''Pak, tolong belikan saya rujak serut dong. Lagi pengen yang asem-asem, nih,'' celetuk Renita tiba-tiba saat mereka tengah mendiskusikan pekerjaan.
Armand mengernyit bingung. ''Kamu yakin? ini masih pagi, Renita..''
''Memang kenapa? Orang lagi pengen, kok. Bapak yang beliin Bapak juga yang buatin ya? Tapi nanti yang suruh nganterin ke aku, Aryo.''
Armand semakin bingung di buatnya. Tinggal beli doang kenapa ribet amat, pikirnya.
''Sudah sana! Bapak berangkat.. Ingat! Bapak yang bikin. Jangan penjualnya nanti rasanya beda..'' Renita mendorong tubuh Armand keluar.
Apakah Renita sedang mengerjainya? Tapi tak urung Armand juga melaksanakan perintahnya.
''Bu, saya mau rujaknya. Tapi, kalau saya yang bikin boleh, Bu? cuma pesenan saya saja., nanti ibu yanga mengarahkan,'' pinta Armand.
'' Boleh-boleh..'' si ibu penjual mempersilakan Armand ke tempat nya. Si ibu mengarahkan apa saja yang harus di lakukan Armand. Dan Armand mengikuti instruksi nya.
'' Buat siapa rujaknya, Pak?'' tanya si ibu penasaran juga. Melihat penampilan Armand yang rapi pastilah dia orang kantoran.
Mau-maunya melakukan hal seperti ini.
''Untuk, seseorang, Bu. Tidak tahu kenapa? Tiba-tiba minta di belikan ini dan harus saya yang buat. Tidak biasanya dia seperti itu..'' Armand masih mencampur bumbu dan buah-buahan yang di serutnya tadi.
''Ooo, ngidam itu mah. Bapak yang sabar, ya. Mengahadapi orang ngidam, permintaannya suka aneh-aneh. Harus di turutin kalo ngga nanti ileran anaknya..''
Armand tertegun mendengarnya. Tapi tak lama kemudian seulas seyum terbit dari bibir nya.
''Anak pertama ya, Pak? Seneng gitu kelihatannya,'' goda si Ibu.
Armand hanya menanggapinya dengan senyuman.
''Terimakasih ya, Bu. Sudah mengijinkan saya acak-acak dagangan ibu. Ini uangnya..''
Armand memberi beberapa lembar uang berwarna merah ke tangan si ibu.
''Eh, ini kebanyakan atuh, bapak..'' si Ibu terkejut menerima pemberian darinya.
''Sudah ibu terima saja. Do'akan, dia beneran hamil. Hitung-hitung ini rasa syukur saya..''
Mata ibu itu berkaca-kaca menerima uang itu.
''Ya Allah, Pak. Terimakasih, saya do'akan kebahagiaan selalu menyertai Bapak bersama pasangan, di jauhkan dari orang-orang yang tidak suka, berkah hidup Bapak teh..''
''Aamiin...''
...----------------...
Di kantor.
Renita sedang mengomeli OB yang membersihkan tempatnya bekerja, ada saja yang salah di mata wanita itu. Hingga, membuat si OB kesal sendiri.
Bagaimana tidak? Dia harus membersihkan ulang ruangan itu. Padahal baru beberapa menit yang lalu dia bersihkan. Renita juga menyuruh OB membersihkan ulang toilet yang baru saja dia bersihkan, katanya masih bau. Setelah di cek, toiletnya masih bersih dan wangi.
''Mbak Reni, kenapa jadi judes gini sama saya? Biasanya juga tidak begitu, punya dendam apa sama saya? Saya juga tidak pernah buat masalah sama mbak Reni,'' keluhnya dengan wajah memelas.
''Gak tau, lagi pengen aja nyuruh-nyuruh kamu,'' jawab Renita cuek.
''Astaga...'' Si OB pergi dengan kekesalan nya.
Tak lama, Aryo datang membawa sekantong plastik pesanan Renita.
''Nih, Bu Reni yang terhormat, titah dari Pak Bos.'' Aryo meletakkan bungkusan itu ke meja dimana wanita itu berada.
Renita berbinar melihat pesanannya datang, air liurnya sudah ingin menetes. Tanpa basa basi, Renita segera memakannya.
''Mbak Reni sudah berapa hari tidak makan?'' tanya Aryo yang ternyata masih disitu.
Renita menghentikan kunyahannya dan menatap tajam pemuda itu. ''Apa maksudmu?''
