Bersamaan dengan Adrian yang juga keluar dari bandara itu. Seorang gadis berparas Asia juga keluar dari sana. Sejenak menunggu. Hingga dilihatnya dua orang dengan seragam (uniform) dari pabrik tempatnya bekerja.
Gadis itu perlahan mendekat.
"Maaf mengganggu. Anda dari kilang (pabrik) XXX." Tanya gadis itu. Berusaha ramah. Padahal nada yang keluar tetaplah dingin dan datar.
Sejenak kedua orang itu saling pandang. Lalu mengangguk.
"Dengan Veronika." Seorang dari keduanya bertanya.
"Betul." Ve menjawab singkat. Keluar sudah sifat aslinya.
"Jadi Miss...."
"Ve panggil saja Ve," pinta gadis yang bernama Ve itu dingin.
Lagi, dua orang itu saling berpandangan.
"Jadi boleh (bisa) kita pulang sekarang, Ve" Tanya seorang dari mereka yang wanita.
Ve mengangguk. Mengekor dua penjemputnya itu. Menuju ke parkiran. Lantas masuk ke sebuah mobil. Tak berapa lama. Mobil itu melaju meninggalkan bandara itu.
"Makan dulu, boleh (bisa)?" kembali wanita itu bertanya.
Ve mengangguk pelan. Dia mencoba menikmati suasana di sepanjang perjalanan mereka. Ve seolah liburan ke daerah pedesaan. Tak berapa lama, mobil itu masuk ke sebuah restoran.
"Boleh makan masakan sini?"
Ve lagi-lagi mengangguk. Makanan Malaysia, Ve beberapa kali pernah mencobanya. Cukup bisa diterima di lidahnya. Tak lama, makanan datang. Ketiganya mulai menikmati makanan masing-masing. Meski Ve, pada awalnya terlihat ragu. Ya, standar urusan makannya cukup tinggi. Namun kali ini dia harus mencoba bertoleransi, mengingat dia bukan di istana.
Hari menjelang malam. Ketika mobil mereka masuk ke sebuah rumah. Yang Ve duga akan jadi tempat tinggalnya selama dia melarikan diri dari kakaknya.
"Ini tempat tinggal awak (kamu)," info wanita itu ramah.
Membawa Ve masuk ke rumah itu. Lumayanlah. Begitu kesan pertama yang Ve dapat. Meski rumah itu mungkin hanya sebesar kamarnya di rumahnya.
"Lebih kurang ada 8 orang yang tinggal di sini. Semua masih belum pulang. Mereka ada overtime (lembur)," tambah wanita itu lagi.
Berjalan menaiki tangga. Menuju lantai dua. Berhenti di sebuah kamar.
"Ini kamar awak (kamu). Awak ada satu member (teman). Nama dia Azlyn."
Ve hanya diam mendengarkan penjelasan wanita tadi.
"Ini kuncinya. Awak akan mula bekerja esok. Bas (bus) pekerja akan ambil awak sekitar pukul 7.30. Nanti kalau ada yang kurang jelas. Bisa awak tanya pada member awak. Oke. Selamat berehat (istirahat). Jumpa lagi esok kat kilang (pabrik)," pamit wanita itu.
Ve ikut mengantar wanita itu ke bawah. Tak lama dua orang itu pun pergi dari hadapan Ve. Membuat Ve menarik nafasnya lega.Dia tidak bisa berpura-pura ramah pada orang lain terlalu lama.
Perlahan Ve menyeret koper kecilnya. Koper yang hanya berisi beberapa pakaian "rumahan". Itupun Fao, sang sahabat yang menyiapkan. Yang jelas isi dalam koper itu adalah pakaian dalamnya. Kulitnya begitu sensitif, hingga tidak membolehkan dia menggunakan sembarang kain. Hanya kain dari brand VS yang bisa Ve gunakan. Lain tidak.
