Andre

Arin berlari memburu pintu terbuka seperti jejak kepergian orang tadi.

"Apa tadi yang ku lihat?" Beribu tanya tentang penglihatannya tadi menggema diingatan. Arin sampai lupa caranya untuk tenang kembali.

Viona berdiri bingung, pikirannya yang masih anak-anak tidak bisa mencerna arti dari sikap Arin. Mungkin karena Viona sudah melihat sosok tadi menjadi dia terbiasa dan tidak harus berekspresi berlebihan seperti tantenya.

"Tante berdiri terus disitu?" Tanya Viona seolah dia tidak menyadari dengan matanya bagaimana keadaan Arin saat itu.

Arin melihat ke arah Viona. "Tadi Tante gak salah lihat Vio?" Tanya Arin masih tak percaya, dia khawatir jika hanya penglihatannya saja yang salah.

"Ih...!" Vio bergidik ngeri. "Serem Tante!" Komentarnya.

Melihat Vio yang sedang mengekspresikan ketakutan itu malah ingin tertawa, betapa lucunya Vio dengan tingkahnya yang menggemaskan.

"Kamu takut kan Vio? Itu, hantu tadi." Ucap Arin berbisik seperti sedang menakuti Viona.

"Om hantu menakutkan!" Sebut Vio sambil mengangkat kedua tangannya dan berbicara seolah kembali menakuti Arin. Alih-alih takut Arin malah tertawa melihat Vio.

"Kamu ini nakutin atau mau ngelawak Vio?" Tanya Arin sambil kembali tertawa.

Vio malah manyun tidak membahas guyonan Arin.

"Kenapa nih?" Tanya Arin mendekat.

"Tante ko Papa belum kesini lagi, Vio khawatir. Kalau Papa dimakan hantu tadi gimana?" Tanya Vio membuat Arin heran dan mengangkat sebelah alisnya. Dari mana Vio bisa berpikiran seperti itu. "Kok Vio mikirnya gitu sih?" Tanya Arin meladeni keluhan Vio.

"Hantu kan makan hantu lagi Tante!" Jawab Vio dengan cetus seperti pikiran anak kecil biasanya, yang selalu berbicara cetus tanpa memikirkannya lagi.

"Tahu gak?" Tanya Arin membisik. "Hantu itu suka makan anak kecil yang suka nangis." Balas Arin membuat Viona langsung melekatkan kedua tangannya merangkul Arin. "Vio gak mau dimakan!" Rengek Vio ketakutan. "Makanya Vio jangan suka cengeng! Kan sekarang udah 4 tahun." Ucap Arin merasa senang karena sudah meyakinkan Vio meski dia memang sudah berbohong.

"Vio! Sekarang kita kemana ya?" Arin bertanya karena bingung, setelah melihat penampakan di dalam kamar Arin tidak berani lagi harus masuk ke sana. Arin memandangi Viona seolah dia hanya satu-satunya teman yang bisa memberinya sebuah ide.

"Vio mau tunggu Papa disini, kali aja Papa pulang lagi." Vio berbicara sedikit sedih, bahkan wajahnya murung.

Arin menatap ponakannya itu dengan heran, dia mulai bertanya-tanya dalam hati apakah Vio benar melihat Papanya ke sini, sebagai hantu? Arin hanya orang dewasa yang tidak bisa mengerti dengan apa yang dilihat Vio, tapi setelah kejadian itu membuat keyakinan Arin bertambah pada Vio, sosok hantu tadi tiba-tiba muncul setelah Vio mengatakannya.

"Astaga mikir apa aku ini?" Gumam Arin.

"[suara hp berdering]"

Alunan musik dari Hp Arin tiba-tiba saja berdering.

"Nah, ada yang nelpon!" Seru Arin sambil berlari menuju kamar mengambil Hp dan kembali ke tempat Vio yang masih berdiri.

"ANDRE" Ejaan nama yang tiba-tiba muncul di atas layar Hp Arin.

"Ah ngapain sih Andre nelpon? Disini ada Vio lagi." Arin sedikit kesal.

"Tante angkat telpon dulu ya!" Ucap Arin pada Viona yang duduk.

"Mau apa nelpon-nelpon? Chat aja bisa kan?" Arin langsung mendahului bicara saat dia mengangkat telpon dari Andre.

"Galak banget sih, emangnya kenapa kalau aku nelpon gak boleh?" Suara Andre yang terdengar di seberang telpon.

"Kan udah aku bilang jangan telpon sembarangan, gimana kalau aku lagi kumpul sama Ibu, Oma, kakak atau keluarga lainnya?" Jelas Viona yang terlihat sudah capek menjelaskan agar Andre mengerti.

"Gitu ya? Jadi sampe kapan aku harus nanya dulu buat nelpon karena lagi rindu sama pacar ku sendiri?"

"Gak seperti itu sih. Udah deh kan kita udah bikin perjanjian dari awal juga, kamu gak masalah tuh. Kok sekarang tiba-tiba jadi ribet gini?" Padahal nada bicara Arin yang terdengar lebih sewot dan marah.

"Ya udah maaf ya sayang! Kamu jaga diri baik-baik ya di sana! Padahal aku mau ngajak ketemu kamu tapi kayanya gak bisa ya sekarang?"

Arin sedikit tertarik dengan ucapan Andre yang ingin mengajaknya kencan. Tapi dia kan sekarang tidak lagi di rumah dan itu sangat disayangkan.

"Udah ah aku tutup telponnya!" Tanpa pamit atau mengatakan apapun Arin langsung menutup telpon dari Andre, pacarnya di kampus. Padahal dalam hati dia ingin sedikit lagi berbincang, tapi untuk apa? Dia biasanya juga seperti itu cuek kan? Arin terlihat kesal dengan cara berpikirnya itu.

"Vio ini udah jam berapa sih? Kamu gak apa-apa kan kalau Mama masih lama..." Seru Arin saat kembali menghampiri Viona. Sangat disayangkan Viona sudah terlelap tidur, padahal tadi dia ingin menenangkan Vio dengan mengajaknya main game di hp atau apa saja agar Vio gak bosan. Tapi Vio malah tidur.

*****

"Kamu lagi dimana sih Adel? Kok masih di mobil aja dari tadi? Anak-anak gimana ditinggal lama." Suara Oma nya dari seberang telpon yang sedikit terdengar khawatir.

"Udah deh Oma jangan khawatir, Adel bentar lagi sampe rumah kok! Kan Vio ada Arin jadi aman kan." Balas Adel yang beberapa kali matanya mendelik kesal.

"Yasudah cepet ya kasihan kan mereka berdua!" Seru Omanya.

Tanpa mengatakan apapun lagi Adel langsung mengakhiri telpon.

"Oma bawel banget, ini pasti gara-gara Arin ya g suka ngadu sama Ibu. Dia itu kenapa sih udah gede aja tapi selalu ngadu. Ditinggal berdua aja sebentar udah so ketakutan. Pasti gitu tuh Arin ngadu takut atau apalah." Gerutu Adel berbicara sendiri di dalam mobil.

Sedangkan supir taxi hanya sesekali melihat ke arah Adel tanpa berkomentar.

"Pak! Yang cepet dong aku udah ditungguin nih!" Pinta Adel terbawa kesal.

Bapa supir tidak menjawab melainkan hanya bisa mengelus dada dan menggelengkan kepala.

Adel melihat ke arah layar Hp nya lagi. "Kok Andre gak ada chat atau telpon dari tadi, ngapain sih dia?" Ucap Adel masih terbawa kesal. Dia langsung menekan nama "Andre" Di daftar panggilan dan langsung memanggilnya.

[Nomor yang anda tuju sedang sibuk] Terdengar beberapa kali suara dari operator telpon.

Adel berdecak kesal tanpa berkomentar apapun. "Pasti lagi asyik sama yang lain." Ucapnya dengan geram dalam hati. Adel tidak mempermasalahkan tentang Andre atau bagaimana dia di luar sana, dengan siapa, dan apa saja yang dilakukannya. Adel tidak ingin tahu dan tidak peduli. Andre hanya pacar nomor berapa dia juga masih punya pacarnya yang lain.

Adel menekan lagi nama "Dita" Lelaki yang baru ditemuinya kemarin.

[Mohon maaf panggilan anda sedang dialihkan, silahkan menghubungi beberapa saat lagi]

Hampir saja Adel membanting Hp nya, tak ada satupun pria mana yang selalu ada buat dirinya. Ya selaku seperti itu, pasti ada kesibukan dengan wanita lain selain dirinya.

*******

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!