...FAWN pov...
...…...
Mungkin karena aku mengagetkan Ace terlampau keras di balkon, sepertinya ruh jahat yang menempeli pria itu terpental jauh. Dia yang sangat pemaksa dan diktator menyangkut keinginannya, tiba-tiba mendengarkanku. Aku! Aku yang selama ini sudah merengek ratusan kali meminta agar dia berhenti, hari ini akhirnya rengekanku sampai ke telinga Ace, menyentuh hatinya.
Air mata haru hampir menetes dari mataku saat dia mengatakan tidak, bahwa dia tidak akan melanjutkan tindakan mesumnya.
Sebaliknya, dia meminta aku membuatkannya makanan.
Aku awalnya tidak ingin membuatkan dia makanan sama sekali. Aku hanya membuat makanan ke orang-orang yang kuapresiasi dan cintai. Memasak adalah bahasa cintaku, bentuk terima kasihku. Tapi, hari ini aku memasak untuk orang yang paling kubenci, paling ingin kumusnahkan dari muka bumi.
"Apa kau tidak meludah di dalamnya?" Ace menatapku dengan tatapan curiga setelah aku menaruh sepiring nasi goreng di hadapannya.
Nasi adalah satu-satunya hal yang dapat kutemukan di dapur luasnya. Kata Ace, segala sayur-mayur diletakkan di ruang pendingin yang terpisah dari dapur. Dapur yang kupakai memasak hari ini pun bukan dapur yang biasa dipakai Felix memasak.
Aku sama sekali tidak mengerti, untuk apa membuat dapur yang tidak akan dia pakai ujung-ujungnya?
"Meskipun aku tidak menghargaimu sama sekali, tapi aku masih menghargai nasi itu. Kalau kau tidak mau memakannya, aku yang akan makan." Aku membalas kesal.
"Hmm, kalau kau meludah di dalamnya juga tidak apa-apa, lagipula kita sudah bertukar saliva sebelumnya."
"Kau menjijikkan." Pria ini pasti psikopat! Apa yang dia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai terlahir menjadi reinkarnasi iblis?
"Kau mau?" Dia menawarkanku sesendok.
"Aku sudah makan tadi," kataku. Jika aku makan lagi di tengah malam, aku bisa-bisa berubah menjadi babi sungguhan.
"Ada apa? Jangan bilang kau benar-benar meludah di dalamnya?" Ace menyodorkan sendok berisi nasi goreng itu di udara. Sebelah alisnya terangkat curiga. Demi Tuhan laki-laki ini, apa maunya?
"Aku sedang diet," kataku pada akhirnya. "Aku adalah bodyguard, aku tidak mau kehilangan otot-ototku di dalam timbunan lemak."
"Kau bukan bodyguard sekarang," sahut Ace, wajahnya keheranan. "Aku lebih suka kau dengan tubuhmu yang sekarang."
"Kau akan menjadi pacar yang baik," pujiku--sinis tentunya.
"Kenapa? Apa aku membuatmu tersentuh? Mau menjadi pacarku?"
"Tidak ada gadis waras di dunia ini yang mau memacari laki-laki abusive sepertimu."
[Abusive : Perilaku abusive (abusif) adalah perilaku kasar atau kekerasan dalam suatu hubungan. Selain berbentuk fisik, perilaku ini juga dapat terjadi dalam bentuk emosional dan s*ksual.]
"Kau bisa membuat sejarah baru kalau begitu." Ace mengejek.
"Makanlah sebelum aku benar-benar meludah di piringmu." Aku bergidik jijik. Semakin lama bertukar kata dengan Ace membuatku semakin kesal padanya. Pria ini tau cara membalas setiap umpatanku.
"Aku akan berhenti bicara kalau kau memakan ini." Dia masih memaksaku makan bersamanya. Malas memberikan penolakan yang berujung perdebatan, aku akhirnya menarik satu bangku di sampingnya.
Ace tersenyum puas ketika aku menyantap nasi yang dia suapkan.
"Sekarang, apa kau sadar apa yang kurang?" Dia menanyaiku dengan cengiran langka yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Napasku seperti berhenti saat itu juga.