Ceklek, Ve membuka pintu kamarnya. Dan dia langsung melongo. Kamarnya memang kamar utama. Tapi didalamnya hanya ada dua kasur single yang entahlah. Ve harus berkata apa soal tempat tidurnya. Lalu mencoba membuka pintu yang ia duga kamar mandi. Dan benar itu kamar mandi. Lagi-lagi dia melongo.
Ada bathup. Tapi jangan harap sama dengan bathup miliknya. No shower. Bisa dipastikan tidak ada air panas di sana. Seketika kepala Ve serasa mau meledak.
"Oh my God," guman Ve pelan.
Gadis itu lantas dengan cepat meraih ponselnya. Terserah soal ponsel. Dia tidak mau menggantinya sesuai saran Fao. Hingga bisa dipastikan sekali lihat. Sudah terlihat betapa mahalnya ponsel Ve, menghidupkannya. Lantas langsung menghubungi Fao melalui saluran yang sudah disiapkan oleh Fao. Agar tidak ada orang lain yang bisa melacaknya.
"Yes, my princess," sahut Fao diujung sana sebelum Ve buka suara.
"Are kidding me? Are you trying to kill me?" ucap Ve menggebu.
(Kamu sedang bercanda denganku? Mau mencoba membunuhku)
Ini kalau Fao ada di depan Ve. Sudah habis dia dibejeg-bejeg sama Ve.
"Hei...hei...calm down Baby. Dengar tidak ada yang gratis di dunia ini. Bahkan untuk sekelas puteri sepertimu," balas Fao santai.
Nampaknya hanya pria bernama Fao ini yang bisa menghandle emosi Ve. Terbukti detik berikutnya gadis itu tidak lagi berteriak. Membuka pintu di sisi kirinya. Nampak ada sebuah balkon. Ve keluar, dan matanya langsung disambut jemuran beranekaragam khas perempuan.
"Oh my God!" Pekik Ve dalam hati.
"So...what now?" Sambar Ve cepat.
Fao menarik sudut bibirnya diujung sana.
"Dengar baik-baik princess...."
"Jangan panggil seperti itu. Aku tidak suka," Potong Ve langsung.
"Oke Ve. Sementara memang seperti itu tempatnya. Percayalah, harga kebebasanmu sangatlah mahal. Tapi aku rasa worth it-lah Jadi nikmati saja harimu. Dan nikmati kejutan-kejutan lain yang mungkin akan muncul," balas Fao lagi.
"Masalahnya kenapa kau tidak beritahu aku sejak awal jika tempatnya seperti ini," keluh Ve seketika.
"Memangnya kau mau pergi jika kuberitahu sejak awal, jika tempatnya akan sedikit membuatmu illfeel," ledek Fao.
"Oh my Fao. Ini bukan hanya membuatku illfeel. But this already
made me sick," ujar Ve frustrasi.
(Ini sudah membuatku sakit)
Fao terkekeh di ujung sana.
"Jadi sekarang mau apa? Balik atau tetap stay disitu. Resikonya sama. Sama-sama kena marah. Juga kena hukum sama kakakmu," tawar Fao.
Ve terdiam. Dia pikir sudah sejauh ini. Mana mungkin dia kembali lagi. Dia baru saja merasakan udara kebebasannya. Masak sudah harus masuk penjara istana lagi. Oh No! hati Ve berteriak keras.
"Oke, aku akan mencobanya," Jawab Ve sambil menggigit bibir seksinya. Mencoba meyakinkan diri kalau keputusannya tidaklah salah.
"Good girl. Setidaknya tidak sia-sia aku main kucing-kucingan dengan kakakmu," Fao menjawab sekenanya.
"Apa dia sudah tahu?" Tanya Ve cepat.
"Not yet (belum). But... aku rasa dia akan tahu dalam hitungan menit dari sekarang," balas Fao tenang.
Karena monitor di depannya sudah menunjukkan tanda ada orang masuk ke rumahnya.
"Ve, aku tutup dulu. Aku akan hubungi lagi nanti. Berhati-hatilah. Dan nikmati harimu," pamit Fao lantas mematikan ponselnya. Menyimpannya di laci yang langsung terkunci otomatis begitu Fao menutupnya.
