Catherine melangkah ke depan gerbang sekolahnya, ia hendak merogoh saku seragamnya untuk mengambil Smartphone ketika sosok itu melangkah di sampingnya.
"Hai Cat!"
Catherine menoleh, entah darimana datangnya, Wilson sudah melangkah di sampingnya.
"Oh hai!" sapa Catherine sambil tersenyum.
"Nunggu jemputan?" tanya Wilson seraya menjajarkan langkahnya di samping Catherine.
"Nggak, mau pesen ojol aja sih, papa mama lagi sibuk semua nggak bisa jemput."
"Bareng sama aku aja gimana? Kebetulan rumah kita satu arah kan?" tawar Wilson sambil tersenyum lebar.
"Nggak ngerepotin nih?" Catherine tampak ragu.
"Santai lah, kita satu arah bukan?" Wilson terkekeh, lalu menarik tangan Catherine menuju mobilnya.
"Pak, antar Catherine dulu sekalian ya!" ujarnya pada sang supir.
"Siap Den!"
Catherine lantas masuk ke dalam, disusul Wilson yang kemudian menutup pintu. Mobil mewah itu mulai berjalan meninggalkan depan sekolah favorit itu.
"Kamu sudah tidak bergabung di eskul drama sekolah lagi, ya?" tanya Wilson memecah kesunyian.
"Masih sih, tapi memang sekarang lebih fokus ke eskul musik. Lagi suka banget main piano sama biola." Catherine tersenyum, memang ia sedang tergila-gila dengan dua alat musik itu sekarang.
"Kapan boleh lihat kamu main piano?" pinta Wilson sambil melirik adik kelasnya itu.
"Sepulang sekolah gimana? Kita VC nanti aku main piano?" tawar Catherine sambil balas melirik sosok itu.
"Nggak seru, aku pengen lihat langsung! Tiap hari apa eksul musiknya diadakan?"
"Hari Kamis jam tiga, di ruangan seni musik."
"Oke, besok Kamis aku kesana deh."
Catherine hanya tersenyum, entah mengapa tiap dekat dengan kakak kelasnya yang satu ini rasanya sungguh berbeda. Namanya Wilson Otto Tandoyo, anak kelas dua belas IPA 1. Terkenal sebagai sosok paling cerdas seangkatan, sering bolak-balik luar negeri ikut olimpiade sains, dan selalu pulang dengan medali emas. Mereka kenal ketika tidak sengaja di pasangkan dalam sebuah judul drama yang dipentaskan oleh sekolah mereka untuk acara Bulan Bahasa.
Catherine sebagai Aurora dan Wilson sebagai pangerannya! Ahh ... Sungguh kisah dongen klasik yang romantis kala itu. Dan kemudian hubungan mereka berlanjut sampai sekarang. Hanya saling berkirim pesan dan bersapa jika bertemu sih, tidak lebih. Namun Catherine sangat suka saat seperti ini.
"Cat ...." panggil Wilson ketika Catherine kembali hanya diam.
"Gimana, Ko?" tanyanya sambil menatap sosok itu lekat-lekat.
"Kabarnya mama mu menikah lagi, ya?" tanya Wilson dengan hati-hati.
"Iya, baru Minggu kemarin itu acaranya."
"Jadi kamu punya papa tiri?" tanya Wilson lagi sambil menatap Catherine dengan seksama.
"Betul, sekarang aku punya papa tiri."
Wilson kemudian meraih dan menggenggam tangan Catherine, ia menatap dalam-dalam manik gadis itu.
"Jika ada apa-apa yang tidak semestinya terjadi, atau dilakukan oleh papa tirimu, jangan sungkan minta tolong padaku ya? Cerita kepadaku, hubungi aku!" guman Wilson sambil terus menatap ke dalam mata Catherine.
Catherine hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Ia belum mau melepas genggaman tangan itu. Begitupun dengan Wilson. Kenapa rasanya seperti ini? Apa yang terjadi?
"Aku tidak mau sampai terjadi apa-apa kepadamu, aku selalu berharap kamu baik-baik selalu."
Sekali lagi Catherine tersenyum, wajahnya bersemu merah. Wajah itu belum mau berpaling dari depan wajahnya, masih menatap Catherine lekat-lekat.
"Terimakasih, aku akan selalu jaga diri kok, dimanapun!" Catherine tahu kemana arah kekhawatiran Wilson.
"Sudah sampai, Den!" ujar supir pribadi Wilson yang sontak mengejutkan mereka bedua.
Catherine bergegas melepaskan genggaman tangannya itu dengan halus. "Terimakasih tumpangannya, Ko." guman Catherine lalu turun dari mobil itu.
"Sama-sama Cat!"
"Terimakasih ya, Pak. Sudah mau antar saya!" ucap Catherine pada supir Wilson itu.
Lelaki itu hanya tersenyum dan mengangguk, lalu kembali memacu mobilnya pergi dari depan rumah Catherine. Setelah mobil itu hilang dari pandangannya, Catherine bergegas masuk ke dalam halaman rumahnya. Obrolan dengan Wilson tadi sontak membuatnya ingin segera menyentuh piano miliknya. Hatinya sudah lumayan tenang, apa karena belum ada tanda-tanda yang tidak baik dari papa tirinya itu atau karena tadi berjumpa dengan Wilson?
Kenapa jadi bawa-bawa kakak kelasnya itu? Ahh ... siapa sih yang tidak meleleh dengan sosok itu? Tampan, postur tubuhnya begitu gagah, cerdas lagi! Paras Catherine memerah seketika ketika membayangkan wajah itu. Apakah dia jantung cinta?
***
Catherine tengah duduk di ayunan yang ada dipinggir kolam renang malam itu ketika sosok itu muncul. Sosok itu kemudian duduk tepat di samping Catherine yang sontak membuat jantung Catherine rasanya hendak lepas.
"Kamu suka main biola juga?" tanya Agus sambil tersenyum.
"Suka Pah, tapi belum terlalu jago." Catherine benar-benar takut, harus bagaimana dia sekarang?
"Boleh pinjam biolamu?"
Catherine menyerahkan biola itu dengan takut-takut. Agus menerima biola itu, lalu memposisikan biola itu di pundaknya. Perlahan ia menggesek biola itu, mengalunkan nada-nada yang begitu lembut dan indah di telinga Catherine.
"Canon in D ...." desis Catherine yang tahu betul musik apa yang dimainkan Agus itu, salah satu instrumen karya Johann Pachelbel itu. Dan Catherine sangat menyukainya!
Ia sampai ternganga melihat bagaimana lihainya Agus memainkan instrumen itu, sungguh luar biasa.
"Keren banget, Pah!" pekik Catherine ketika Agus menyudahi permainan biolanya.
"Sekarang giliran mu!" Agus kembali menyodorkan biola itu. Catherine menerimanya, ia mulai memainkan biola itu.
Bukan Canon in D yang ia mainkan, melainkan OST film Frozen itu yang ia mainkan dengan biola itu. Dengan penuh penghayatan Catherine menggesek biola. Ketakutannya sontak hilang, suara yang dihasilkan dari gesekan alat musik itu benar-benar membuat pikirannya begitu jernih dan tenang.
"Permainan mu bagus juga! Belajar biola dimana?" tanya Agus sambil bertepuk tangan setelah Catherine menyelesaikan lagu itu.
"Dulu kursus sih, Pah. Cuma sekarang sudah berhenti." guman Catherine murung.
"Kenapa?" tanya Agus kembali meraih biola itu.
"Dulu rasanya jenuh saja, cuma sekarang Cat sadar kalau suara biola dan piano bisa bikin Cat tenang kalau pas sedih, galau, banyak pikiran gitu." entah mengapa Catherine mulai bisa merasa akrab dengan sosok itu.
"Ambilah kursus lagi, kamu tampak berbakat." Agus masih serius memperhatikan biola di tangannya itu.
"Memang boleh, Pah?" tanya Catherine dengan mata berbinar.
"Kenapa tidak boleh? Tentu boleh lah!" Agus kini menatap Catherine dan tersenyum. "Sebenarnya sih Papa juga bisa sih ngajarin kamu, tapi mohon maaf Papa cukup sibuk. Jadi lebih baik kamu ambil kursus saja."
Catherine mengangguk pelan, ia sangat senang dan setuju dengan usulan Agus. Ia benar-benar mulai yakin bahwa laki-laki itu memang laki-laki yang baik. Semoga saja penilaiannya tidak salah, dan semoga saja ini semua bukan topeng atau umpan. Semoga
----
Jangan lupa like, comment, dan vote nya yaa ...
Mampir juga yuk ke kisah Author yang lain :
"Cinta Jas Putih"
"COMPLICATED"
"Mysterious CEO"
Kritik dan saran sangat Author tunggu ya, terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Mada Clara
semua orang kok kayaknya buruk sangka bgt ama yg namanya bapak tiri. . .
gak ada yg berfikir baik gitu,
2020-10-25
0
IdaDaliaMutiara
next
2020-09-10
0
Nna Rina 💖
lanjut...
2020-09-09
0