Monita merasa sangat lelah. Padahal masih ada satu pemotretan lagi. Wajahnya terlihat pucat meski memakai riasan tebal. Sungguh kehamilan yang menyiksa.
Monita masih mengalami morning sickness di usia kandungannya yang memasuki bulan keempat. Dan sejauh ini, Ramon kekasihnya tak mengetahui hal itu. Dia hanya memberi tahu managernya saja.
Monita sengaja menyembunyikan kehamilannya, demi keberhasilan misinya.
''Bel, gue bisa pulang cepat, gak? Kepala gue pusing banget..'' keluh Monita pada manager sekaligus asistennya, Bella. Wanita itu, memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.
''Aduh, Mon, masa harus di pending lagi? Yang satu ini sudah dua kali pending, lhoo. Kalau, kamu mangkir lagi nanti di kira gak profesional." Bella menatap sendu wanita di hadapannya.
Monita menghela nafas.
''Ya sudah, deh. Gue tahan dulu, tinggal satu ini 'kan?'' pasrah Monita.
Bella mengangguk.
Pemotretan terakhir, dia jalani dengan menahan mualnya. Apalagi, saat dia mencium wangi parfum yang tengah di pegangnya. Monita menjadi brand ambassador produk itu.
''Oke, perfect, kerja bagus, Monita..'' ucap seorang fotografer yang puas dengan hasil jepretannya.
Saat yang di nanti pun tiba, pemotretan telah selesai. Monita hanya mengangguk lemah karena tak kuat lagi menahan kepalanya yang terasa berputar. Tak lama setelah nya....
brukk...
Monita pingsan tak sadarkan diri, membuat semua orang yang melihatnya panik, terutama Bella. Monita langsung di larikan ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.
...----------------...
Ramon sangat panik saat mendengar kabar kekasihnya pingsan setelah pemotretan tadi. dia segera menyusul ke rumah sakit.
Dengan langkah lebar, Ramon menyusuri koridor rumah sakit. Hingga, netranya melihat Bella tengah terduduk cemas di depan Ruang Instalasi Gawat Darurat.
''Bella, ada apa dengan Monita? Dia kenapa?'' Ramon tak bisa menyembunyikan kekhawatiran nya.
Bella bingung harus menjawab apa. Monita sudah mewanti-wanti dirinya untuk tidak mengatakan keadaannya pada siapapun.
''Keluarga nona Monita.'' Panggilan Dokter membuat Bella bernafas lega seketika.
''Saya..'' Ramon menghampiri dokter itu.
''Apakah anda suaminya?'' Dengan ragu-ragu, Ramon mengangguk. Dia mengernyit bingung, kenapa dokter bertanya seperti itu?
''Mari ikut saya.'' Ramon mengikuti dokter menuju ruangannya.
''Kondisi tubuh nyonya Monita sangat lemah. Seharusnya dia tidak boleh terlalu kecapekan. beruntung kandungannya sangat kuat...''
''Tunggu,kandungan? Artinya dia, hamil?'' tanya Ramon untuk memastikan.
"Iya, apa anda belum mengetahuinya? Usianya sudah memasuki awal trimester ke dua,'' jelas dokter itu.
Ramon tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Impiannya, selama ini akan terwujud. Tapi, yang membuat dia bingung, kenapa Monita tak mendatangi nya untuk meminta pertanggungjawaban? Apa ada yang di sembunyikan darinya?
Aku harus menyelidikinya..
"Dokter, saya ingin melakukan tes DNA secepatnya, apa bisa?"
"Bisa, tapi apa anda yakin? Melakukan tes DNA di masa kehamilan mempunyai resiko.''
''Sangat yakin! Saya harus melakukan ini agar istri saya tidak bisa pergi dari hidup saya,'' alibinya.
Dokter itu berpikir sejenak. ''Baiklah. Kapan anda akan melakukannya?''
''Sekarang, selagi dia belum sadar,'' ujarnya mantap, ''Saya harap tidak ada yang mengetahui hal ini. Terutama perempuan di depan tadi,'' pinta Ramon.
Dokter itupun menyetujuinya
Dokter mengambil sample darah milik Ramon dan cairan ketuban milik Monita.
''Dokter, kapan kira-kira hasilnya akan keluar?''
tanya Ramon
''Biasanya, paling cepat dua mingguan,'' kata Dokter
''Apa tidak bisa di percepat? Tolong percepat seminggu lagi, saya akan bayar lebih.''
''Baiklah,saya usahakan..''
...----------------...
''Hallo, Mom. Bisa tidak? Kta percepat langkah selanjutnya. Jangan kelamaan, nanti perutku keburu besar,'' rengeknya manja
..........
''Oke, pokoknya harus berhasil, Mom. Aku sudah berhasil dapat yang mom minta waktu itu..''
..........
''Iya beres, kontrakku juga sudah selesai. Secepatnya aku kembali..''
Tanpa Monita sadari, Ramon mendengar semua pembicaraan itu dari balik pintu.
Dia mengepalkan tangannya kuat. Benar dugaannya ada yang Monita sembunyikan darinya. Dan Monita memanfaatkan kehamilannya untuk tujuannya.
Tidak! Aku tidak akan membiarkan dia berhasil. Dia milikku aku yakin dia anakku. Sampai mana kau akan bermain, Monita?
Mulai saat itu, Ramon selalu mengawasi dan mengikuti pergerakan kekasihnya. Setiap menit, bahkan setiap detiknya selalu dia awasi.
...----------------...
Renita termenung di kamarnya, menatap tak percaya kertas berlogo rumah sakit di tangannya. Berkali-kali, dia membacanya berharap ada kesalahan tapi hasilnya tetap sama, POSITIF. Air mata mengalir di pipinya, tangannya bergetar memegang surat itu.
Tadi sore, setelah pulang kantor, dia segera memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Dia juga merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Emosinya sering naik turun secara drastis dalam waktu singkat. Kepalanya juga selalu pusing akhir-akhir ini meski tidak parah. Belum lagi keinginan-keinginan anehnya belakangan ini. Dia takut, apakah dia mengalami gangguan mental? Setelah peristiwa itu.
Awalnya, Renita memeriksakan diri ke psikiater. Tapi, ternyata dia di arahkan untuk ke Poly Kandungan.
''Usia kandungannya sudah 5 minggu. Janinnya sudah menempel sempurna di dinding rahim..'' kata dokter bername tage Inneke menunjukkan sesuatu pada monitor di hadapannya.
"Tapi, Dok. Kemarin saya sempat datang bulan tapi cuma sedikit. Tidak mungkin saya hamil?'' Renita masih menyangkalnya.
Dokter Inneke tersenyum. '' Itu flek, Mbak.. Mungkin mbak sedang kecapean waktu itu. Pesan saya, mulai sekarang jangan terlalu di forsir ya tenaganya. Jangan sampai fleknya keluar lagi. Bahaya bagi janinnya..''
Sementara dokter menyiapkan resep untuknya. Seorang wanita muda tampak mengeluarkan sebuah buku.
"Namanya siapa, Mbak? "
''Renita Claudia..''
''Nama suami?''
Renita menelan ludah kelat, dia belum menikah.
''A-Armand S-setiawan," jawabnya gugup.
'' Oke, tiap bulan harus rajin kontrol ya, Mbak. Ini juga di bawa..'' Dokter memberikan sebuah buku bersampul pink.
''Ini resepnya silahkan ditebus..''
Suara ketukan pintu membuat Renita kembali tersadar. Dia segera menghapus air matanya dan bergegas membukanya.
''M-mas David..'' Renita tak dapat menyembunyikan keterkejutannya, ketika melihat siapa yang datang.
''Ada yang perlu kita selesaikan.'' David menarik paksa tangan kekasihnya untuk menyuruhnya naik ke motornya. Renita hanya bisa menurutinya. Mungkin, ini saatnya dia harus mengakui semuanya.
Tak lama kemudian, David melajukan motornya.
''Kita mau kemana, Mas?''
Tak ada jawaban dari pria di depannya. David terus melajukan motornya hingga tiba di taman kota.
''Kamu ingin makan apa?'' tanya David basa-basi.
Renita menggelengkan kepala nya.
''Kenapa kamu menghindari ku?'' Nada bicaranya berubah dingin, ''Apa kamu sudah ada rasa dengan bosmu itu?''
''Baik! Sebaiknya memang ini harus segera di selesaikan. Jika mas David berprasangka seperti itu aku terima. Aku ingin mengakhiri hubungan ini. Aku sudah melakukan cara halus agar tidak menyakiti mas David. Tapi ternyata cara itu tak bisa membuat Mas David mengerti..'' Renita mati-matian menahan air mata nya. Dia tak ingin terlihat menyedihkan dihadapan orang lain.
''Kita akhiri sampai disini, masih banyak wanita yang lebih pantas untuk mendampingi mas David.''
''Aku rasa sudah sselesa, aku pamit. Permisi..'' Renita beranjak dari sana.
''Tapi aku tak ingin ini berakhir, Reni. Aku mau menerima kamu apa adanya..''
Renita menghentikan langkahnya.
''Kita tidak bisa bersatu, Mas. Ada penghalang diantara kita, aku hamil,'' jawab Renita tanpa membalikkan tubuhnya. Kemudian pergi begitu saja, meninggalkan David yang masih mematung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments