****
"Sayang kamu kok bisa sih Dateng ke sini?" Seorang lelaki muda bertanya pada perempuan yang ada dalam pangkuannya itu.
"Ah gak penting kamu nanya, yang penting sekarang kita bisa menghabiskan waktu semalaman kan?" Goda perempuan yang masih enggan untuk jauh. Tubuhnya bahkan sangat menempel pada lelaki yang terlihat lebih muda darinya.
"Kamu yakin? Anakmu gimana?" Tanya lelaki itu.
"Gampang kok, ada Arin adikku juga. Udah ah kamu ini kaya yang gak mau deh bareng sama aku." Rengek Adel yang mulai manyun dan menjauhkan tangan kekasihnya.
Lelaki itu tidak menjawab, dia menarik Adel dan membuatnya tidur di bawah tubuhnya.
Adel hanya tersenyum tak tahan dengan setiap jengkal yang dilakukan oleh tangan Andre, dia hanya menggelinjang manja. Ciuman Andre turun ke lehernya sangat dalam dan lama seperti enggan cepat menyudahi aktivitas yang membuat pikirannya liar.
Tak mau kalah Adel sengaja memegangi kepala Andre dan membuatnya lebih lama dan dalam menyentuh pori-pori kulitnya. Bahkan dengan sendirinya Adel terus menggoyangkan pantat dan menyentuh paha Andre, memainkannya di sana dengan sangat menikmati kebersamaan yang tidak bisa ia dapatkan setiap hari. Kalau dihitung-hitung dia sudah menjanda selama 4 tahun dan belum bisa menikah, karena dia tidak ingin jika harta warisan suaminya utuh jatuh ke tangan putrinya Viona.
Adel hampir ingin mengeluarkan ******* yang spontan dari mulutnya, tapi dengan sekuatnya dia menahan suara itu, dia tidak ingin Andre percaya diri dengan permainan yang dilakukannya.
****
"Kakak masih belum pulang ya." Kesal rasanya, Arin terus memandangi ke arah luar, dari langit yang cerah sudah berganti menjadi warna jingga.
"Tante! Viona mau makan." Rengek Viona. Pikiran Arin langsung terhenyak dia baru ingat jika Viona belum makan nasi dari sejak kedatangannya ke villa.
"Viona bener mau makan?" Tanya Arin menghampiri.
Viona diam tidak menjawab, dia juga menurunkan tangannya dari perut. Bola matanya bergerak ke bawah dan perlahan menggelengkan kepala.
"Apa ya, Viona gak apa-apa kan kalau kita makan malamnya nungguin Mama pulang?" Ucap Arin cemas.
Viona mengangguk dan kembali berjalan ke ruang kamar.
"Bener-bener ya Kak Adel sampe lupa anak lupa adik. Kemana sih dia? Viona udah lapar kan kasihan." Gerutu Arin terus mengepalkan tangannya. "Ah terserah dia aja, suruh siapa bikin kita kelaparan gini. Aku telpon Ibu ya. Rasain Kak Adel biar dia gak sekali-kali lagi seenaknya kaya gini." Hardik Arin memarahi Kakaknya yang masih belum datang.
Arin melihat ke sebuah jam dinding yang hampir jam 06.00 sore. Dia berlari melepaskan tali tirai untuk menutup jendela, sambil tangan yang satunya sibuk mencari kontak Ibunya itu.
"Halo Arin kenapa nelpon?" Ibunya langsung bertanya saat panggilan langsung masuk.
"Eh Ibu, ya Arin mau nelpon kenapa gak boleh?" Tanya Arin. "Gimana ya ngomong sama Ibu?" Ucap dalam hatinya.
"Em... Baru aja setengah hari udah nelpon, kata Ibu juga ngapain pergi ke vila kan Arin juga gak pernah pergi ke vila keluarga kita di sana." Ibunya mulai menyalahkan, tapi itu tidak terdengar sebagai menyalahkan karena Arin sendiri mengakui dia cukup menyesal pergi ke vila.
"Eh ia, Viona gimana? Dia udah makan?" Lanjut Ibunya menanyakan Viona.
Arin tertegun dia harus berbohong saja?
"Arin?" Panggil Ibunya lagi seperti tak memberi kesempatan Arin untuk berpikir.
"Ia Bu, tadi sih udah cuman makan camilan." Jawab Arin terdengar ragu-ragu.
"Kak Adel ada kan?" Tanya lagi Ibunya.
