Perasaan Adel

Adel mencari dengan cemas saat kepergian Rendra dari hadapannya. Dia tertegun lagi beberapa saat hingga sebuah suara tak asing memanggilnya.

"Mama!" Seru Viona. Adel berbalik dan melihat Viona yang langsung menyambut tak sabar kedatangannya.

Kata-kata Rendra kini terngiang jelas, Rendra yang berpesan untuk menjaga kedua orang penting di hadapannya. Memang benar, jika tak ada mereka mungkin Adel tidak ada lagi tempat untuk pulang.

"Kakak tadi baik-baik saja kan di sana?" Tukas Arin menghentikan lamunan Adel yang sedang mengalir.

"Baik! Tidak ada apa-apa kok!" Dengan tegas Adel menjawabnya. "Sebaiknya kita sekarang pulang saja!" Seru Adel sambil memangku Viona yang saat itu sudah lebih dulu mengarahkan kedua tangannya ke atas.

"Sekarang kak?" Tanya Arin memastikan.

"Ia, sekarang saja." Adel menegaskan lagi kata-katanya.

"Mama tadi ada papa." Celoteh Viona memandangi Adel dengan manik mata yang secerah senyumannya juga.

Adel tak menjawab, dia hanya mendaratkan ciuman di dahi Viona.

"Vio takut gak?" Tanya Adel dengan diikuti tertawaan nya yang renyah. Sungguh pemandangan yang jarang sekali dilihat langsung oleh Arin. Kehangatan seorang ibu kembali terpancar dari sosok kakaknya itu, akhirnya Arin bisa menghela napas lega karena melihat kakaknya yang dulu sudah kembali.

"Eit, kamu mau kemana Rin?" Ucap Adel terburu-buru saat melihat arah jalan Arin menuju ke villa itu.

"Aku mau ambil barang-barang kak sepertinya barang-barang kita masih di sana kan?" Jawab Arin terdengar masuk akal.

"Sudah biarkan saja. Kita pokoknya pulang sekarang secepatnya ya!" Adel melarangnya.

Arin mematung mendengarkan keinginan Kakaknya itu, padahal apa yang salah jika harus mengambil barang-barang nya kan? Tapi Adel sangat tegas menolak.

"Ngapain berdiri saja? Ayo cepat!" Adel berteriak memperingatkan lagi. Arin berbalik dan sudah melihat kakaknya itu bersiap naik dan masuk ke dalam mobil. Tanpa berpikir panjang Arin berlari mengikuti, dia tidak mungkin berdiam saja apalagi mengikuti maksudnya tadi untuk mengambil barang-barang di dalam villa. Meskipun barang yang lain hanya stelan baju dan beberapa skin care yang masih baru disentuhnya. Tapi yang paling mengganggu pikiran Arin hanya HP nya saja yang dia tahu masih tergeletak di dalam kamar.

"Ini HP ambil!" Adel menyodorkan sebuah Hp yang langsung menarik perhatian matanya.

"Terimakasih kak!" Seru Arin sumringah saat tahu Hp nya masih sempat diselamatkan.

Adel kembali fokus untuk menyetir membawa mobilnya segera pergi dari villa. Sebagaimana yang diinginkan Rendra, dia ingin jika mereka pergi secepatnya kan?

Di dalam mobil Viona sibuk bercanda dengan Arin, keduanya bahagia meskipun sangat sederhana. Adel memperhatikan lagi Viona, seketika bayangan Rendra muncul. Hati Adel merasa tak tenang apakah tadi benar-benar Rendra? Apakah Dia? Adel semakin gusar tak bisa menyembunyikan perasaannya. Rasanya sekarang dia sangat malu setengah mati apalagi setelah 4 tahun dia melahirkan Viona yang memang biologisnya bukan anak Rendra, tapi tadi Rendra muncul dan memperhatikan Viona layaknya ayah kandung yang sangat ingin jika anaknya tetap baik-baik saja.

"Kak diam saja." Protes Arin. Perkataannya berhasil menghentikan pikiran Adel yang sibuk membayangkan kembali kejadian tadi.

Adel terlihat gugup dan ragu-ragu melihat ke arah Arin, tampak Viona sudah tidur. "Vio sudah tidur lagi, sangat cepat." Batin Adel. Dia kembali mengalihkan penglihatannya dan berusaha menata ulang perasaan yang saat itu benar-benar terasa tak tenang.

"Kak!" Seru Arin yang kembali membuat pikiran Adel terperanjat dan langsung memperhatikan ke arahnya. "Kak lapar!" Rutuk Arin mulai manyun. Adel melihatnya sekilas dan langsung menghamburkan pandangannya lagi, menarik napas mengatur perasaannya saat itu yang masih tak tertata senada dengan kesadarannya.

"Baik kita akan makan di restoran yang terdekat, kita coba amati ya selama perjalanan!" Adel memberikan kepastiannya sekaligus meminta Arin untuk memperhatikan sepanjang jalan yang dilalui.

Setelah mengatakannya Adel kembali fokus menyetir dengan mengurangi kecepatan supaya restoran tidak terlewatkan. Dia hanya diam saja sepanjang jalan.

"Kak!" Seru lagi Arin dengan nada bicara yang cukup membuat hati Adel terhenyak kaget.

"Apa sih Rin? Kakak kan fokus nih nyetir." Protes Adel yang sedikit tak nyaman dengan tingkah Arin.

"Kakak tadi di villa ngapain aja?" Tanya Arin yang sepertinya memang tak sabar ingin tahu dari tadi, tapi dia baru dapat kesempatan bicaranya sekarang.

"Tidak ada Rin." Jawab Adel, padahal garis wajahnya tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang menyelimuti Adel saat itu.

"Kak!" Panggil lagi Arin.

Adel menggeleng kepala memutar matanya yang kesal karena terasa terus diganggu. "Rin, kakak kan fokus nyetir nih." Jelasnya dengan nada bicara yang sudah memperlihatkan kekesalannya itu.

"Sebenarnya Kak, Viona dan Arin ada sesuatu di villa. Jadi ada yang menakutkan di sana." Terang Arin membuka topik tentang makhluk yang sudah Adel lihat di sana.

"Ngomong apa sih kamu Rin, yang jelas deh. Ah udah jangan ngajak lagi ngobrol kakak gak bisa tenang nih nyetir nya." Alih-alih Adel bersikeras menghentikan obrolan penting yang ingin Arin sampaikan, atau memang dia sengaja melakukannya. "Arin juga melihatnya, apa dia juga melihat Rendra?" Batin Adel yang masih tidak bisa mengendalikan hati dan pikirannya agar tenang.

Arin langsung manyun, padahal dia pikir bisa berbicara dengan mudah mengadu kejadian itu pada Kakaknya. Tapi saat menarik matanya melihat Adel yang hanya diam saja dan terlihat cukup gusar, hal itu sudah membuat Arin menyerah dia tidak mungkin menambah mood buruk bagi kakaknya. Lagi pula sekarang masih di jalan, mungkin dia akan mendapatkan kesempatan lain setelah nanti di restoran.

Arin mengalihkan matanya ke arah layar Hp, dia baru sadar dari tadi hp nya masih tak tersentuh. Saat layar kunci terbuka matanya langsung fokus pada banyak panggilan yang tidak terjawab dan itu berasal dari Ibunya.

"Kak ibu dari tadi nelpon kayaknya. Aku telpon balik aja?" Tanya Arin merasa cemas karena sudah melewatkan beberapa panggilan dari Ibunya.

"Udah nanti telponnya kalau kita udah sampai restoran aja!" Saran Adel.

******

"Ngapain kamu mondar-mandir terus di depan pintu?" Tanya Oma yang langsung menyerang Ibunya Arin dengan pertanyaan kesal.

"Anak-anak belum pulang juga, supir susah dihubungi." Jelasnya yang masih tidak bisa diam berjalan kesana kemari.

"Telpon aja langsung anak-anak ngapain nunggu supir? Bereskan!" Jawab Oma dengan enteng.

"Ia Oma aku coba telpon deh."

Beberapa kali dicobanya, di tekan nama "Arin." di latar hp dan dipanggilnya beberapa kali. Tapi panggilan tak kunjung diangkat juga.

"Mereka gak jawab telponnya dari tadi. Bagaimana ya ini?" Keluh Ibunya Arin terlihat sangat cemas.

"Lagi di luar mungkin, udah ah kamu ini kayak gak tahu anak muda aja. Jam segini tuh jam nya sarapan, mungkin mereka lagi keluar cari makan. Udah nanti coba ditelpon lagi!" Saran Oma nya yang merasa bahwa Ibunya Arin terlalu berlebihan.

"Supir juga gak angkat telponnya." Ternyata Ibunya Arin masih tidak menyerah, alih-alih mendengarkan keluhan yang justru sangat beralasan bagi seorang ibu. Tentu saja dia khawatir karena kedua putrinya tidak bisa dihubungi, apalagi supir yang seharusnya sudah membawa anak-anaknya pulang tak kunjung ada kabar. Firasat seorang Ibu langsung mengatakan jika ada sesuatu di sana. Tapi apa yang bisa dilakukannya? Apakah harus pergi menyusul? Masalahnya Oma tidak akan mengizinkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!