"A-apa?" kataku gugup.
"Garam, Fawn." Dia menggelengkan kepalanya gemas. "Aku seharusnya tidak mempercayai Indira ketika dia mengatakan kau hebat memasak. Dia sepertinya bukan orang yang pantas dianggap sebagai juri yang baik."
"Eh, benarkah?" Aku terlalu terhipnotis oleh cengiran Ace sebelumnya sampai tidak sadar sama sekali dengan nasi goreng yang berlabuh di mulutku. Aku dengan segera merebut sendok dari tangan Ace dan mencicipi makanan yang kubuat sendiri.
Benar saja, tidak ada rasa apa-apa di sana selain hambar.
"Apa kau sengaja atau kau hanya tolol?" Ace bertopang dagu di meja, menatapku miring dengan sudut bibir tertarik tipis.
"Aku pasti melupakannya," ucapku. "Tapi ini bagus, bukan? Garam tidak baik untuk tekanan darah, kalau kau makan ini, mungkin tensimu yang buruk itu bisa menurun."
Aku mengarang indah.
"Siapa bilang tensiku buruk?"
Aku mengangkat bahu. "Tidak perlu orang cerdas untuk tau kalau kau punya tensi yang buruk. Gesturmu, otot-ototmu memperlihatkan ketegangan. Kau sudah pasti banyak pikiran dan itu mempengaruhi tubuh dan pikiranmu."
"Apa kau memperhatikanku?" Mata Ace melebar cerah, keterkejutan terpatri di sepasang manik kelamnya.
"Aku dikurung di kamarmu selama berapa minggu sekarang? Apa kau pikir aku akan buta selama itu?" Aku membuang muka ketika Ace terus menatapku dengan cengiran aneh di wajahnya. Dia terlihat normal dan itu tidak wajar. Ace bukan pria normal. Dia psikopat sinting, dia seharusnya tidak tersenyum.
"Aku tidak pernah diperhatikan sebelumnya," ucapan Ace menarik perhatianku seketika. Ada nada kesedihan yang tertangkap oleh telingaku, tapi ketika aku melihat wajahnya, giliran dialah yang membuang muka.
Ace menyendok makanan yang kusajikan dengan mata yang berbinar tenang. Seolah makanan hambar itu makanan lezat yang biasa dia makan.
"Kau tidak perlu memakan itu," aku sedikit prihatin ketika dia mengunyah makanan itu lamban. Rasanya pasti sangat sulit dicerna.
"Ini tidak apa-apa."
Karena Ace tidak keberatan memakan makanan hambar yang kubuat, aku pun membiarkannya. Itu baik pikirku, setidaknya walau dia bajingan, dia bukan tipe yang akan membuang-buang makanan. Dia menyantap nasi goreng itu sementara aku duduk di sebelahnya seperti perempuan tolol.
Aku tidak tau harus melakukan apa atau mengatakan apa, aku juga tidak mau bicara sebenarnya. Aku hanya diam di sana sambil menatap kesana-kemari, mencari hiburan mata.
Setelah beberapa menit berlalu, Ace akhirnya selesai menyantap nasi goreng hambar itu. Dia meletakkan segala peralatan makannya yang kotor di wastafel sebelum mengulurkan tangannya ke arahku lagi. Si bajingan ini, kenapa dia sangat senang menyuruhku menyambut uluran tangannya?
Kami bisa jalan bersama-sama menuju kamar tanpa melakukan kontak fisik sama sekali.
"Fawn?" Ace menegurku yang enggan menyambut uluran tangannya. Mata memaksa.
"Haaaah, apa ini perlu?" Aku mau tidak mau menyerahkan tanganku kepadanya. Dia menggenggam pergelangan tanganku dan menarikku kuat-kuat ke dadanya. Aku seketika mengangkat muka dan menatapnya tajam.
Dia balik menatapku dan seulas seringai iblis mekar di wajahnya. "Aku akan memasang rantai di lehermu kalau kau tidak patuh."
"Apa aku anjing?"
"Kau bisa menjadi anjingku."
"Keparat. Carilah anjing yang bisa kau pelihara, jangan mengubah spesiesku seenak hatimu!" Aku ingin memukul kepala Ace, mungkin ada sesuatu yang rusak di kepalanya. Kata ibuku, cara memperbaiki benda yang rusak adalah dipukul.
"Kau tau, kau adalah gadis pertama yang menolakku berulang-ulang kali. Karena ini, seleramu terhadap pria membuatku jadi cemas."
"Tidak ada yang salah dari seleraku." Kenapa dengan pria ini? Kalau tipeku adalah pria sepertinya, barulah dia seharusnya cemas. Toh, dari ujung kaki hingga ujung kepala, dia menjeritkan bencana. Aku lebih baik menjomblo seribu tahun daripada mencintai pria psikopat.
"Kalau begitu katakan, pria seperti apa yang mampu membuatmu menolakku?"
"Pria waras." Aku menjawab nyaris tanpa berpikir. Itu pertanyaan yang sangat mudah.
"Tidak ada pria waras di dunia ini, antara kau hanya menutup mata kepada kegilaannya, atau orang itu sangat pandai menutupi kegilaannya." Ucapan Ace terdengar sangat bijak untuk orang bodoh. Tapi sayangnya aku tidak.
"Kau terlalu pesimis dan jujur saja, pria yang kau deskripsikan barusan adalah dirimu sendiri. Masih ada pria di luar sana yang waras dan tidak berkepribadian ganda sepertimu." Aku dan Ace memasuki kamar, dan bahan pembicaraan kami masih sama.
"Baiklah," Ace duduk di tempat tidur dan menyilang kakinya. Aku berencana mencuci mukaku sebelum ikut berlabuh di sana.
"Katakan, siapa kira-kiranya laki-laki waras yang kau katakan saat ini?" Ace bertanya lagi.
Demi Tuhan, topik ini sangat tidak penting sama sekali. Tapi, bila Ace memang sangat penasaran, biarkan aku membuka matamu kepada dunia.
"Haru, Joseph, David, dan tuan Anggara adalah sedikit contoh--"
"Anggara? Waras?" Ace menyambar ucapanku seketika. Ekspresinya berubah jijik dan penuh iritasi. "Pria seperti Anggara tidak layak disandingkan dengan kata waras sama sekali."
"Yah, itukan pendapatmu. Tsk, terserah kau saja. Aku mau mencuci muka." Aku lebih baik melarikan diri ke kamar mandi. Sepertinya, bila konversasi ini memanjang, Ace yang psikopat bisa kembali ke wujud iblisnya.
"Tunggu, tunggu, tunggu..." Ace kembali menahanku.
"Oh Tuhan, apalagi?"
"Apa maksudmu kau suka pria yang seperti Haru?"
"Ya?" Aku suka pria baik-baik.
"Apa kau menyukai Haru?"
"Hah?"
Aku dan Ace saling beradu tatap. Aku dengan kebingungan dan Ace dengan kecurigaan. Aku sama sekali tidak mengerti alur yang sudah pria ini bangun di kepalanya sendiri.
"Aku tidak menyukai siapa pun!" Aku mengalah dari adu tatap itu dan meralat narasi gila Ace. "Maksudku, kalau aku menyukai seseorang, maka aku akan menyukai orang seperti Haru. Itu saja."
Aku bahkan tidak mengerti kenapa aku perlu menjelaskan situasiku kepada Ace dengan jelas. Apa aku benar-benar anjingnya sekarang? Apa yang kutakutkan dari sedikit kesalahpahaman? Bahkan bila aku menyukai seseorang, itu bukan haknya untuk peduli dan tau!
"Baguslah kalau begitu," Ace berbaring di tempat tidur, tangannya merogoh ponsel dari saku.
"Apa yang bagus dari itu?" ketusku.
"Aku tidak suka membagi mainanku," tuturnya lalu melirikku jenaka. "Kau tidak boleh menyukai orang lain sekarang."
Keparat!
Meskipun aku tidak menyukai orang lain, aku tidak akan menyukaimu!
...-----...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Vlink Bataragunadi 👑
wkwkwk sa ae lu tong
2023-05-26
0