkan," kesal Eduardo.
Dia tidak habis pikir. Bahkan Veronika sudah menolaknya mentah-mentah di perjodohan mereka sebelumnya. Yang dia atur agar Miguel bisa masuk istana.
"Kalau begitu kau sendiri yang turun tangan mencari Veronika. Aku akan memantau Hilda dari sini," Eduardo bertutur setelah beberapa waktu terdiam.
"Akan kubawa dia langsung ke ranjangku, begitu aku bisa menemukannya," Miguel berkata dengan seringai mengerikan diwajah tampannya.
Tampan...tapi sayang, Ve sama sekali tidak tertarik pada Miguel, menolak perjodohan mereka, membuat pria itu sakit hati. Sakit hati Miguel berubah jadi obsesi yang menakutkan untuk memiliki Ve.
Setiap malam dia akan bercinta dengan wanita yang berbeda-beda, saat itu hanya nama Ve yang keluar dari bibir Miguel saat pria itu mencapai kepuasaannya.
"Terserah. Yang penting semua rencanaku berjalan lancar," Eduardo memberi peringatan.
"Tenang saja Ayah. Tidak akan ada masalah dengan The Plan-mu," jawab Miguel, lantas berlalu dari hadapan sang ayah.
Meninggalkan Eduardo dengan senyum smirk terukir diwajahnya. "Akan kudapatkan apa yang seharusnya jadi milikku," ucap Eduardo dengan percaya diri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Memyr 67
gimana reaksinya eduardo, kalau ternyata mark sudah tau posisi adeknya, bahkan minta "seseorang khusus" mengawal adeknya
2023-08-07
1