"Gak ada Bu." Jawab Arin pelan dia sangat berusaha untuk mengumpulkan keberanian dan menyampaikan maksud awal untuk menelpon Ibunya itu.
"Sudah Ibu duga. Adel selalu gitu ninggalin anak sama adiknya. Kamu pulang deh Ibu antar supir ke sana sekarang. Gak apa-apa kan nunggu sekitar 4 jam di villa?" Tanya Ibunya lagi di telpon.
"Ia Bu Arin tunggu aja."
"Astaga kalian pasti kelaparan di sana!" Ibunya terdengar sangat khawatir.
"Viona jagain ya! Kasih susu aja dulu sama suruh makan camilan yang ada."
"Aduh Adel bener-bener ya!"
Tiba-tiba telpon langsung terputus.
"Bu?" Seru Arin dan setelah mendengar suara telpon yang dimatikan, bahkan Ibunya tidak mengatakan apa-apa lagi dan langsung menutup telpon.
"Ini gak apa-apa kan? Lagian sih kakak yang salah." Ucap Arin pada dirinya sendiri. Dia terlihat tidak tenang dan terus mondar-mandir dengan hp yang masih di pegang oleh tangannya.
"Telpon kakak aja siapa tahu sekarang aktif." Seperti menemukan sebuah ide, Arin mencoba menelpon kakaknya lagi. Lagipula dia tidak ingin Ibunya marah dan masalah datang lagi di keluarganya.
Arin buru-buru menekan tombol panggil di layar hp nya. Dia terus menunggu dengan sabar sampai akhirnya dia kecewa karena Kak Adel masih tidak aktif.
"Tau ah salah Kakak." Gerutu Arin sambil berlalu dan menyusul Viona ke dalam kamar.
****
"Yang itu kayaknya Hp kamu yang bunyi." Andre memperingatkan.
Delia yang sering dipanggil Adel oleh keluarganya. Adel mengerutkan dahi seperti tak percaya, saat berhenti diam dia mendengar jelas bunyi dering hp nya.
"Ndre udah ya aku pulang dulu!" Ucapnya terburu-buru bahkan Adel tak melihat lagi ke arah kekasihnya yang masih tertidur.
"Bajunya rapihkan dulu!" Teriak Andre memperingatkan lagi.
Adel segera melihat ke arah bajunya yang berantakan, dia buru-buru merapihkan. Adel juga kembali memeriksa Hp dan melihat siapa yang sudah menelponnya itu.
"Ibu" Nama yang muncul di layar utama. Hatinya terasa tersentak segera melihat panggilan dari Ibunya yang tidak terjawab itu. Adel seperti sudah tahu pasti maksud dari panggilan itu, Ibunya sudah berpikir pasti ada masalah.
"Arin kamu nelpon Ibu?" Langsung tanya Adel saat panggilan berhasil masuk ke hp adiknya Arin.
"Siapa suruh lama." Komentar Arin terdengar menyalahkan.
"Ah Lu gimana sih malah telpon Ibu." Serang Adel balik memarahi Arin di telpon.
Tapi tiba-tiba telponnya terputus.
Tangan Adel meremas Hp nya dengan kesal. Dia yakin pasti Arin sudah mengadu.
"Tunggu aja ya!" Gerutu Adel sambil berjalan cepat menuruni anak tangga keluar dari rumah mewah yang di dalamnya dia sudah meninggalkan Andre kekasihnya.
"Mas! Anter aku ke alamat ini!" Ucap Adel saat melihat sebuah taxi sedang berhenti di pinggir jalan.
"Jangan pake lama ya!" Pintanya lagi. Supir hanya mengangguk. "Non paling cepet kurang lebih 1 jam dari sini. Itu juga saya gak bisa Anter sampai ke sana hanya sampai pangkalan taxi saja." Jelas supir di dalam mobil sambil mengintip Adel dari cermin yang duduk di kursi penumpang.
"Pokoknya jalan deh gak apa-apa sampai sana. Ingat ya harus cepet, ngebut aja!" Adel tak sabar harus segera pulang, membayangkan masalah yang disebabkan adiknya membuat dia geram. "Ibu pasti bakalan langsung ke vila, gimana ya ini?" Gumam Adel dalam hatinya.
*****
Ceritanya belum merujuk ke judul ya .hehe sabar ya biar penasaran.
jangan lupa + like + favorit. terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments