Hari Pernikahan

Catherine tak henti-hentinya menangis di depan cermin itu. Juru rias sampai kewalahan membetulkan riasan wajah gadis itu. Untung foundation mahal yang ia poles di sana, jadi tidak luntur parah terkikis air mata calon pengantin itu.

"Cat, tolong berhentilah menangis." bisik Nina dengan cucuran air mata.

"Gimana nggak nangis sih, Ma? Nikah sama duda anak satu, selisih umur sepuluh tahun. Dan sampai sekarang Cat belum ketemu sama sekali dengan dia. Ini pernikahan macam apa?" teriak Catherine frustasi.

Nina meraih gadisnya yang sudah begitu anggun dengan kebaya putihnya itu kedalam pelukannya. Air matanya tumpah, dadanya begitu sesak.

"Maafkan Mama, Cat. Mama harap kamu bisa bahagia setelah ini."

"Bahagia? Bagaimana Catherine akan bahagia kalau yang Catherine nikahi bukan laki-laki yang Catherine cintai?"

"Ijab qobul sudah akan dilaksanakan, mari untuk pengantin wanita untuk mempersiapkan diri." sosok yang memperkenalkan diri sebagai Hakim, orang kepercayaan Rama Astungkoro itu tiba-tiba muncul.

"Baik, Pak." jawab Nina sambil menghapus air matanya.

"Ma ... Nina nggak mau ...." rintih gadis itu dengan linangan air mata.

"Coba dulu ya, ayo nggak apa-apa. Kita tahu kan dia siapa, kita cuma siapa?" bisik Nina sambil menggenggam erat tangan Catherine.

Bisa apa Catherine? Bisa apa dia memangnya? Dengan berat hati akhirnya ia mengangguk, membiarkan juru rias itu membetulkan riasan wajahnya untuk kesekian kalinya, kemudian bangkit dan melangkah keluar dari kamar.

Jantung Catherine berdetak luar biasa kencang. Sosok dengan tuxedo putih itu sudah duduk di depan meja penghulu. Ia tidak bisa melihat wajah laki-laki itu karena posisinya membelakangi Catherine. Catherine setengah mati berusaha menahan air matanya kuat-kuat. Ia harus pura-pura tersenyum, pura-pura bahagia. Harus!

Dengan hati-hati ia dibantu Nina duduk di samping laki-laki itu. Dan ketika Catherine menoleh, ia benar-benar terkejut dengan laki-laki yang tersenyum kepadanya itu. Wajahnya begitu tegas, dengan rahang kuat dan kokoh. Matanya tajam, namun begitu lembut ketika menatap mata Catherine. Bibirnya bersemu merah, apakah ia tidak merokok? Dan wajah itu benar-benar sempurna menurut pandangan mata Catherine. Namun bukan berarti kemudian ia langsung jatuh cinta dengan sosok itu bukan? Sosok Wilson masih bertengger di hatinya, belum ada yang bisa menggantikan sosok itu termasuk laki-laki yang sebentar lagi menjadi suaminya itu!

***

Catherine sudah kembali ke kamar presiden suit yang disiapkan khusus untuk hari pernikahannya ini. Ia terus memutar cincin yang dilingkarkan Rama di jarinya setelah sah dan resmi menikahnya beberapa jam yang lalu.

Ia menatap nanar jendela kamar hotel mewah itu, rasanya ia ingin meloncat kebawah. Ia tidak ingin hidup dengan cara seperti ini. Menikahi laki-laki yang tidak hanya belum ia kenal, namun juga tidak ia cintai.

Rama memang masuk dalam kategori pria yang tampan! Catherine mengakui itu. Namun itu tidak bisa dijadikan alasan untuk kemudian diam saja dan menerima pernikahan ini. Ia bahkan belum tahu bagaimana watak dan tabiat suaminya itu. Bagiamana kalau dia ada penyimpangan? Suka menyiksa? Atau hal-hal buruk yang lainnya, mana Catherine tahu bukan?

Catherine masih bergelut dengan pikirannya sendiri ketika kemudian suara pintu terbuka itu mengejutkan dirinya. Sontak Catherine menoleh, dan sosok dengan tuxedo putih itu tersenyum dan melangkah mendekati dirinya.

"Hari pertama kali kita bertemu sedekat ini bukan?" sapanya sambil tersenyum. "Hai istriku, salam kenal."

Catherine benar-benar merinding, waras kah laki-laki itu?

"Mungkin kamu belum banyak mengenalku, namun aku sudah banyak mengenal mu." ujarnya lalu mengambil sebuah kotak warna merah dimeja dan membukanya.

Tampak bulatan-bulatan cokelat mahal itu berjejer disana.

"Saat kamu sedih, kacau, hanya cokelat kan yang bisa menenangkan mu, jadi makanlah." gumamnya lalu menyodorkan kotak itu pada Catherine.

Catherine masih benar-benar was-was dengan kehadiran laki-laki itu. Ia sudah sah jadi istrinya dan laki-laki itu memiliki hak penuh atas dirinya.

"Cat ... saya tahu kamu cukup berat menerima semua ini, tapi satu yang benar-benar saya minta kepadamu. Tolong belajar lah mencintai saya, karena bagaimanapun kita sudah resmi menjadi suami istri perhari ini."

Sontak air mata Catherine kembali menetes, isaknya terdengar begitu pilu. Rama bergegas meraih gadis itu dalam pelukannya, namun dengan sekali kibasan, Catherine menghalau tangan yang hendak memeluk tubuhnya itu.

"Jangan sentuh saya!" ancamnya dengan linangan air mata.

"Saya suami kamu! Saya berhak melakukan apapun padamu!"

"Tapi saya tidak mau! Tolong ... saya tidak mau, Pak." Catherine bersandar di tembok lalu merosot kebawah dan menangis sejadi-jadinya.

Rama menghela nafas panjang, ia kemudian ikut jongkok di hadapan istrinya itu.

"Mau tidak mau, kamu resmi istrinya saya sekarang! Dan tenang saja saya tidak akan menyentuh mu tanpa seizin kamu, Sayang." bisik Rama lirih. "Kenapa? Saya ingin kamu menyerahkan dirimu sepenuhnya pada saya karena kamu mencintai saya. Dan saya akan berusaha membuatmu mencintai saya."

Tangis Catherine makin jadi, mencintai sosok laki-laki itu? Memang apa yang bisa ia cintai darinya? Hanya modal ganteng itu? Atau kalimat gombal yang barusan ia katakan? Yakin Rama benar-benar tidak akan menyentuh tubuhnya? Mereka akan tidur seranjang! Dan dia sudah pernah merasakan tubuh wanita sebelumnya. Jadi mana bisa ia percaya begitu saja.

"Sudah, tenangkan dirimu. Istirahat lah dulu karena acara kita masih banyak." sosok itu kemudian bangkit dan melangkah ke kamar mandi. Meninggalkan Catherine yang masih menangis di tempatnya duduk.

***

Hari sudah malam Catherine begitu was-was di kamar itu. Bagaimana kalau laki-laki itu kemudian memperk*sanya malam ini? Tapi dia istrinya! Mau lapor polisi gitu kalau nanti Rama benar-benar menggarapnya? Mana bisa?

Ahh ... Catherine makin gusar. Bayangan adegan-adegan panas itu kembali berputar dalam ingatannya. Dan dia harus melakukan itu dengan laki-laki yang belum ia kenal itu? Yang sama sekali tidak ia cintai? Mendadak perut Catherine mual seketika!

Pintu kamar terbuka, sosok itu masuk dan menutup pintu kamar. Membuat Catherine sontak mundur menjauh.

"Jangan takut, aku tidak akan memaksamu." sosok yang sudah memakai piayama lengan panjang itu kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang. "Tidurlah Sayang, kamu pasti lelah."

Catherine masih terpaku di tempatnya bediri. Astaga ia harus melakukan apa? Ia tidak mau tidur seranjang dengan laki-laki itu, sekalipun dia adalah suaminya!

Catherine melirik sofa yang ada dalam ruangan itu. Rasanya cukup nyaman, akhirnya Catherine memutuskan untuk tidur disana. Jangan kan di sofa, dilantai pun ia rela asal tidak harus satu ranjang dengan Rama.

Seandainya Wilson yang ia nikahi, pasti malam ini jadi malam paling berkesan dan membahagiakan untuk Catherine. Namun bukan Wilson yang ia nikahi tetapi laki-laki itu, Rama Astungkoro!

Terpopuler

Comments

IdaDaliaMutiara

IdaDaliaMutiara

author ini pandai banget mengaduk ngaduk hti aku... dikasih pilihan yg sulit sama sama ganteng hahahahaa

2020-11-16

0

Hanifah Mafaaza

Hanifah Mafaaza

seru thorr, menarik

2020-10-24

0

Nna Rina 💖

Nna Rina 💖

cat yg sabar ya....

2020-09-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!