Hari ini Catherine tepat berusia dua puluh tahun. Agus benar-benar menangis hari ini! Ia harus menikahkan Catherine dengan laki-laki itu, mau atau tidak mau, setuju atau tidak setuju, Catherine harus menikah dengannya kalau ia ingin kelangsungan bisnisnya berjalan lancar.
"Ma ...." panggil Agus lemah, matanya memerah.
"Lho kenapa? Ada apa?" tanya Nina yang terkejut mendapati suaminya itu menangis.
"Aku jahat sekali, aku jahat!" desisnya sambil memukul tembok yang yang ada didepannya.
Nina begitu panik, sebenarnya apa yang terjadi pada suaminya? Kenapa ia sampai menangis seperti ini?
"Coba ceritakan pelan-pelan." bujuk Nina sambil mengelus lembut pundak suaminya.
"Kau tahu Rama Astungkoro?" liriknya pada sang istri.
"Pengusaha tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu?" ujar Nina balik bertanya, siapa sih yang tidak kenal dengan duda kaya beranak satu itu?
"Iya menginginkan Catherine! Sejak ia melihat Catherine di acara sweet seventeen dulu itu, ia langsung tertarik dan menemui ku." guman Agus kembali terisak.
"Apa? Laki-laki itu mau menikahi Catherine?" Nina tersentak tidak percaya. Laki-laki itu seumuran adiknya! Ia bahkan sudah tiga puluh tahun sekarang!
"Iya, ia bisa melakukan apapun katanya, dan kelangsungan usahaku ada di tangannya."
"Tapi kan Catherine sudah punya calon pilihannya sendiri!" desis Nina dengan linangan air mata.
"Aku sudah bilang, sudah aku jelaskan bahwa status ku juga cuma ayah tirinya. Tapi Rama tidak peduli! Sama sekali tidak peduli!"
"Lantas bagaimana?" desah Nina lirih. Ia tahu betul siapa Rama Astungkoro itu, kekayaannya mungkin bisa untuk melunasi hutang negara ini ke bank dunia, jadi bisa apa mereka melawannya?
"Bunuh saja aku, Nin!" desis Agus putus asa.
Nina hanya membeku dalam diam, ia sendiri bingung apa yang harus ia lakukan. Ia menatap nanar foto Catherine yang terpajang di dinding. Puteri satu-satunya itu, haruskah kebahagiaannya ia korbankan?
***
"Happy Birthday, Sayang!" guman Wilson ketika Catherine sudah masuk ke mobilnya. Bunga mawar dan kue kecil itu sudah ia siapkan, sejak sebelum berangkat kuliah tadi.
"Makasih, ya ampun kamu ingat ya!" mata Catherine memerah, kejutan kecil ini benar-benar membuatnya tersentuh.
"Selalu dong. Ciye yang udah kepala dua!" godanya sambil menyerahkan bunga itu pada gadisnya.
"Ihh ... apaan sih!" Catherine menerima bunga itu dengan wajah memerah.
"Sudah siap nikah?' tanya Wilson sambil menatap dalam mata itu.
Sontak Catherine terpaku, ia membalas tatapan mata itu. "Kita mau langsung menikah?"
"Tunangan dulu saya, sebentar lagi aku pendadaran, wisuda, kita lamaran dulu ya." gumannya sambil menggenggam erat tangan Catherine.
Gadis itu hanya mengangguk pelan, hingga kemudian ketika Wilson mendekatkan wajahnya, ia tetap diam di tempat. Hingga kemudian bibir basah itu menyapu lembut bibirnya. Hanya sebentar, namun itu berhasil membuat wajahnya memanas. Ia menatap laki-laki yang beberapa bulan lagi sudah dah menjadi sarjana kedokteran itu. Wajahnya pun sama merahnya.
"Terimakasih kau mau bertahan bersama denganku hingga saat ini, Cat."
***
Agus dan Nina masih saling terdiam dan terisak di tempatnya masing-masing. Pikiran mereka entah kemana, yang jelas mereka sudah cukup lama saling diam di ruang tamu rumah mereka.
Nina tahu betul Catherine begitu mencintai Wilson! Ia tidak mungkin memaksa Catherine menikahi laki-laki yang bahkan tidak ia kenal itu. Apalagi selisih umur mereka cukup jauh. Namun jujur Nina sedikit takut dengan anacaman Rama. Ia bukan orang sembarangan! Presiden pun bisa ia lobi! Apalah dia yang hanya general manager salah satu hotel bintang lima di Jakarta, dan Agus pun hanya seorang pengusaha konveksi yang tidak begitu besar. Bisa apa mereka melawan?