Bersamaan dengan seorang pria yang memaksa masuk ke ruang keŕjanya. Fao menekan satu tombol dibawah mejanya.
Braaakkk, suara pintu yang dibuka paksa.
"Ke mana kau mengirimnya?" Cecar pria dengan aksen bule yang begitu kental diwajahnya. Mata biru yang terlihat begitu mempesona. Juga wajah tampan dengan rahang tegas. Bibir dan alis yang tebal, menyempurnakan tampilan wajah seorang Mark Victor Emmanuel. Kakak kandung Ve.
"Maksudmu apa, Prince?" Jawab Fao santai.
"Jangan berpura-pura. Ve, kau mengirimnya kemana?" Tanya Mark to the poin. Mencengkeram kerah kemeja Fao
"Apa lagi ini? Bukannya dia ada acara dengan bagian kebudayaan di wilayah utara?" Fao pura-pura tida mengerti kondisinya.
"Jangan bohong padaku. Dia lolos dari pengawalan Richard kemarin. Dan tidak ada jejaknya sama sekali. Jika bukan kau pelakunya siapa lagi" Todong Mark.
"Oh come on Prince. Jangan menuduhku seperti itu. Seperti kau tidak tahu Ve saja. Bukankah dia sangat ingin keluar, tapi kau selalu melarangnya. Jadi begini akibatnya. Ada kesempatan ya dia kaburlah," sindir Fao.
"Kau menyalahkanku?" Mark mulai marah.
"Aku hanya bicara fakta. Kau tahu dia begitu tertekan sejak kematian ayah dan ibunya. Tapi kau seolah tidak peduli akan hal itu. Kau tahu rasa bersalahnya begitu besar. Hingga dia berulangkali berpikir untuk bunuh diri. Apa kau tahu itu?" serang Fao.
Mark tertegun. Dia baru tahu fakta ini. Mark akui. Dia kurang memperhatikan Ve akhir-akhir ini. Ada begitu banyak hal yang harus dia kerjakan sejak tampuk kepemimpinan dilimpahkan padanya. Sejak ayah dan ibunya ditemukan meninggal di kastil wilayah selatan saat sedang liburan.
Sebuah kejadian yang memukul telak dirinya dan Ve. Sejak saat itu Ve mengalami depresi berat.
Perlahan Mark melepaskan cengkeramannya pada kemeja Fao.
"Jadi bukan kau yang mengirimnya," tanya Mark memastikan.
"Of course not," jawab Fao yakin, menatap manik biru milik Mark yang tengah memindainya penuh selidik.
Fao tahu jelas. Hanya tinggal menunggu waktu. Sampai Mark tahu keterlibatannya soal kaburnya Ve dari pengawalan Richard. Bodyguard yang terkenal dengan skillnya yang luar biasa.
"Oke, aku melepaskanmu kali ini. Tapi jika aku menemukan bukti bahwa kau terlibat dalam hal ini. Tidak peduli kau Letnan Fao. Pemimpin tertinggi angkatan perangku. Aku tidak segan-segan akan menghajarmu," ancam Mark lantas berbalik keluar dari ruang kerja Fao.
"Aku tidak takut kalau cuma kau hajar," ledek Fao.
Mark mendengus kesal mendengar teriakan Fao. Tahu benar jika dia tidak bisa menghukum Fao lebih dari menghajarnya. Dia buat Fao marah. Bisa hancur seluruh negaranya.
Tanpa banyak yang tahu identitas Fao yang sebenarnya. Seluruh informasi penting negaranya berada di tangan Fao. Satu klik, pria itu bisa meluluhlantakkan segalanya. Karena dialah "The Guardian from The West". Hacker nomor satu di zamannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Asngadah Baruharjo
wowwwwww KEREENNNNN
2024-01-24
1
Memyr 67
tambah tertarik
2023-08-05
1
Kenzi Kenzi
fao,iyesssss
2022-08-31
1