...ACE pov...
Jam di pergelangan tanganku menunjukkan waktu pukul sepuluh malam ketika aku kembali ke rumah. Aku mendongak ke kamarku yang berpencahayaan temaram sebelum melirik Ozan yang menggantikan Carcel sebagai pengawas rumah.
"Apa dia membuat onar hari ini?" tanyaku.
"Hanya permasalahan kecil."
"Huh, semacam apa?"
Aku melepaskan jasku dan menyerahkannya kepada pelayan wanita yang menunggu membawa barang-barangku ke kamar. Aku berdiri di depan Ozan, menunggu dia memberikan laporan tentang aktivitas Fawn hari ini.
"Dia banyak bertengkar dengan Felix hari ini. Dia sampai membuang barang-barang dari kamar tuan ke tanah."
"Huh, begitukah?" Entah mengapa, mendengar penjelasan Ozan, aku malah mau tertawa. Gadis itu pasti membuat Felix tekanan batin.
"Tuan..., aku rasa...," Ozan berusaha menyampaikan opininya.
"Ya?"
"Aku pikir ada baiknya tuan menggantikan pengawal nona Fawn." Ozan sedikit mengecilkan suaranya, mungkin takut ucapannya sampai ke pengawal lain dan sampai ke Felix yang terbilang pengawal tertua di rumah ini.
"Apa ada masalah dengan Felix?"
"Bu-bukan berarti ada masalah dengan Felix, hanya saja..., aku tidak merasa mereka cocok bersama." Ozan menatapku dengan cengiran kaku. "Maksudku..., seharian ini mereka tidak bisa berkomunikasi sama sekali. Melihat mereka, aku jadi mencemaskan kesehatan Felix."
Apa yang Ozan katakan mungkin ada benarnya. Mengingat kesenjangan usia Felix dan Fawn, dua orang itu berada di posisi yang sangat berbeda dan sangat sulit untuk mampu memahami satu sama lain. Tidak seperti Felix yang sangat dewasa dan mengabdi setia hanya padaku, Fawn adalah gadis keras kepala yang membuat pusing setiap orang di rumah ini.
Aku akan memikirkan nasihat Ozan sementara waktu. "Aku akan memikirkannya, terima kasih atas masukanmu."
"O-oh, baik Tuan."
Aku kembali menuju kamar dan membuka pintu. Di dalam sana, satu-satunya sumber cahaya hanyalah lampu tidur yang terpaku di dekat kepala ranjang. Cahaya itu samar-samar menunjukkan wajah Fawn yang sudah terlelap nyenyak. Dia tidak mendengarkan ucapanku sama sekali dan tidur lebih awal dari biasanya.
Huh, dia pasti sengaja membuatku kesal.
Sayangnya, hari ini mood-ku cukup baik. Aku tidak akan begitu peduli kalau dia tidur lebih awal. Aku juga tidak punya cukup banyak energi untuk bermain-main hari ini. Aku meninggalkan plastik yang kubeli di jalan pulang dan menaruhnya di sisi ranjang, sebelum pergi ke kamar mandi.
Aku mandi sekitar 30 menitan dan keluar dalam keadaan segar-bugar. Langkah kakiku yang samar mengitari ranjang. Aku duduk di tempat tidur, masih mengelap rambut yang basah, saat aku melihat wajah terlelap Fawn yang damai. Melihat wajah polosnya yang bermandikan cahaya lampu tidur yang hangat. Dia terlihat seperti anak ayam. Cukup menggemaskan ketika melihat dia dalam keadaan damai dan tenang. Biasanya, wajah itu hanya menunjukkan kekesalan.
Selesai mengelap rambutku, aku melempar handuk ke sofa di dekat jendela. Tanganku melirik tiga kotak pengaman yang kubeli di jalan, pengaman yang rencananya akan kugunakan untuk bermain-main dengan Fawn. Sayang sekali, hari ini sepertinya aku akan berkompromi dan tidak menyentuhnya.
Aku tidak ingin mengganggu wajah lelap itu.
"Selamat tidur," bisikku pada akhirnya. Bergumam rendah kepada sosok yang sekarang terlalu tuli untuk mampu mendengar sepatah kata pun dari bibirku. Terlalu jauh dari kesadarannya untuk merasakan tanganku yang sekarang menyentuh rahangnya.
Fawnia Alder, bagaimana bisa aku tidak menyadari kalau dia memiliki kulit sehalus ini? Padahal ini bukan pertama kalinya aku melabuhkan tanganku di tubuhnya. Aku sudah pernah menyentuh nyaris setiap inci kulit gadis ini, baik itu dengan tanganku maupun lidahku, tapi mengapa sekarang aku baru menyadari ia sangat lembut dan lucu?
Mengapa aku baru merasakan keinginan untuk menciumnya sekarang?
Aku menatap bibir merah muda itu dan kembali teringat pada interaksi kami selama ini. Selama seminggu Fawn di sini, di setiap kontak tubuh kami, aku belum pernah menciumnya. Tidak, bukan hanya Fawn, aku juga belum pernah mencium siapa pun di dunia ini.
Lantas, mengapa sekarang aku jadi ingin menciumnya?
"Ibu..." di tengah aku yang asik menatapnya, Fawn tiba-tiba bersuara. Matanya masih terpejam erat dan tidak ada tanda-tanda ia sedang berpura-pura tidur. Aku beranjak dan menatap wajahnya yang masih terlelap, bertanya-tanya apa Fawn baru saja bicara dalam tidurnya?
"Ibu..." Ia merintih sekali lagi. Suaranya sedih dan pilu. "Tolong aku..."
...-----...
Keesokan harinya, Felix masih bertanggung jawab dalam menangani segala hal yang berkaitan dengan Fawn. Meskipun sering menerima sumpah serapah dari Fawn, Felix tetap menjalankan tugasnya dengan taat. Melihat pertikaian mereka yang bersumber dari kebosanan Fawn, aku jadi agak mengerti kecemasan Ozan. Fawn membully pelayan tua itu seperti penindas yang membully kutu buku di SMA.
Terima kasih kepada banyaknya ruang kosong di rumah ini, aku bisa mengalihkan pekerjaanku ke ruang diskusi yang terletak cukup jauh dari kamarku yang berisik. Aku bekerja dari rumah sementara para bodyguard-ku terlihat berlarian di halaman depan. Beberapa membawa pakaianku dan beberapa lagi membawa bantal dan selimut yang kupakai semalam.
Aku mengamati kejadian itu dan menoleh ke Carcel. "Apa yang terjadi di luar?"
"Nona Fawn mengamuk lagi," ujar Carcel.
"Apalagi keluhannya?"
"Aku tidak tau, mungkin masih menyangkut kebosanannya kemarin."
Karena kehebohan semakin menjadi-jadi, aku pikir aku sudah tidak bisa berpura-pura tuli. Aku memutuskan menutup laptopku dan membawanya menuju kamar. Pekerjaanku siang ini akan kutunda dulu demi memberikan perhatian kepada hewan peliharaanku tersayang.
Saat aku tiba di depan kamar, beberapa bodyguard berdiri di depan pintu. Mereka menyaksikan keributan yang terjadi di dalam kamarku sambil cekikikan.
"Ekhm!" Carcel berdeham. "Apa yang kalian tonton?"
Seperti laut merah yang terbelah, kerumunan bodyguard itu seketika memencar dalam ketakutan. Mereka menatap ke arahku dengan mata melebar sebelum menunduk kikuk.
"Maafkan kami, Bos. Kami mendengar keributan jadi kami berusaha menyaksikan apa yang terjadi." Seth mengakui kesalahannya dan teman-temannya sekalian.
"Apa kalian anak SMA? Siapa yang akan berjaga di pos kalian kalau kalian semua berkumpul di sini?" suara Carcel meninggi. Aku tidak perlu bersuara menyangkut masalah bodyguard karena urusan itu biasa ditangani oleh Carcel.
"Apa yang terjadi di dalam?" Aku mengalihkan perhatianku kembali pada Ozan. Pria muda dengan cambang menutupi sebagian dagunya itu menatapku dengan cengiran prihatin.
"Nona Fawn mengamuk lagi."
Aku menghela napas bosan atas jawaban yang sudah bisa kuprediksikan. Aku hanya ingin tau kenapa dia mengamuk lagi?
"Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang panjang," keluhku pada diri sendiri.
Aku kemudian memasuki kamar dan melihat nampan dan mangkuk nasi tercecer di lantai. Seisi lemariku yang biasa tertata rapi sekarang berhamburan keluar. Beberapa bahkan tergeletak di lantai. Tempat tidur seperti bekas cakaran naga, seprei dan bantal tercerai-berai di mana-mana.
