Mama Viona

"Duh hari sudah semakin gelap." Keluh Arin masih menggendong Viona di tangannya.

"Tante, Mama gak ada di sini ya?" Tanya Viona tiba-tiba.

Arin menatap mata Viona yang sendu, dia tahu Viona sudah menyadarinya jika Kakaknya itu sedang tidak ada di villa.

"Viona gak apa-apa ya di villa nya sama Tante? Kan biasanya juga gitu."

Viona masih manyun dan tidak menjawab.

"Duduk dulu ya Tante siapkan dulu susu, Viona pasti lapar." Ucap Arin menenangkan Viona yang duduk di atas sofa. Arin melihat Viona yang terus memandangi ke arah kaca dengan tatapan sedih. Viona pasti sangat ingin jika Ibunya cepat pulang.

"Viona jangan turun dari kursi ya nanti jatuh, Tante mau ambil susu dulu di mobil." Seru Arin memperingatkan. "Keterlaluan sih Kakak gak bawa barang-barang masuk dan udah maen pergi aja!" Gerutunya sendiri sambil berjalan keluar dan mengunci pintu.

"Pasti udah lumayan lama gini, tapi kok belum juga pulang bahkan nelpon?" Pikir Arin.

Dia duduk dulu di kursi penumpang dengan botol dan kaleng susu yang sudah di ambil dari dalam koper dan diletakkannya di kursi. Arin merogoh Hp di saku celananya berniat untuk segera menelpon Kakaknya itu.

Di tekannya nama dan langsung muncul kontak Kakak Arin "Adel." Dia sentuh tombol panggil di layar touchscreen.

[Panggilan yang anda tuju sedang di luar jangkauan] Suara yang terdengar.

"Ah sial. Kakak selalu saja susah dihubungi kaya gini, apa dia gak mikir ya udah menelantarkan anak dan adiknya berdua di villa yang jauh dari tetangga kaya gini." Ucap Arin kesal. Rasanya dia ingin membanting hp itu kemana saja.

"Sekarang ngapain ya? Telpon Ibu aja?" Ucap Arin pada dirinya sendiri. "Ibu pasti ngomel dan marah setelah itu gak akan pernah lagi diizinin keluar rumah." Gerutu Arin. "Sial!" Ditendangnya kursi yang ada di depannya dengan emosi.

"Viona." Ucap Arin setelah melihat susu tergeletak di sampingnya.

"Gara-gara Kakak aku sampe lupain Viona, aduh!" Arin berlari sambil tak hentinya terus mengomel.

"Viona! Tante udah bawa susunya ya." Teriak Arin dari luar, padahal dia juga belum selesai membuka kunci.

Ternyata Viona masih duduk seperti tadi di kursi. Beruntung sekali tidak lagi membuat Arin harus kesal karena tingkah Viona.

"Tante! Mama Viona mana?" Tanya Viona.

"Em. itu Mamanya..." Pikir Arin berusaha mencari alasan dia juga terlihat gugup. "Mama Viona lagi di jalan mau pulang, Viona tunggu ya!" Jelas Arin sambil berlalu ke arah ruang dapur.

"Papa, Mama gak pulang deh kayaknya hari ini. Viona takut Mama gak mau ketemu Viona lagi, gimana kalau Mama emang gak bakalan kesini lagi?" Viona mengobrol dengan sosok yang tidak pernah bisa dilihat oleh siapapun, bahkan oleh tantenya sendiri.

Orang yang disebut Papa oleh Viona memang adalah Ayah kandung Viona yang sudah meninggal sejak di hari kelahiran Viona. Sebuah kecelakaan langsung membuat Ayahnya pergi. Cukup aneh memang jika Viona bisa mengenali Ayahnya itu Tapi siapa sangka dan siapa yang tahu juga jika Ayahnya sudah mengikuti Viona sejak dia masih kecil hingga sekarang, karena itu Viona terbiasa dan kenal baik dengan sosok Ayahnya.

"Vio sama Tante aja kan biasanya juga suka main lama banget berdua sama Tante." Suara samar terdengar membisik di dimensi lain hingga menembus indera pendengaran Viona.

"Mama selalu ninggalin Vio." Komentar Viona seolah dia protes dengan sikap Ibunya. Usianya saja yang boleh masih 4 tahun, tapi bagi Viona kecil dia bisa dikatakan sangat sensitif dengan perasaan orang lain disekelilingnya. Ketika Ibunya tidak pernah ingin bermain atau mengurus Viona untuk makan minum. Viona bisa tahu dengan nalurinya apa yang dikatakan hati ibunya.

"Mama tetep sayang Vio, mana ada Ibu yang gak sayang anaknya kan?" Ayahnya selalu berusaha menghapus ingatan buruk tentang isterinya itu Dimata Viona, dia tidak ingin jika Viona sampai berpikir seperti itu. Viona hanya punya Adeliya sebagai satu-satunya orang tua yang dia miliki.

Viona memandangi mata Ayahnya. "Papa, Vio mau banget kalau Papa terus temenin dan main sama Vio." Ucapnya penuh harapan. Tapi sebenarnya dalam hati Viona sangat merindukan Ayahnya itu.

"Papa akan selalu ada buat Vio. Tinggal panggil aja Papa pasti udah ada." Ucapnya dengan ceria, berharap jika kepergiannya bukanlah kesedihan bagi Viona.

"Viona masih gak bisa sentuh papa!" Komentarnya saat Ayahnya bicara Viona langsung diam-diam kembali meraba tangan Ayahnya itu.

"Udah ah biasanya juga gak masalah kan!" Rendra berusaha mengalihkan situasi saat itu.

"Pa, kenapa gak temuin Mama juga?" Tiba-tiba tanya Viona dengan polosnya.

Rendra memandangi sepasang mata yang sangat mirip dengan isterinya. Dia tersenyum kecil, bingung sebenarnya karena orang yang hanya bisa lihat dirinya hanyalah Viona, anak semata wayang yang sudah dia tinggalkan setelah dilahirkan.

"Papa sering kok lihat Mama, Papa selalu jagain kalian semua." Jelas Rendra pada putri semata wayangnya. "Kasihan sekali Viona, kalau dia tahu bahwa Ibunya itu telah melahirkan dirinya dari lelaki lain, pasti hatinya hancur." Ucap Rendra dalam hatinya. Dia tidak pernah ingin mempermasalahkan perselingkuhan yang dilakukan Deliya bahkan setelah tahu bahwa Viona bukanlah anaknya, Rendra tetap menyayangi Viona seperti anak semata wayangnya.

"Papa bilangin Mama cepet pulang, Viona mau Mama!" Rengek Viona. Perkataan yang keluar dari seorang anak yang diusianya sangat merindukan sosok Ibu.

"Viona susu sudah datang." Seru Tantenya Viona adik dari Adel itu dengan ceria. Ditangannya dia memegang botol susu dan juga camilan ya g dia ambil di mobil.

"Beruntung sekali Viona memiliki orang-orang di sekelilingnya yang sangat baik." Puji Rendra pada adik iparnya. Jika diingat-ingat lagi Viona lebih dekat dengan adik iparnya ini, karena Adel selalu pergi menemui kekasihnya di luar. Sekarang pun Adel pasti menemui kekasihnya, dia sampai lupa waktu. Rendra menghela napas menahan sabar yang sebenarnya di dalam dadanya emosi itu kian ingin cepat meledak keluar.

"Viona lihat apa sih? Tante penasaran banget." Tanya Arin tersenyum berharap jika ponakannya itu mengatakannya.

"Papa Viona. Papa tuh ngajakin Viona main dari tadi, katanya Papa akan selalu jagain semua orang." Ucap Viona polos dengan perasaan takjubnya karena memiliki Ayah yang selalu ada di samping Viona.

Arin hanya bisa tertegun takut, ternyata penglihatan anak kecil tentang roh orang meninggal atau hantu seperti yang dikatakan orang terjadi pada ponakannya itu. Arin tak menjawab dan tidak bicara lagi. Dia tak tahan sedikit jawaban yang selalu dikatakan oleh ponakannya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!