"Mama ... jadi jalan-jalan kan?" suara gadis kecil itu begitu nyaring terdengar dari balik pintu, Catherine yang sedang memainkan ponselnya itu bergegas melompat turun dari ranjang. Rama hanya tersenyum kecut, lalu ikut berdiri dan melangkah di belakang Catherine.
"Jadi, ayo berangkat sekarang." guman Catherine dengan penuh semangat.
"Ayo! Ayo Pah, kita berangkat!" ajak gadis itu riang.
"Tapi tunggu dulu, ada syaratnya!" Rama menarik tangan Ayesha, lalu menatap mata gadis itu lekat.
"Apa? Kenapa pakai syarat segala sih, Pah?" protes Ayesha tak suka.
"Hanya kita bertiga yang pergi, gimana?"
Ayesha tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Lalu ia menarik tangan Rama dan Catherine untuk turun ke bawah.
"Mbak, kita pergi bertiga ya. Kalian bisa istirahat dulu." pamit Rama pada dua orang baby sitter Ayesha.
"Baik, Bapak. Terimakasih." guman mereka lalu melangkah ke belakang.
"Yakin kita hanya bertiga?" tanya Catherine sambil menatap Rama yang tengah menggendong Ayesha itu.
"Tentulah, ayo!" Rama bergegas menarik tangan Catherine keluar rumah.
Catherine sedikit kikuk, namun ia hanya menurut saja ketika kemudian Rama membukakan pintu untuknya. Ayesha yang semula berada dalam pelukan ayahnya, kini memilih duduk di atas pangkuan Catherine. Gadis itu tampak sangat suka berdekatan dengan ibu tirinya itu.
"Ma, kenapa sih dulu sekolahnya di Jogja?" tanyanya polos, betulkan kemarin mama barunya itu cerita kalau dia sekolah di Jogja?
"Oh, kemarin lolos SNMPTN di UGM, jadi ya sekolahnya disana." jawab Catherine sambil mengelus kepala gadis itu.
'Cih, padahal karena ingin dekat sama si calon dokter itu kan?' guman Rama dalam hati, memang sosok itu perlu ia waspadai, tampan, muda, calon dokter, mantan pacar istrinya lagi. Dan yang lebih menyesak kan dada, Catherine mencintai laki-laki itu, bukan dirinya.
"Mama sudah lulus sekolahnya? Atau habis ini mama mau balik ke Jogja?"
'Sebenarnya sih aku ingin kembali, Yes. Aku ingin kembali kesana, bertemu dengan dia ...'
'Kembali? Tak akan papa biarkan mama mu ini kembali kesana!' gerutu Rama dalam hati, kenapa sih Ayesha pakai tanya begitu?
"Mama sudah pindah sekolah ke sini kok, jadi nggak akan balik ke Jogja." jelas Rama lebih dulu.
"Asyik dong kalau gitu, jadi nanti tiap hari bisa nemenin Ayesha main kan ma? Kalau papa mah bohong Mulu!"
Rama sontak melotot, ia menatap Ayesha yang memasang muka masam itu.
"Siapa yang bohong, papa nggak bohong kok." guman Rama berkelit.
"Bohong, katanya mau pulang cepat, eh tengah malam baru pulang. Apa namanya itu kalau nggak bohong?" cecar Ayesha polos. "Ma, marahin tuh papa, suka bohong. Jangan. percaya deh."
"Ayesha ...," panggil Rama pelan. "Papa nggak bermaksud bohong, cuma kadang perkejaan sedang banyak-banyaknya, jadi telat pulang."
"Sama aja, awas nanti mama ngambek kalau papa bohongi terus!" ancam Ayesha sambil merengut.
Sontak Catherine tertawa, ia makin jatuh hati pada gadis polos dalam pelukannya itu. "Tenang, setelah ini Mama jamin papa mu nggak akan berani bohong lagi." guman Catherine sambil menatap dalam manik mata itu.
"Bener ya ma, kalau bohong lagi suruh saja tidur di teras rumah."
Rama menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Kenapa harus diteras rumah kalau rumahnya itu punya belasan kamar tidur? Astaga. Lagipula tidur bersama Catherine atau tidak sama saja kok. Ia belum mau Rama sentuh bukan?
Catherine dan Ayesha sibuk bercerita tentang sekolah Ayesha, kegiatan sehari-hari gadis kecilnya itu. Sementara Rama hanya menyimak sambil memperhatikan keduanya dari tempatnya duduk. Ia tahu betul bagaimana Ayesha, dan ia tahu bahwa gadis kecil itu sudah amat mencintai ibu tiri barunya itu.
***
"Mau eskrim?" tanya Catherine ketika mereka melewati stand eskrim.
"Mau!" teriak Ayesha antusias.
Rama pura-pura tidak mengerti, ia pura-pura sibuk dengan smartphone nya hingga kemudian Catherine mencolek pinggangnya.
"Eh ... kenapa?" tanyanya kaget.
"Mau eskrim juga?" tanya Catherine sambil menatap Rama.
"Apa? Gimana?" Rama sedang menggodanya, dan Catherine tahu itu.
"Sayang mau eskrim?" ulangnya sambil menekan suaranya di kata Sayang, ia tahu betul itulah yang suaminya inginkan.
"Oh, mau dong! Yang cokelat ya sayangku." Rama tersenyum lebar, ia hendak merogoh dompetnya ketika Catherine sudah pergi lebih dulu sambil menggandeng Ayesha.
"Hei, sayang! Tunggu!"
Tapi Catherine tidak peduli, ia sudah asyik memesan sambil menentukan topping apa yang mau mereka pesan.
Rama bergegas menyodorkan debit card miliknya dan menerima eskrim miliknya dari karyawan kedai itu.
"Mas ini ...." Catherine hendak mengulurkan selembar uang ketika kemudian tangan Rama mencegahnya.
"Sejak kapan istri jadi yang neraktir suami?"
Catherine tersenyum, ia menganggukkan kepalanya lalu kembali memasukkan uang itu kedalam tas nya. Wajahnya sedikit memerah tiap laki-laki itu menyebut dirinya 'suami'. Rasanya sampai sekarang Catherine belum percaya kalau dia sudah menikah. Terlebih Rama benar-benar belum menyentuh dirinya sama sekali.
"Pah, mau beli baju baru!" renggek Ayesha sambil menunjuk dept store kenamaan itu.
"Habiskan dulu eskrim mu. Dilarang masuk kesana sambil bawa eskrim." titah Rama tegas.
"Oke baiklah!" dengan paruh Ayesha menghabiskan eskrim nya hingga kemudian ia heboh menunjuk-nunjuk stroller bayi yang melintas di hadapan mereka.
"Mah ... Pah, besok kita jalan-jalan berempat kayak gitu ya? Nanti papa yang dorong stroller nya dedek bayi, mama jalan sama aku." gumannya begitu polos dengan senyum melebar.
Sontak Catherine dan Rama yang masih menikmati eskrim mereka tersedak bersamaan. Catherine langsung syok tak percaya menatap wajah polos Ayesha yang masih menunjuk kereta dorong bayi yang sudah berjalan menjauh itu.
"Kamu kepengen punya adik?" tanya Rama menggoda.
"Pengen, yang cewek ya pah. Ya ya ya ... boleh kan mah?" renggek Ayesha pada Catherine yang masih membeku di tempatnya berdiri itu.
Ayesha minta adik? Dan itu artinya dia harus melakukan itu dengan bapaknya? Astaga, pikiran Catherine kemana-mana. Adegan-adegan panas itu berputar dalam pikirannya. Ia memang belum pernah melakukan, tapi adegan film di flashdisk Binsar dulu kembali berputar dalam memorinya.
"Boleh." jawab Rama santai, dan itu makin membuat Catherine melotot tajam. "Tapi nunggu mama selesai sekolah dulu ya, kasian mama nanti." bujuk Rama sambil tersenyum.
"Sebentar lagi kok, makanya nanti kalau mama dirumah lagi belajar jangan diganggu lho ya, biar sekolahnya cepat selesai."
Catherine terharu dengan bagaimana Rama membujuk Ayesha, sebuah permintaan yang wajar bukan sebenarnya untuk anak sekecil Ayesha, ingin punya adik, saudara. Apalagi setelah tahu ia punya mama setelah ia kehilangan mamanya sejak ia lahir dulu.
Catherine merasa kejam pada gadis kecil itu, tapi mau bagaimana lagi, hatinya belum bisa menerima semua ini! Ia belum bisa menerima ayah dari anak itu sebagai suaminya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
mii
suuukaaaaaa
2020-11-03
0
dian andri
ayo rama semangat...
2020-11-02
0
Cici Arrsih
kok masih dikit ya yg like?
padahal novelnya bagus bgt lo
2020-10-24
1