Lihatlah kejudesannya di mulai....
''Mbak Reni makan rujak seperti orang kelaparan..''
Seketika, Renita sadar akan apa yang di lakukan nya. Dia berdehem dan bersikap biasa kembali.
''Loe balik sana, huss huss,'' usir Renita dengan mengibaskan tangannya.
''Sudah di tolongin, tidak terimakasih malah di usir..'' dumel Aryo keluar dari ruangan itu.
...----------------...
''Ren, loe kenapa, sih? Kok, aneh belakangan ini?'' tanya Wina saat mereka sedang makan siang bersama.
''Aneh kenapa?'' tanya Renita sembari melahap makanannya seperti orang kelaparan. Padahal satu jam yang lalu, dia sudah menghabiskan satu porsi jumbo nasi padang.
''Sikap loe aneh sumpah! Seperti bukan loe, gitu,'' timpal Dania.
''Aneh gimana, sih? Kalau nanya yang jelas. Jangan setengah-setengah, ah,'' protes wanita itu. Perutnya masih lapar sudah di recoki pertanyaan yang membuatnya tak paham.
''Loe itu ya, sering marah-marah gak jelas ke OB. Loe sering makan makanan yang gak biasa loe makan. Pokoknya, semua sikap loe aneh, seperti bukan seorang Renita,'' kata Reva.
''Tadi gue sempat ke pantry mau bikin kopi. Para OB pada gosipin sikap loe yang beberapa hari ini, sering marah-marah gak jelas. Sering loe suruh-suruh beli makanan aneh-aneh saat jam kantor. Dan lihat sekarang, loe makan seperti orang kesetanan. Loe kenapa, sih, Ren?'' tutur Reva panjang lebar.
Renita terdiam mendengarnya. Sebenarnya, dia juga menyadarinya. Entah kenapa? Seperti ada dorongan dalam dirinya untuk melakukan hal itu.
''Gue sebenarnya juga sadar, sih. Gak tau kenapa akhir-akhir ini, gue seperti ini. Gue juga sering ngerasa laper, di jam yang gak manusiawi. Contohnya, pas tengah malem, pengen makan martabak lah, bakso, mie ayam, dan masih banyaklah pokoknya.''
''Ini aja, tadi sebelum makan siang disini, gue sudah menghabiskan seporsi jumbo nasi padang,'' lanjut Renita dengan tampang polosnya.
Penuturan Renita, sukses membuat para cs-nya menganga tak percaya. Mereka saling pandang satu sama lain.
''Ren, loe sudah datang bulan?'' tanya Dania.
''Sudah kemaren,tapi cuma dikit, sih. Gak kayak biasanya,'' sahutnya sembari kembali melahap makanannya.
Mata Renita berbinar, ketika melihat jus alpukat milik Wina. Tanpa basa-basi, Renita langsung meminumnya hingga tandas.
Lagi-lagi, ketiga cs-nya dibuat melongo melihat tingkahnya. Pasalnya, Renita selalu mual dengan buah satu itu. Jangankan di buat jus, melihat buah utuhnya saja, dia selalu jijik. Tapi sekarang? Dengan santainya dia menghabiskan jus itu. Hingga tak lama kemudian, dia bersendawa dengan sangat keras.
''Hehe, maaf gengs, kenyang,'' cengirnya.
''Sudah, yuk balik kerja. Nanti si Kompeni ngamuk. Kerjaan gue masih banyak."
Renita meninggalkan ketiga temannya dengan perasaan riang.
''Cubit, cubit gue. Itu beneran Renita bukan, sih?'' tanya Reva yang masih belum percaya
''AAWW, WINA!" Reva menjerit keras saat Wina mencubit keras lengannya.
''Katanya minta di cubit. Ya, gue cubit beneren," jawabnya tanpa rasa bersalah.
''Kalian sepemikiran sama gue 'kan?'' Dania menatap satu per satu kedua temannya.
Reva dan Wina mengangguk..
''Tapi 'kan, dia bilang kemarin sudah datang bulan meski gak banyak? asumsi Reva.
''Bisa aja itu cuma flek..'' Wina menimpali.
Dania mengiyakannya.
''Kalau memang bener, kok gue kasian sama abang gue, ya.''
'' Dihindari Renita saja, sudah membuatnya sedih banget. Apalagi tau masalah ini.'' Dania menghela nafas panjang
...----------------...
jangan lupa tinggalin jempol nya ya..👍👍
babay...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments