Suara aneh

****

"Loh. Susan kamu barusan nyuruh apa ke supir?" Tanya Ibunya Susan yang tak lain adalah Oma Adel dan Arin.

"Aku suruh jemput anak-anak ke villa." Nada suara datar Susan terdengar sedang kesal.

"Ada masalah lagi? Mereka kan mau liburan kenapa harus dijemput supir?" Tanya Ibunya Susan seperti belum sadar ada sesuatu masalah, tak mungkin kan Susan mengirimkan supir ke vila jika tidak ada masalah di sana.

"Udah ya aku mau istirahat dulu dan telpon anak-anak, kasihan mereka di sana." Susan tak ingin panjang lebar lagi membahas kelakuan putri sulungnya itu, dia sudah kesal dan bisa saja hilang kesabarannya.

Ibunya Susan hanya bisa diam memandangi sikap anaknya. "Kayaknya ada yang gak beres ini, aku telpon aja Adel dan tanya langsung." Ucapnya tak puas mendapatkan jawaban dari Susan.

****

"Pak! ini sudah sampai mana? Masih lama gak ya kira-kira?" Tanya Adel sambil melihat ke sisi kiri dan kanan kaca mobil. Adel sesekali melihat ke dalam layar Hp tapi dia tidak berani menelpon balik Oma dan Ibunya.

"Jangan-jangan Ibu sudah di jalan menuju villa?" Gumam Adel sangat khawatir.

"Sabar ya Non, butuh waktu sekitar 50 menit lagi untuk sampai." Jelas Pak supir.

Mendengarnya Adel langsung tercengang. "Bagaimana bisa masih lama seperti itu?" Komentarnya dalam hati. Adel kembali menyandarkan punggung yang sepenuhnya pasrah hanya bisa duduk dan menikmati jalanan panjang, dia tidak memiliki solusi untuk keluar dari masalah ini.

BIP... BIP...

Getar hp membuat Adel panik seketika, segera melihat ke layar hp nya. "Oma?" Pekiknya.

Bahkan tangannya gemetar saat harus menerima panggilan dari rumah.

"Adel kamu di rumah kan?" Ucap Omanya terdengar cemas.

"Ada apa Oma ya?" Tanya Adel memperdengarkan senyum yang canggung.

"Kamu ada di vila kan Del?" Ulangi lagi Oma nya menaikan sedikit nada bicara.

Mendengarnya lagi hati Adel terhenyak kaget.

"Halo Del? Kamu dimana?" Tanya Oma nya karena tidak mendapatkan jawaban dari Adel.

"Aku lagi di jalan Oma, ini cari makan kenapa ya?" Sahut Adel meski dia harus berbohong.

"Sama anak-anak kan?" Tegas lagi Oma nya.

"Kenapa Oma harus tanya gitu?" Gerutu Adel dalam hatinya.

"Gak kok Oma aku sendirian, lagian gak jauh ini." Jawab Adel. "Oma udah dulu ya." Adel langsung mematikan telpon bahkan dia tidak memberikan kesempatan Oma nya untuk bicara, yang paling dikhawatirkan jika pertanyaan Oma nya akan membuat dia salah bicara.

"Pasti Arin ngadu juga sama Oma. Anak itu." Geram Adel. Dia sampai lupa tadi harus melakukan apa.

Beberapa saat berlalu membuat Adel semakin tidak sabar. Rasanya dia ingin sekali cepat sampai dan memarahi Arin dengan puas, kali ini saja setiap melihat hp dia ingin sekali menghubungi Arin dan memakinya. "Dasar pengadu." Hardik Adel pada adiknya itu sambil memandangi layar hp lalu membuka aplikasi WA dan mengetik sesuatu dalam percakapan Arin.

[Kamu udah ngadu apa aja ke Ibu sama Oma? Awas ya kalau sampe macem-macem.] Adel langsung mengirim isi chat tanpa berpikir lagi.

[Aku gak ngadu, Ibu sendiri tadi yang nanya Kakak kemana. Mana bisa aku bohong.] Adel membaca isi chat dari Arin, dalam pikirannya langsung terbayang sikap Arin yang angkuh dan puas karena sudah membuatnya terseret dalam masalah sepele seperti ini.

Adel tidak menjawab lagi, dia semakin gusar memikirkan semua hal yang masuk ke dalam otaknya sekarang.

*****

"Viona lapar gak?" Tanya lagi Arin memastikan. Meski dalam hatinya Arin tahu bahwa Viona sangat lapar.

Viona menatap mata Arin dan menggelengkan kepala.

Arin menghela napas lagi dengan kesal, dia membiarkan Viona bermain dengan boneka yang tadi dibawanya dari rumah. Dia tidak berhenti berpikir menjadi seorang Ibu seperti Kak Adel sudah sangat tega dan tidak bisa dimaklumi lagi.

