...FAWN pov...
.......
.......
.......
.......
Jika aku tidak mengingat apa yang pernah Ace lakukan padaku, aku mungkin akan menganggap pria itu sebagai pria normal pada umumnya hanya berdasarkan penampilannya sekarang. Ace--kendati memiliki beberapa kerusakan di otaknya, terlihat seperti pria waras yang sibuk dengan pekerjaan. Teleponnya berbunyi beberapa kali dan dalam tiga puluh menit awal aku bersamanya, entah sudah berapa kali Ace berbicara di telepon.
Ace tidak begitu menggubrisku setelah memaksakan aku untuk duduk. Dia kembali bekerja sementara aku diam di sofa memantau seisi ruangan yang nampaknya adalah ruang belajar keluarga Hunter.
Aku pernah berkunjung ke tempat ini sekali untuk menemani tuan Anggara dan tuan Indira mendiskusikan pekerjaan. Saat itu, Ace yang kutemukan adalah Ace yang sama dengan yang kulihat sekarang. Dia berpembawaan tenang, tidak banyak bicara dan fokus pada pekerjaannya. Tidak akan ada yang tau kalau laki-laki itu sinting karena penampilan luarnya.
Aku adalah orang yang sudah ditipu karena penampilan luarnya yang sangat rapi. Kalau aku tau orang yang kemungkinan akan membahayakan nona Indira adalah orang ini, aku mungkin berbekal pill bunuh diri di mulutku.
Sialan, aku tidak tau dia sadis!
"Kau tidak bicara sama sekali sejak tadi, ada apa?" Ace bertanya sambil menoleh ke arahku. Wajah serius dan fokusnya menjadi lebih rileks dari sebelumnya. Aku memutar mata.
"Aku tidak mau bicara denganmu," sahutku ketus.
Aku tidak mau salah bicara dan memakinya. Tidak ketika dia dalam mode serius seperti tadi. Siapa yang tau kalau-kalau gilanya kumat dan dia memerintahkan anak buahnya untuk melenyapkan orang-orangku yang tersayang. Memikirkan situasi semacam itu terjadi saja sudah membuat hatiku sakit.
"Kenapa? Tidakkah kau bosan? Kau kedengaran sangat nyaring ketika membuat masalah dengan Felix, tapi kau menjadi sangat bungkam sekarang. Katakan, apa yang otak kacangmu itu pikirkan!"
Aku seketika mendelik. "Siapa yang kau sebut otak kacang?"
Apa dia mengataiku bodoh?
"Kau tidak terlihat cerdas."
Sialan! Aku tidak bisa mengendalikan kekesalanku dan beranjak ke dekatnya dan melayangkan satu tinjuan di lengan. Dia seharusnya berterima kasih aku tidak meninju wajahnya. Keparat! Kenapa aku harus terjebak bersama psikopat ini?
"Kau bersemangat sekali, kan?" Ace tertawa sambil mengusap jejak pukulanku. Aku tidak merasa pukulanku cukup kuat tadi. "Kalau kau merasa bosan, katakan saja. Aku tidak akan membunuhmu karena itu."
"Aku lebih senang kalau kau membunuhku." Ace tertawa kecil mendengar tanggapanku. Aku tidak tau apa yang lucu. Mungkin dia cuma gila.
"Kau sangat menghiburku, Fawn. Aku tidak heran lagi kenapa Indira sangat menyukaimu. Dia membicarakanmu seperti membicarakan teman sejatinya."
"No-nona Indira membicarakanku? Kapan? Di mana?" Mendengar nama nona Indira, aku menjadi sangat antusias. Tubuhku mencondong ke arah Ace, siap mendengarkan lebih jelas informasi tentang nona Indira.
"Kami bertemu kemarin malam, saat kau tidur lebih awal." Ace menjawab pertanyaanku dengan suara lembut. Jemarinya bergerak dan mengusap pipiku. Tindakannya membuatku tidak nyaman, jadi aku menjauhkan wajahku dari jangkauannya.
"Kau bertemu dengan nona Indira? Kau tidak melakukan apa-apa kepadanya, kan?" Aku hampir lupa kalau dia adalah penjahat yang berusaha menculik nona Indira. Jika saja aku tidak menggantikan posisi nona Indira, apa nona Indira akan mengalami kesialan yang sama dengan yang kualami sekarang?
"Aku ingin melakukan sesuatu, kau tau semacam mengikatnya dan membuat dia menangis di bawahku semacam itu, tapi--"
Plak!
Aku tidak tau kapan tanganku bergerak, tau-taunya aku sudah menampar pipi Ace. Emosiku bergejolak tinggi hanya dengan membayangkan apa yang dia ucapkan. Aku lepas kendali, sialan!
Ace terkesiap akan tamparanku. Ekspresi jahil yang terpatri di wajahnya memudar tergantikan amarah. Dia mengusap bibirnya dengan mata yang masih terkunci padaku. Sebelum aku sempat bergerak untuk melarikan diri, dia menangkap pergelangan tanganku dan menjatuhkanku di dadanya. Aroma maskulin yang tajam itu kembali menusuk hidungku.
"Kau pikir bisa bebas setelah memukulku?" Suara dan seringainya menunjukkan jelas kalau si psikopat Ace telah muncul kepermukaan. Lupakan segala kenormalan, pria ini tidak waras!