Belum sempat mereka saling bicara, suara ketukan pintu terdengar. Sontak mereka saling pandang, Agus menyeka air matanya lalu melangkah untuk membukakan pintu. Matanya terbelalak melihat siapa yang datang mengetuk pintunya.
"Selamat siang calon Papa mertua." sapanya sambil mencium punggung tangan Agus.
"Anda ... Anda kemari?" tanya Agus tidak percaya.
"Tentu, hari ini Catherine sudah genap dua puluh tahun bukan? Saya sudah lama menanti saat ini, Pa!" jawab Rama sopan.
"Silahkan masuk!" guman Agus tidak mampu banyak berkata-kata lagi.
Rama melangkah masuk ke dalam, dan Nina benar-benar tidak percaya bahwa pengusaha muda itu benar-benar kemari! Ia benar-benar serius dengan keinginan untuk menikahi putrinya.
"Silahkan duduk!" guman Agus dengan mata memerah.
"Terimakasih," guman Rama setelah menyalami Nina yang masih terisak itu.
"Sebelumnya saya mohon maaf, seperti yang dulu pernah saya katakan, bahwa saya hanya papa tiri Catherine. Dan saya tidak berhak menentukan atau memutuskan dengan siapa dia menikah." guman Agus sambil menundukkan kepala.
"Kalau begitu, saya minta izin kepada Anda, untuk menikahi Catherine." guman Rama sopan pada Nina.
"Tapi dia sudah memiliki kekasih, Pak." guman Nina lirih.
"Jangan panggil saya Pak. Panggil saja Rama." guman Rama yang masih tampak begitu tenang itu. "Saya tidak peduli, saya menginginkan dirinya."
"Lantas bagaimana kami harus bilang kepadanya?" Nina menatap laki-laki itu dengan linangan air mata.
"Saya serahkan itu pada Anda, yang jelas Minggu depan saya ingin pernikahan itu sudah dilaksanakan. Saya sudah menunggunya selama tiga tahun."
Agus dan Nina menghela nafas panjang.
"Saya bahkan sudah merancang semua pesta pernikahan saya dengan Catherine. Semua sudah lengkap dari gaun, makeup, hotel untuk resepsi, semua sudah saya siapkan."
Dada Agus dan Nina makin sesak, astaga bahkan semua sudah disiapkan oleh laki-laki itu. Tapi bagaimana mereka mengatakan hal itu kepada Catherine? Dan bagaimana kalau Catherine menolak?
"Bagaimana kalau dia ...."
"Saya tidak peduli, saya tidak ingin ada penolakan! Semua harus berjalan sesuai dengan apa yang saya mau. Saya bisa melakukan apapun."
Kalimat itu terdengar begitu halus dan sopan, tapi kalimat itu seolah langsung menusuk ke dalam hati Agus dan Nina. Sejenak mereka saling pandang, dan kemudian menganggukkan kepalanya pelan.
***
"Kenapa aku harus pulang?" tanya Catherine ketika malam itu Nina menelponnya.
"Pulanglah dulu, mama papa ingin bicara sesuatu."
Catherine mengerutkan keningnya, "Tidak bisa bicara lewat telepon?" tanya Catherine sambil rebahan di kasurnya.
"Tidak, Sayang. Pulanglah, Mama sudah pesan kan tiket!"
"Baiklah, besok aku akan pulang." ujar Catherine kemudian.
"Hati-hati ya, nanti telepon Mama kalau kamu sudah sampai bandara?" ujar Nina lalu menutup telepon.
Hati Catherine merasa tidak enak, sebenarnya ada apa? Hingga ia harus pulang dengan secara mendadak seperti ini? Apa yang hendak mereka bicarakan? Soal apa?
Catherine benar-benar penasaran dengan hal itu, ia ingin segera pulang, ingin segera tahu tentang apa yang akan dibicarakan orangtuanya itu. Sebenarnya ada apa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
IdaDaliaMutiara
Wilson sama aku saja thor.... walo nyesek thor,,,, smoga Wilson ga drop yah thor,,, sayang kan kuliahnyaaa... dia hrs bs move on....
2020-11-16
2
dian andri
seruuu thor....
2020-11-02
0
sukardin rosdiana
Trus si Wilson di gimanain dong thor? kasian klo hrus patah hati
2020-10-01
0