14

Setelah pelajaran kuliah selesai dan memastikan Tiara masuk taksi, Daniel melesat pergi ke tempat yang sudah di sepakati bersama Alan.

Keduanya sampai di depan sebuah gapura desa. Terlihat jalan utama menuju desa tersebut hanya ada pemandangan persawahan di sisi kanan kirinya.

"Kamu tahu letak rumahnya?"

"Hm aku tahu." Alan melesat, di ikuti oleh Daniel.

Hanya sekejap, keduanya sudah tiba di salah satu rumah warga. Rumah itu terlihat sedang dalam masa pembangunan sementara sebagian besar rumah di sekelilingnya hanya bertembok gubuk reyot.

"Ini?"

"Menurut informasi memang ini tempatnya."

Keduanya berjalan masuk ke pekarangan dan di sambut oleh seorang lelaki paruh baya dengan kumis tebal.

"Orang kota." Sejak berita hilang nya anak mereka mencuat ke publik. Sangat banyak wartawan mengunjungi rumahnya.

"Kenalkan, saya Rio dan ini Bara." Jawab Alan sopan.

"Saya Pak Narto. Ada apa ya Nak."

"Kami datang ke sini untuk melihat emas batangan yang sempat kami lihat di internet." Pak Narto mengangguk lalu mempersilahkan keduanya duduk di teras.

"Tunggu. Saya ambilkan." Ucapnya berjalan masuk sebentar lalu kembali dengan kotak di tangannya." Ini Nak." Daniel meraih emas batangan lalu memperhatikannya." Saya sudah tidak memakainya Nak. Istri Bapak jadi stres berat setelah menanti kedatangan anak semata wayang kami. Mereka bilang akan menikahkan anak kami dengan seorang pengusaha yang sedang mencari jodoh. Tapi dari tahun ke tahun kami tidak dapat kabar apapun darinya. Bapak menyesal menerima itu." Daniel meletakkan kembali emas yang memang berasal dari kerajaan.

"Siapa nama pengusaha itu Pak."

"Katanya Hadi Wira."

"Nanti akan saya cari info soal nama pengusaha itu." Sahut Alan merasa iba sebab mata Pak Narto mulai berkaca-kaca.

"Sudah Nak. Sudah ada yang membantu tapi katanya tidak ada nama pengusaha itu." Pak Narto mulai terisak. Dia meruntuki keputusannya kala itu yang tega melepaskan anaknya pada orang asing.

"Apa mereka mengunakan mobil saat ke sini Pak."

"Bapak tidak melihat mobil mereka tapi katanya mereka memarkir mobil di ujung jalan." Alan dan Daniel saling melihat kemudian berpamitan pulang setelah memastikan keaslian emas.

Keduanya bertengger di atas sebuah pohon untuk membicarakan kekhawatiran pada hati mereka masing-masing.

"Rasanya ini memang ada sangkut pautnya dengan anggota kerajaan."

"Itu kenapa kita harus menyelidiki semuanya sendiri. Jika kita meminta bantuan anggota kerajaan. Pencarian kita akan sia-sia." Alan mengangguk. Dia menjadi tahu kenapa misteri kerusuhan yang terjadi belum terpecahkan.

"Maafkan aku Daniel. Aku tidak membicarakan ini padamu."

"Sudah terlanjur. Untuk kedepannya, kau harus memberikan informasi asal-asalan agar mereka tidak curiga."

"Oke siap. Em lalu. Kenapa kau baru datang sepulang kuliah?" Daniel tersenyum saat terlintas nama Tiara.

"Ada sesuatu yang menahan ku."

"Apa itu? Biasanya kau memprioritaskan penyelidikan daripada pekerjaan kampus mu."

"Entahlah. Kenapa aku selalu mengkhawatirkannya." Alan menoleh dengan wajah bertanya-tanya.

"Gadis yang katamu aneh?" Daniel mengangguk.

"Dia memiliki banyak musuh karena aku duduk di dekatnya."

"Dia di serang para followers mu?" Alan terkekeh sebab dia tahu jika Daniel merupakan idola kampus.

"Mereka kekurangan perkerjaan melakukan itu."

"Berilah perkerjaan jika begitu." Daniel menghela nafas panjang." Aku ingin tahu bagaimana bentuk gadis itu?" Alan merasa penasaran sebab selama ini Daniel tidak pernah merasa risau dengan para gadis di sekitarnya.

"Dia terlihat aneh di luar tapi di dalamnya sangat indah. Aku akan datang ke Ayah Lucas untuk memberiku akses datang ke kerajaan." Daniel berdiri di ikuti Alan.

"Hm.. Aku akan kembali ke Cafe." Daniel tersenyum kemudian melesat pergi. Dia ingin jujur pada Lucas soal penyelidikan atas kerusuhan yang melanda puluhan tahun terakhir.

🌹🌹🌹

Dinda dan Tiara memasuki plaza dengan kedua tangan saling menggenggam. Ini kali pertama bagi Tiara masuk ke sebuah tempat yang di anggap berlian.

"Mereka berkilap seperti berlian." Dinda terkekeh kecil menatap raut wajah Tiara yang tidak sedang bercanda.

"Berapa kali kau datang ke sini?"

"Ini yang pertama."

"Tidak. Kamu bercanda Tiara."

"Aku serius Dinda. Ada berapa lantai di sini?" Tiara mendongak dan semakin terkesima dengan mata berkaca-kaca.

"Lima lantai. Ayo kita naik." Dinda mengiring Tiara menuju ke eskalator.

"Naik ini?" Tiara memperhatikan eskalator yang tentu terlihat asing.

"Ya. Kita tidak perlu naik tangga. Cukup berdiri dan kita sampai." Dinda melanjutkan langkahnya namun tangan Tiara mencegah.

"Aku takut."

"Tidak apa. Ayo. Di atas sangat banyak hal yang belum kamu lihat." Rajuk Dinda seraya tersenyum. Tiara memperhatikan beberapa orang yang tengah naik untuk mempelajari caranya.

"Hm ayo." Ini sesuatu yang baru.

Walaupun ragu, Tiara mengikuti langkah Dinda untuk menginjakkan kakinya ke eskalator tanpa tangga.

"Astaga hahaha. Ini rasanya aneh. Ajaib sekali benda ini." Tiara menjadi sorotan bahkan tertawaan semua orang yang ada di sana. Namun sedikitpun Dinda tidak merasa malu. Dia malah senang dan bersyukur karena bisa mendapatkan seorang teman.

"Itu namanya eskalator." Tiara menoleh karena masih merasa penasaran.

"Hm terimakasih penjelasannya."

"Oke kita lanjut." Dinda mengiring Tiara masuk ke sebuah toko baju di sana.

"Kamu mau membeli baju Dinda?" Tanya Tiara seraya melihat-lihat.

"Kita hanya melihat-lihat saja. Aku tidak cukup punya uang untuk membeli baju mahal itu. Biasanya aku membeli baju di pasar tradisional."

"Aku pernah melewati pasar saat pulang sekolah dulu." Dinda terkekeh lagi. Kepolosan Tiara membuatnya mendapatkan hiburan." Di sana aromanya tidak sedap. Kenapa kamu tidak membeli itu di sini?" Dinda menghentikan tertawa nya.

"Serius kamu tidak tahu?"

"Tidak. Jika tahu aku tidak mungkin bertanya."

"Di sana lebih murah harganya."

"Oh begitu. Em belilah beberapa baju jika begitu." Dinda menoleh cepat.

"Aku tidak punya uang. Aku bukan orang kaya." Ucapan lirih Dinda sontak membuat Tiara menghentikan langkahnya.

"Kenapa kau mengucapkan dengan sangat pelan?"

"Itu memalukan. Em aku harus jujur sekarang. Setelah kejujuran ku ini, kamu boleh pergi jika kamu mau pergi."

"Apa? Katakan?"

"Aku bukan orang kaya. Aku bisa kuliah di sana dari jalur beasiswa. Itu kenapa aku sulit mendapatkan teman. Aku tidak percaya diri dan takut jika mereka tidak mau berteman denganku." Dinda merupakan anak pegawai negri sipil. Sudah sejak sekolah dasar dia selalu mendapatkan beasiswa karena kepintarannya. Sehingga sejak dulu hingga sekarang Dinda selalu bersekolah di tempat favorit.

Dinda merasa bahagia, melihat kedua orang tuanya berbangga atas prestasinya. Namun di balik itu semua, Dinda kesulitan bergaul. Dia terlalu pesimis untuk mencari teman yang sebagian besar dari golongan pejabat, bangsawan dan anak sultan. Itu yang menjadi alasan, kenapa Dinda tidak memiliki teman satu pun kecuali Tiara.

"Aku tidak ingin berbohong Tiara. Lebih baik aku tidak memiliki teman daripada harus menutupi jati diriku." Tiara tersenyum bahkan terkekeh." Itu lucu menurutmu?" Tatap Dinda kesal.

"Wajahmu serius sekali. Kenapa kau harus memasang ekspresi itu?" Dinda menghembuskan nafas panjang.

"Aku takut kamu kecewa."

"Kecewa karena apa? Aku benar-benar tidak mengerti."

"Aku miskin."

"Dan aku aneh. Aku juga tidak punya teman selama ini. Mereka menyebutku aneh."

"Serius!!!" Dinda menggoyang-goyang pundak Tiara.

"Apa yang serius. Lepaskan. Sakit!"

"Ouch maaf." Dinda menghentikan gerakannya." Kamu tidak masalah aku miskin?" Tanyanya memastikan.

"Astaga tidak. Asal kamu menerima keanehan ku."

"Yeah.. Akhirnya aku mendapatkan teman yang tulus." Dinda menggalungkan kedua tangannya erat pada leher Tiara.

Kenapa dia segembira ini? Aku juga senang mendapatkan teman.

"Hm oke. Sekarang, kamu mau membeli baju."

"Tidak. Kita hanya berjalan-jalan."

"Aku akan membelikannya untukmu." Tiara membuka resleting tasnya dan memperlihatkan satu bandel uang.

"Uang dari mana?"

"Daddy memberikannya padaku."

"Nanti Daddy mu marah jika kamu menghabiskan uangnya untuk membelikan baju untukku. Sebaiknya aku menemani mu membeli baju."

"Tidak. Dia melarang ku membeli baju."

"Kenapa?"

"Itu aturannya. Aku tidak tahu alasannya. Sebaiknya kamu cepat memilih biar aku yang membayar."

"Jika kamu tidak membeli, aku juga tidak."

"Ayolah Dinda. Anggap sebagai perayaan pertemanan kita." Rajuk Tiara langsung menyeret paksa Dinda menuju ke banyaknya baju yang tergantung di sana.

Jika mereka tahu Tiara sebaik ini. Mungkin mereka tidak akan menyebut dia aneh.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

Siti_Rohmah21

Siti_Rohmah21

terimakasih. Nanti ku perbaiki 🌹🥰

2022-05-31

0

Pspta_24

Pspta_24

followers
kalau follower itu setauku cmn 1 orang

2022-05-31

1

up lagi thor ....bikin Tiara jatuh cinta pada Daniel

2022-05-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!