Ada sesuatu di kamar Tante!

Pintu masih terus digedor seperti orang berusaha ingin masuk ke dalam.

"Siapa sih?" Arin berteriak lagi. Perasaannya sangat takut, dia melihat ke arah Viona yang diam tidak mengatakan apapun lagi tentang hantu yang disebut papa.

"Vio! Papanya gak ada ya sekarang?" Tanya Arin penasaran.

Viona menggelengkan kepala. "Papa pergi keluar gak tahu." Jawab Viona.

Arin baru saja mendengar penjelasan Viona dan langsung merasa kecewa.

"Kok bisa-bisanya aku percaya sama Vio, dia kan asal bicara." Ucap Arin dalam hatinya.

"Vio tadi nanyain koin, buat apa emang koinnya ada kok disaku Tante." Arin baru saja teringat tentang koin itu, dia sudah menanyakannya dan meraba ke saku celana bermaksud untuk mengambilkan untuk Viona.

"Udah Papa ambil Tante." Ucap Vio.

Matanya langsung melotot mendapati koin yang sudah hilang di saku celana. "Vio koinnya kok hilang sih, tadi kan Tante belum kasih kamu." Celoteh Arin.

"Tante ini, kan udah aku bilang koinnya dibawa Papa!" Teriak Vio jengkel karena Arin terus menanyainya pertanyaan yang sama.

"Kenapa bisa kebetulan sih." Gumam Arin. "Papa kamu udah ambil buat apa?" Tanya Arin. Dan suara gedoran pintu pun berhenti.

Arin tertegun tak percaya, mundur dan melihat ke arah pintu dengan heran. "Udah berhenti Vio?" Ucapnya.

"Papa!"

"Papa!"

Teriak Viona memanggil ayahnya itu.

"Gak apa-apa emangnya Vio kalau kita buka pintunya?" Arin ketakutan dengan yang terjadi baru saja.

"Ayo Tante cari Papa!" Rengek Vio menggoyangkan tangan Arin dan berusaha menariknya untuk membuka pintu.

"Kalau tiba-tiba ada orang muncul gimana?" Asumsi Arin masih tidak bisa tenang.

"Papa! Vio cari Papa." Viona masih memelas agar Arin cepat membuka pintunya.

"Aduh gimana sih ini, aku buka saja? Gimana kalau orang jahat tadi emang sengaja nunggu di luar?" Gumam Arin pada dirinya sendiri.

"Jangan dek Vio, Tante takut kalau di luar pasti ada orang jahat nanti culik kamu, Tante gak mau ya!" Paksa Arin.

"Papa! Papa Vio." Rengek Viona dan akhirnya dia menangis karena tidak juga dituruti Arin.

"Jangan nangis dong Tante bukain ya pintu nya sekarang!" Bujuk Arin. Mau tidak mau dia terpaksa membuka pintu. Matanya mengintip sedikit ke luar di balik pintu mengawasi seisi ruangan dengan teliti. Pintu dapur dan pintu di ruangan sebelah masih tertutup seperti semula, apalagi pintu utama juga tertutup. Akhirnya Arin berani melangkah keluar, tanpa disangka Viona memaksa keluar dengan tubuhnya yang kecil tidak berhasil Arin tahan. Viona berlari ke arah pintu keluar membuat Arin sampai melotot cemas.

"Vio jangan dibuka pintunya!" Sebut Arin berlari menyusul Viona. Berhasil, beruntung tangannya menahan pintu.

"Vio mau cari Papa, Tante awas!" Viona menatap Arin dan memohon lagi. Arin menggelengkan kepala dia tidak mungkin harus membiarkan Viona keluar, selain hari sudah malam dan juga siapa yang akan menjamin jika di luar sana itu aman.

"Jangan keluar ya! Takut kalau ada Om jahat gimana? Vio ngerti deh!" Arin hampir kesal, dia tidak punya cara untuk meyakinkan Viona dengan cara apalagi. Jika tidak dituruti pada akhirnya anak kecil hanya bisa nangis. "Tante takut Vio. Kamu udah deh jangan mau buka-buka pintu lagi. Sekarang di sini gak ada siapa-siapa, Mama juga belum kembali. Kalau terjadi apa-apa emangnya Vio bisa lawan orang dewasa kaya Tante dan orangnya jahat?" Jelas Arin berusaha dengan kemampuannya agar Viona mau menurut.

Viona terus memandangi Arin dengan polosnya, dia menggelengkan kepala. Tapi sepertinya bukan karena mengerti dengan perkataan Arin tapi lebih tepatnya takut dengan reaksi Arin yang sudah terlihat kesal.

"Nah gitu! Pokoknya jangan keluar ya kita tetap di dalam!" Tekan lagi Arin memberikan Viona sebuah pilihan.

Viona mengalihkan penglihatannya dengan manyun. Saatnya matanya bergerak ke arah lantai dia melihat koin milik Tante yang masih tergeletak di sana. Tanpa berpikir Viona berlari lagi membuat Tantenya harus jantungan karena ulahnya.

"Vio!" Teriak Arin.

"Tante! Papa udah ninggalin lagi ini!" Viona menunjukkan koin dari tangan kanannya.

Sepasang matanya terbelalak melihat sebuah koin yang muncul di tangan keponakannya itu. "Itu kok ada di sana?" Komentar Arin masih heran.

Arin segera mengambil koin itu dari tangan Viona. "Ini koin yang tadi loh Vio, kok bisa ada di sini ya?" Arin berbicara pada Viona tapi sepertinya Viona tak mengerti dengan perkataan Arin, dia hanya melongo menatap Arin sebagai anak kecil yang baru berusia 4 tahun.

Tanpa mengatakan apapun lagi Arin kembali menyimpan di saku celananya.

"Sekarang kita telpon Mama, kira-kira berapa lama lagi dia sampe sini!" Ajak Arin sambil meraih tangan kanan Vio.

Lagi-lagi Vio menolak tidak membiarkan tantenya membawa dia ke dalam kamar itu lagi.

"Kok gak mau sih? Ayo kita telpon Mama! ?hp Tante kan di dalam sana." Terang Arin.

Viona malah menunjuk sesuatu ke arah kamar dengan jari telunjuknya tanpa mengatakan satu patah kata pun.

Arin mengikuti jari Viona dan seperti mimpi karena Viona menunjuk ke arah kamar seolah mengatakan jika di dalam sana ada sesuatu.

"Ada apa sih? Cepetan ah dari tadi Vio nakutin Tante terus." Protes Arin, padahal dalam hatinya sendiri dia takut ketika Viona bertingkah seperti itu.

"Orang lain Tante, itu ada orang!" Sebutnya sambil tetap menunjuk.

"Vio takut!" Bahkan Viona menjerit ketakutan dan memegang kaki Arin dengan erat, menyembunyikan wajah dan matanya.

"Apa sih? Vio ah terus nakutin terus, gak ada apa-apa padahal kan!" Arin terus mengelak dan lumayan kesal dengan tingkah keponakannya yang selalu aneh-aneh saja.

"Tante. Papa kemana ya gak jagain lagi, Vio takut." Ucap Vio dengan polosnya sampai terdengar menangis.

"Udah ya di sana gak ada apa-apa kok Vio jangan lihat mereka, Tante aja gak lihat mereka kok!" Arin terus menenangkan Viona dengan wajah murung dan menghapus tangisan yang jatuh dari matanya itu. "Sekarang Vio lihat Tante!" Arin mengarahkan mata Viona agar tepat memperhatikan sepasang matanya. "Di sana gak ada apa-apa, Vio gak lihat mereka okey!" Tante nya meyakinkan Viona.

"Yu kita pergi sekarang!" Ajaknya setelah melihat Vio yang berhenti menangis.

Viona menganggukkan kepalanya, dia menuruti apa yang dikatakan oleh Arin. Tapi sebagai orang dewasa memang jarang bisa melihat apa yang dilihat oleh anak kecil, perbedaannya sangat besar.

Arin menghembuskan napas lega dia berbalik dan menghadap kamar.

Jantungnya terasa tersentak begitu saja, bahkan aliran darahnya terasa memanas di sekujur tubuh berpacu dengan debaran jantungnya yang tak biasa. Kedua pasang mata Arin melotot dan sepertinya sesaat dia tidak bisa bernapas. "Se-setan!" Teriak Arin sejadinya bahkan lebih parah dari yang dilakukan Viona saat ketakutan.

Tak berhasil berlari karena sosok yang dilihatnya di kamar sudah ada tepat berhadapan dengan Arin saat itu. Sepasang bola mata hitam penuh, kelopak mata cekung ke dalam dan menghitam seperti mata panda, wajah pucat yang terlihat hiasan garis biru dari urat wajah dimana-mana, dan saat membuka mulutnya Arin melihat jelas di kedua sisi gigi taring panjang keluar. Tapi hanya beberapa detik, satu kali menarik napas sosok itu langsung menghilang. Arin sangat ketakutan tapi dia memberanikan diri memastikan ke seluruh sudut ruangan dan pintu di depan sudah terbuka dengan sendirinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!