"Aku tidak akan memukulmu kalau kau tidak mengatakan hal menjijikkan semacam itu tentang nona Indira."
"Heeeh, apa kau cemburu?"
"Kau gila? Aku tidak mungkin---lepaskan!" Dari mana datangnya kesimpulan aneh itu? Aku lebih baik menelan peluru daripada merasa iri pada siapa pun itu yang terjebak dalam skema menjijikkan yang Ace ucapkan. "Aku hanya tidak suka kau mengatakan hal buruk tentang nona Indira, sialan! Nona Indira adalah gadis yang terhormat, kau tidak boleh melakukan hal-hal buruk kepadanya!"
Bahkan bila itu hanya penghinaan verbal, nona Indira tidak pantas mendapatkan perlakuan semacam itu!
"Tenang saja, aku tidak akan melakukan apa-apa pada Indira." Ace mendekapku lebih erat di dadanya, membuatku sangat tidak nyaman ketika bibirnya menggesek daun telingaku. Seseorang, tolong selamatkan aku dari jelmaan iblis ini!
"Aku sudah punya kau," lanjutan ucapan Ace membuatku menarik wajahku menjauh hanya untuk menatapnya tepat di mata. Mencari-cari kewarasan yang mungkin tersisa di otaknya, tapi tidak ada.
"Kau benar-benar sudah gila, kan?"
Dia tersenyum di bawahku, tipe senyuman yang seharusnya membuatmu terpesona tapi di mataku terlihat seperti senyuman malaikat maut. Aku harap dia mencabut nyawaku, tapi aku tau harapan itu sia-sia. Ace adalah pria sadis dengan mental terganggu. Dia tidak akan membiarkanku mati segampang itu sebelum menghancurkan fisik dan mentalku.
"Lepaskan aku." Aku berusaha bangkit dari dadanya, menggeliat seperti ulat.
Bukannya melepaskanku, Ace menyamankan posisiku di antara kakinya. Memenjarakan pergerakanku di antara lututnya yang terbuka sementara tangannya menyibak naik kaos hitam kebesaran yang kupakai.
"Tolong, jangan lakukan ini..." Aku merinding atas setiap sentuhannya di kulitku. Kendati itu hanya sentuhan yang ringan, ada aura berbahaya di sana. Seolah tubuhku di dekap ular raksasa, aku berusaha lepas dari dekapannya.
"Jangan bergerak," bisiknya. Si bajingan keparat itu tidak mendengarkanku. Dia terlampau menikmati permainannya sendiri, terlihat jelas dari matanya yang terbakar gairah.
"Aku sedang bosan, hibur aku."
"Ace..." Aku menggigil ketakutan saat bibirnya menyapu permukaan kulitku. Menghujani leherku dengan gigitan dan hisapan yang menggelikan. Ini berbahaya, aku tidak mau melakukan ini lagi dengannya. Nyeri di pinggulku bahkan belum mereda, dan dia sudah memaksaku melakukan ini lagi!
"Please," aku memohon dalam kepanikan. "Jangan melakukan ini."
Apa aku binatang di matanya? Apa dia tidak melihatku sebagai manusia? Mengapa pria bajingan ini tidak mempunyai belas kasih sama sekali!
"Kau tau, suaramu yang memohon seperti itu membuatku semakin bergairah." Ace--si keparat itu malah tertawa!!!
"Teruslah memohon, aku suka ketika kau melakukannya."
"Kau psikopat bajingan!" Ucapanku terhenti ketika Ace berhasil menarik lepas kaos yang kupakai dari tubuhku.
Terima kasih pada pelayanan Felix yang sangat buruk, pria itu tidak memberikanku bra atau pakaian wanita. Terima kasih padanya pula, aku dengan mudahnya terekspos di depan mata Ace tanpa mengenakan apa-apa. Bajingan, aku segera menggunakan tanganku sebagai perisai. Mata Ace berkilat jenaka, memindaiku lebih intens daripada sebelumnya.
Ughhhhhh!!!
"Ini bukan pertama kalinya aku melihat tubuhmu, kau tidak perlu malu." Ucapan Ace membuatku semakin bergidik jijik. "Lagipula, kau terlihat lebih indah tanpa memakai apa-apa."
"Kau bajingan."
"Hahaha, wajahmu sangat merah."
Sial, sial, sial, keparat, sial!
Ace bangkit duduk dan menghirup tengkukku. Lembut gesekan bibirnya dan panas desau napasnya membuatku memejamkan mata. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Sekali lagi, aku terinjak-injak di bawah kakinya. Seperti sosok yang tidak berharga, setiap kali ia menyentuhku, aku merasa ingin bertemu ajalku segera.
Air mata kembali mengalir di pipiku, tapi seakan buta oleh kejahatannya, Ace mengabaikan isakanku dan terus melakukan apa yang dia inginkan. Aku hanya bisa bergetar dan menggigit bibirku kuat ketika semakin lama sentuhannya semakin intens.
Aku benar-benar lemah. Aku benci diriku yang diperlakukan seperti ini.
Aku tau, jika aku tidak mati, aku akan membenci orang ini seumur hidupku.
...-----...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus Sehat
2023-07-02
0