Arin berdiri di dalam kamar yang sudah ditutup rapat pintunya. Sangat lama jika harus menunggu supir yang disebutkan Ibunya itu, tapi dia bisa apalagi?

Tok...tok...tok...

Suara pintu diketuk dari luar.

"Siapa yang mengetuk pintu?" Tanya Arin dalam hatinya.

"Tante jangan dibuka!" Pinta Viona tiba-tiba berbicara seperti itu membuat Arin memandanginya bingung.

"Papa bilang itu jahat jangan dibuka." Nada suara Viona yang datar tidak bisa cukup menjelaskan bahwa apa yang dikatakannya benar atau salah.

Arin masih menatap Viona yang sudah kembali bermain berbicara dengan boneka di tangannya.

Tok...tok...tok

Suara pintu diketuk lagi.

Arin langsung membalikan wajah menatap pintu kamar di depannya. "Siapa ya uang mengetuk pintu? Pasti kak Adel." Pikir Arin. Dia terperanjat senang karena Kakaknya sudah datang.

"Tante! Papa marah-marah katanya jangan dibuka!" Ucap Viona sambil menggerakkan tangan kanan memberikan isyarat jangan.

"Itu pasti mama kamu Vio, kenapa sih ngomongnya ngelantur bikin Tante takut aja." Protes Arin tidak mengindahkan perkataan Viona.

Kunci kamar berhasil dibuka Arin.

Tok...tok...tok

Suara ketukan pintu dari arah depan.

tok...tok...tok.

Suara ketukan pintu dari dapur.

Mata Arin memperhatikan dua buah sumber suara, yaitu dari arah luar dan dari dapur. Arin langsung menghentikan langkah kakinya, seketika matanya membulat bahkan pikirannya bisa langsung kalut bagi orang penakut seperti Arin.

Arin berlari kembali menarik kakinya ke dalam kamar dan mengunci pintu dari dalam.

"Apaan sih ini? Ada apa?" Beribu tanya dalam hati Arin saat itu, dia seperti orang waras yang ketakutan karena mendengarkan suara pintu yang diketuk. Awalnya tidak masalah jika pintu dari luar diketuk mungkin itu adalah kakaknya, tapi kali ini pintu dapur juga ikut diketuk, lantas di dapur kan tidak ada orang.

Arin menahan pintu kamar dengan punggungnya, napasnya naik turun memperlihatkan perasaan hatinya yang sedang diburu perasaan takut.

Arin mengalihkan penglihatannya ke arah Viona yang ternyata terus memandanginya dari tadi.

"Sekarang Tante harus apa lagi?" Tanya Arin cemas.

Viona menggelengkan kepala tanda tidak tahu.

Arin harus membuang napas dan berdecak kesal, dia sangat takut jika tiba-tiba kejadian yang sangat pertama kali ini langsung dia alami sendiri di villa ketika hanya ada dirinya dan Viona saja.

"Papa jagain Tante dan Vio kok." Ucap Viona sudah berdiri di samping Arin sambil menyematkan pergelangan tangannya ke tangan Tantenya itu.

Arin sebenarnya ingin sekali menangis saat itu, dia lebih takut dengan tingkah Viona yang selalu mengatakan tentang Papa nya yang sudah meninggal. Tapi dia tidak ingin menangis di hadapan anak kecil berusia 4 tahun yang malah terlihat menenangkannya.

"Tante kata Papa di sini sama Vio harus kunci pintu." Ucap Viona.

Arin hanya mengangguk saja.

"Kata Papa mana koin yang tadi? Papa mau lihat." Ucap Viona.

Mendengarnya Arin langsung bisa tahu koin yang ditanyakan oleh Viona mungkin koin dari dalam guci itu, tapi dia harus membawanya di ruangan sebelah. "Tante takut ngambilnya Vio, jangan minta aneh-aneh ya." Sekarang Arin menyaksikan Viona memandangi ke sisi lain saat sebelum dia berbicara padanya.

"Koin yang Vio mainin." Ucap Viona bersusah payah.

"Tante ingat, untuk apa koinnya?" Tanya Arin masih ingin tahu.

Braaakkk... klatak.

Mata Viona dan Arin bergerak melihat ke atas langit-langit kamar karena di sana terdengar sumber suara seperti orang sedang berlari.

"Vio!" Teriak Arin langsung memeluk Viona erat.

Tiba-tiba gedoran pintu kamar mengalihkan perhatian Arin lagi.

"Siapa di luar?" Teriak Arin sambil menahan pintu dengan punggungnya.

Viona menghampiri dan mengikuti Arin menahan pintu itu.

Terpopuler

Comments

MARI SALING LIKE DAN BERBAGI

MARI SALING LIKE DAN BERBAGI

ayo saling like

2022-10-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!