Kemana supir?

*****

"Duh udah mau satu jam." Keluh Arin dalam hati. Matanya memandangi Viona yang tertidur lelap lalu melihat ke arah pintu, hatinya masih cemas. Bagaimana jika tiba-tiba orang tadi datang lagi?

Tok...tok...tok...

Suara pintu diketuk dari luar.

Seketika Arin terperanjat kaget, dia ragu siapa yang datang?

"Rin, cepet buka!"

"Suara Kak Adel." Batin Arin, segera mendekati pintu untuk membuka kunci.

"Lama banget buka pintunya!" Teriak Adel saat melihat Arin berdiri.

"Kakak yang lama banget, kemana aja sih?" Arin tak mau kalah langsung menyerang kakaknya dengan pertanyaan.

"Bawel! Dasar tukang ngadu!" Hardik Adel terlihat kesal. Sambil mendelik ketika Arin balas menatapnya.

"Nah makanan!" Adel melemparkan satu keresek penuh makanan yang dibeli diperjalanan tadi.

"Kakak balik sama siapa?" Tanya Arin penasaran.

"Sama tukang ojeg." Jawab Adel singkat.

"Eh itu Viona sekalian pindahin ke kamar!" Adel kembali memerintahkan Arin.

"Ia sekarang mau dipindahin." Arin menjawabnya manyun. "Kasihan Viona dari tadi nanyain terus padahal." Gumam Arin. Saat berbalik Arin melihat Adel yang akan pergi ke dapur, dia mengabaikannya saja.

Arin tiduran di dalam kamar dia membiarkan Adel masak sendiri di dapur. "Apa harus cerita sama kakak ya? Aku takut juga di sini, kalau supir jemput pulang aja ah." Batin Arin masih merasa takut.

Dari arah luar terdengar suara TV menyala, Arin hanya mendengar dari kamar tidak mengajak kakaknya bicara lagi, dia terlalu malas melakukannya.

"Ibu" Tiba-tiba panggilan masuk ke hp Arin.

"Halo Bu!" Ucap Arin menyambut panggilan dari Ibunya.

"Kakak udah pulang?" Tanya Ibunya langsung tanpa basa-basi.

"Udah kok Bu, itu lagi nonton tv." Jawab Arin sambil tiduran.

"Kamu pulang aja ya kalau supir ke sana, paling sekitar 2 jam lagi. Sekalian Viona bawa pulang aja!" Tutur Ibunya memerintahkan Arin anak keduanya itu.

"Oh, harus pulang ya Bu." Ucap Arin sedikit berpikir. "Ia Bu, Arin pulang aja nanti." Balas Arin menyetujui perintah Ibunya itu. "Padahal mau jalan-jalan, mungkin besok bisa kan jalan-jalan." Batin Arin.

"Tidur aja dulu ya! Ibu tutup telponnya." Terdengar suara Ibunya mengakhiri telpon.

"Rin Ibu telpon?" Teriak Adel dari luar kamar.

"Ia. Apa?" Arin masih terdengar malas menjawab pertanyaan kakaknya itu.

"Mau pulang sama supir?" Tanya Adel tiba-tiba muncul dari arah pintu.

Arin sampai terperanjat kaget melihat kakaknya yang tiba-tiba saja muncul. "Ngagetin orang aja!" Serang Arin merasa sedikit emosi.

"Pasti masih mau di sini kan?" Selidik Adel.

"Kalau tahu kenapa masih banyak nanya!"

"Padahal kalau siang disini banyak banget tempat bagus. Ah pokoknya seru deh kalau jalan-jalan dulu." Goda Adel sangat puas.

Arin memicingkan matanya sambil manyun. "Salah kakak, kenapa malah pergi gitu aja. Coba kalau kemarin langsung jalan-jalan." Arin menggerutu kesal.

Adel malah tertawa puas. "Kamu pulang aja bawa Viona yah! Kalau aku sih bebas kan mau pulang kapan aja." Adel sengaja menggoda Arin supaya merasa iri dan kesal.

"Terserah deh, pokoknya Arin gak mau lagi ikut kakak keluar rumah." Jawab Arin kesal.

Kakaknya sudah berlalu lagi ke ruangan keluarga, dia melanjutkan nonton acara tv.

"Kenapa sih kakak aja bebas pergi keluar, nah kalau aku susah banget. Akhirnya harus tetep jagain Vio padahal kan Ibunya Vio bukan aku." Batin Arin yang selalu merasa tidak adil. Dia melemparkan hp ke sembarang tempat dan mengatur posisi tidurnya di samping Viona yang juga sudah terlelap tidur dari tadi.

*******

"Kenapa masih telponin anak-anak terus?" Komentar Omanya Arin dan Adel yang tiba-tiba muncul di kamar Ibunya Adel dan Arin.

"Biar Arin sama Viona pulang. Kasihan ah mereka terutama Arin yang kesulitan karena Viona. Seharian dia aja yang ngurusin Viona eh Ibunya tetap aja maen pergi-pergi sendiri." Jawab Ibunya Arin itu yang terlihat sengaja.

"Emangnya kenapa? Biarin aja kan itu bagus, latihan tuh Arin buat jadi Ibu nanti. Lagi pula Arin tetep Tantenya Viona kan."

"Gak gitu Bu, Adel harusnya yang lebih bertanggung jawab, dia tuh harus udah tahu jangan kelewatan kaya gitu." Ibunya Arin protes merasa perlakuan Oma kedua putrinya tidak adil.

"Kamu jangan menyalahkan Adel terus dong, dia kan udah kehilangan suaminya jadi wajar lah kalau sedikit cari suasana di luar."

"Harusnya sih Adel cepet nikah aja lagi biar Vio punya ayah dan Adel bisa lebih dewasa lagi."

"Jangan sembarangan ya, kamu aja gak nikah lagi kan udah lama setelah kematian anak saya. Adel juga gitu kan mungkin dia lihat sendiri bagaimana Ibunya." Jelas Omanya yang selalu menjengkelkan. "Adel itu anak keluarga kami, kamu bersyukur Adel masih di rumah, itu artinya kamu dan Arin juga di sini kan!" Sindir Omanya dan langsung pergi begitu Saja.

Mendengar kata-kata sombong dan sindiran yang cukup membuat hatinya pelik. Benar saja dia tidak melahirkan anak dari Mas Giyan atau ayahnya Adel, karena Arin adalah anak yang dia bawa sebelum menikah begitupun dia membawa Arin dari pernikahan dengan mantan suaminya. Perkataan Oma sudah membuat hatinya sakit, selain selalu menyindir karena dirinya yang masih tinggal di rumah mertua sedangkan suaminya sudah meninggal, mau bagaimana lagi selain kasihan dengan Adel dan mertuanya yang sudah sepuh. Tapi sepertinya niat baik yang sudah dilakukan bertahun lamanya tidak meninggalkan kesan baik.

Bagaikan sudah terbiasa, bukan hanya satu atau dua kali mertua yang sangat dia hormati itu selalu membahas hal yang sama, dia tidak terlalu mempersoalkannya lagi karena rasa cinta dan hormat pada mendiang suami membuatnya lupa akan segala hal yang menyakitkan di rumah.

"Mas, aku gak bisa jadi Ibu dan Nenek yang baik ternyata. Adel sudah jadi Ibu diusianya yang muda dan harus ditinggalkan oleh suaminya." Batin Sarah sambil memandangi hujan yang mulai turun dari langit.

Sekilas bayangan dulu ketika suaminya (Giyan) masih hidup. Dalam hangatnya keluarga, Sarah dan Giyan bertemu merasakan hidup lengkap dengan masing-masing anak yang sudah dibawa dari pernikahan sebelumnya. Arin sebagai adik hanya terpaut usia 2 tahun dari Adel yang lebih tua. Tentu saja Adel adalah cucu satu-satunya keluarga Giyan karena Giyan sendiri adalah anak tunggal konglomerat pewaris tunggal kekayaan dari orang tuanya.

Kehidupan sangat lengkap dan sederhana, Sarah dari awal melalui banyak cobaan untuk menikah dengan Giyan, selain karena keluarganya yang memandang rendah Sarah sebagai anak kampung dan juga latar keluarga yang tidak sebanding dengan Giyan. Ketertarikan Giyan pada Sarah memang menjadi satu rahasia yang tidak banyak orang tahu selain hatinya sendiri.

"Sarah! Oma mau bikin ice cream buat anak-anak nanti pulang kamu bantu bikinnya." Teriak mertuanya itu membuyarkan sekejap suasana yang tersisa di ruang kamar Sarah.

Sarah terperanjat dan segera bergegas mendekati Oma di luar. "Ia Oma, biar aku yang bikin." Teriak Sarah menyetujui.

Ice cream adalah makanan wajib bagi anak-anak dan cucunya begitupun Giyan yang sangat suka dengan ice cream rumahan terutama itu hasil tangan Sarah.

*****

"Susah tidur gini." Keluh Arin yang dari tadi hanya berguling kesana kemari di atas kasur. Arin menatap Viona yang sangat lelap. "Vio pasti cape dan juga lapar." Batin Arin.

Suara tv terdengar masih menyala di luar. "Kakak pasti belum tidur." Tebak Arin, dia turun dari kasur dan berniat untuk melihat kakaknya itu.

"Kak, belum tidur?" Seru Arin mendekat.

"Em..." Adel tak menjawab.

"Kok supirnya lama ya kak, apa emang gak jadi kesini?" Tanya Arin pada Adel yang masih asyik nonton.

"Gak tau ih dasar ganggu!" Jawab Adel seperti biasa yang selalu tidak enak didengar.

Arin mendelik dan balik merasa kesal.

Dia berjalan lagi ke arah kamar tapi sudut matanya melihat lagi ke arah pintu gudang tepat di sebelahnya saat berdiri. "Oh ia. Kakak belum tahu soal guci. Gimana ngomong nya ya?" Pikir Arin sedikit merasa terganggu dengan guci yang pecah itu.

"Ngapain berdiri terus disitu? Sana pergi!" Seru Adel menjengkelkan. Arin mendengus kesal dan meninggalkan Kakaknya lagi di sana.

"Dasar rese banget! Udah ah aku paksain tidur biar nanti gak kerasa nunggu supirnya." Batin Arin mulai menarik selimut kembali.

Beberapa jam berlalu...

"Aduh aku ketiduran udah lama ya?" Arin terlihat khawatir saat terperanjat bangun. Dia segera menatap jam tangan dan sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi.

"Astaga!" Arin segera bangun dan berlari keluar kamar tepatnya menuju pintu di depan. Dibuka kunci pintunya dan mengintip ke batas luar terutama gerbang. Seluruh matanya sudah dia edarkan hingga ke semua jalanan yang mungkin di lalui mobil, tapi tidak terlihat ada mobil rumah. Kemana supirnya?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!