"Apa yang terjadi di sini?" Aku tanpa sadar ikut naik darah. Tidak pernah aku membiarkan kamarku diporak-porandakan.
"Maafkan aku, Tuan. Aku hanya tidak bisa membiarkan nona Fawn makan di tempat tidur, dan dia menjadi sangat marah. Aku berusaha menenangkannya tapi dia semakin tidak terkendali."
"Hei, orang tua! Kau tau bukan itu masalahnya, kan?" Fawn mendekati Felix dan kutahan seketika. Dia meronta-ronta dan masih meneriaki Felix kencang. "Aku hanya tidak suka caramu menatapku, bajingan! Kau merendahkanku, kan! Katakan saja! Apa kau pikir aku mau tidur di sini kalau bukan karena bos psikopatmu menahanku? Aku lebih baik mati daripada hidup bersama kalian semua, sampah masyarakat. Aib negara!"
"Aku tidak mengatakan apa pun." bela Felix lagi, yang mana aku mengerti. Felix tidak perlu bicara untuk bisa menyampaikan uneg-unegnya. Hanya dengan lirikan saja, aku akan tau apa isi hati Felix yang sebenarnya.
Aku tidak menyangka Fawn menangkap maksud mata Felix juga. Kupikir kepala pelayan kami itu cukup pandai menyembunyikan emosinya.
"Felix, Ozan, aku mau kamarku dibersihkan kembali seperti semula." Aku mengakhiri topik itu tanpa perlu repot-repot memihak siapa pun. Setelah memberi perintah pada Ozan dan Felix, aku lalu beralih kepada Fawn.
"Kau..., ikut aku."
"Tidak mau," Gadis ini..., masih berani-beraninya dia melawan.
Aku mendekat dan berbisik di telinganya. "Jangan buat aku menelanjangimu di depan para pekerjaku, Fawn."
Wajah penuh amarahnya seketika menegang. Ketakutan dan kebencian berbaur di dalam mata cokelatnya yang besar. Aku menatapnya yang menelan kekesalan dan tersenyum lebar.
"Gadis pintar." kataku sebelum menggandengnya meninggalkan kamarku yang sekarang seperti kapal pecah.
Carcel mengikuti kami tapi bertahan ketika aku melemparkan lirikan peringatan untuk berhenti. Setelah hanya ada aku dan Fawn, aku lalu membawa gadis itu menuju ruang diskusi. Dia mengikutiku dengan langkah terhentak jemu.
"Apa yang akan kau lakukan?" katanya dengan suara penuh kebencian.
Aku melepaskan peganganku dari pergelangan tangannya dan duduk di sofa. "Aku akan mengawasimu sendiri hari ini."
"Aku lebih baik bersama Felix."
"Kau harus berhenti mempermainkan orang tua, Fawn. Apa kau tidak takut berdosa?"
"Katakan itu pada dirimu sendiri."
Aku duduk di sofa dan tertawa jenaka. "Yah, aku tidak takut."
"Tentu saja, kau adalah setannya, mana mungkin kau takut dengan kesetananmu."
Mengabaikan hinaan Fawn, aku kembali menghadap laptop dan mengecek pekerjaanku. Sementara aku bekerja, Fawn berdiri di dekat sofa dengan mata bergerilya kemana-mana. Entah apa yang dia perhatikan. Aku memaksanya duduk kemudian, setelah merasa tidak nyaman dengan dia yang terus berdiri seperti patung Liberty.
Cukup sulit untuk memaksa Fawn duduk, aku perlu mengeluarkan kartu andalanku sebelum berhasil membuat dia patuh di kakiku.
"Jika kau tidak duduk, aku akan memerintah orangku untuk melukai ibumu!" hanya dengan kata-kata itu, Fawn seketika patuh.
Aku tersenyum dalam kemenangan ketika aku mampu mencium samar aroma sampo yang merekat di surai hitamnya yang panjang.
Dia memang hewan peliharaan yang menggemaskan.
...----...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus bahagianya
2023-07-02
0
Vlink Bataragunadi 👑
acie cieee ≧∇≦
2023-05-26
0
Vlink Bataragunadi 👑
3 kotak? what?!! emang mau brp kali? ≧∇≦
2023-05-26
0