DI DALAM SANGKAR
Di dunia ini, ada empat perusahaan besar yang berdiri berdampingan dengan kekuatan yang sangat mendominasi dan mengiritasi. Perusahaan itu dilambangkan sebagai empat kartu--Spades, Diamond, Heart dan Clubs. Masing-masing kepala dari perusahaan itu menjalin hubungan pertemanan yang dari luar, terlihat sangat asri dan membuat orang-orang di luar garis lingkar sosial mereka iri.
Yang tidak orang-orang ketahui, dibalik keakraban yang dipertontonkan di muka umum, mereka saling menodong senjata di balik kepala masing-masing. Menunggu siapa yang lebih cepat menarik pelatuknya. Siapa yang akan menjadi lawan, teman dan korban.
Pertemanan empat keluarga itu terus berjalan damai sampai sekarang, sampai seseorang berusaha lepas dari lingkaran kemunafikan itu.
"Pernikahan ini adalah keharusan, Indira." Anggara Rashid--kepala perusahaan Spades--berbicara pada Indira Rashid, adiknya.
"Jika kau tidak menikahi Evan, keluarga kita akan ditelan oleh keluarga Hunter. Kau tau sejak kepemimpinan Ace di Diamond, mereka menjadi sangat tidak terkendali, bukan?"
Indira menghela napas. Ia tau cepat atau lambat, pernikahannya dengan Evan akan terjadi. Tapi, ia tidak menyangka hatinya akan terasa berat luar biasa.
"Apa tidak ada jalan lain?" Evan adalah sahabat Indira, begitu pula Ace. Indira tidak mau pernikahan ini akan membuat pertemanannya dengan kedua pria itu merenggang. Ace mungkin akan membencinya.
"Kecuali kau mau keluarga kita jatuh bangkrut, Indira. Sebaiknya kau berhenti mencemaskan persahabatanmu dengan Ace."
Anggara bangkit dari sofa beludru merah itu dan melempar tatapannya pada Fawn--asisten pribadi adiknya yang berdiri bungkam di balik sofa.
"Fawn, ikut aku." Anggara membalikkan punggungnya tanpa perlu menoleh ke arah Fawn sama sekali. Dia tau--tanpa mengulang kata, Fawn akan menurutinya.
"Ada apa, Tuan?" Fawn bertanya setelah ia menapak keluar dari kamar Indira. Matanya menyorot punggung Anggara, menantikan jawaban dari tuannya yang sekarang berdiri tenang di depan jendela kaca.
"Pernikahan ini harus terjadi, Fawn." Ucapan Anggara membuat Fawn agak kebingungan.
Ia tau pernikahan kerja sama ini adalah hal yang sangat berarti untuk keberlangsungan keluarga Rashid dan keluarga Caspian. Tapi, yang tidak Fawn mengerti, kenapa Anggara mendiskusikan topik ini padanya?
"Katakan padaku, Fawn, jika aku meminta nyawamu hari ini, apakah kau akan memberikannya padaku?" pertanyaan Anggara membuat Fawn melebarkan mata.
Fawnia Alder--gadis dalam balutan jas hitam dan kemeja putih itu menapakkan satu langkah maju ke hadapan Anggara. Matanya berbinar terang--menunjukkan keseriusan.
"Aku akan memberikan nyawaku untuk keluarga Rashid, itu adalah sumpahku dalam pekerjaan ini."
Fawn menatap Anggara lekat-lekat di mata. Ia tidak akan goyah bahkan ketika sebuah pistol teracung di dahinya. Siap meledakkan kepalanya. Ia tidak akan berkedip, tidak bergetar di kakinya, tidak akan menarik sumpahnya.
Ketika keluarga Rashid menjaga ibunya yang sakit-sakitan, mendanai pendidikannya, dan menjamin ia menjalani kehidupan yang nyaman, Fawn bersumpah, setelah menamatkan pendidikannya ia akan mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini. Fawn rela menyerahkan nyawanya untuk mereka yang sudah melindunginya tetap hangat ketika ia dan ibunya tidak memiliki atap di atas kepalanya.
Fawn tidak memiliki penyesalan sama sekali.
"Kau sangat loyal, Fawn." Anggara menurunkan pistolnya. Senyum merekah tipis di wajah tampannya. "Aku senang mengetahui Indira memiliki sosok sepertimu di sampingnya."
"Loyalitasku belum sebanding atas kebajikan yang sudah keluarga Rashid berikan," tutur Fawn.
"Kalau begitu, dapatkah aku mengharapkan satu hal padamu?" Anggara mendekati Indira, mata memindai setiap lekuk tubuhnya. "Kau dan Indira tidak jauh berbeda, huh?"
"Y-ya?"
"Aku punya satu misi untukmu, Fawn." sudut bibir Anggara tertarik membentuk seringai tipis.
Misi itu adalah misi bunuh diri.
Ketika Anggara mempertanyakan loyalitasnya, Fawn tau ia akan dimanfaatkan seperti bidak di papan catur Anggara. Ia akan menjadi korban, ia akan menemui kematian.
Fawn sangat memahami bahwa pernikahan Indira dan Evan Cassian harus terjadi. Bahkan bila itu berarti dia harus mati. Fawn mengerti misi bunuh diri ini, dan ia rela mengorbankan nyawanya agar keluarga Rashid terselamatkan.
Ia rela mati.
Tapi, kenapa...,
"Keparat!"
Dua minggu kemudian.
Dalam keadaan tangan terikat kuat, Fawn duduk bersimpuh di hadapan seorang pria yang dia kenali jelas parasnya. Pria yang membuat keluarga Rashid tersudutkan. Pria yang merupakan musuh besar keluarga Rashid.
Arcelio Hunter.
Ace.
Pria ini adalah pemimpin perusahaan raksasa terbesar di Utara--Diamond Corporation. Perusahaan yang membuat tiga perusahaan raksasa lainnya nampak seperti kurcaci di kakinya. Dia adalah penerus utama Diamond Corp, pria yang terkenal akan kegilaannya. Keluarga Hunter menjadi liar semenjak Ace menapak menggantikan posisi ayahnya yang meninggal secara misterius.
Di mata Fawn, pria itu adalah pria paling berbahaya di antara empat pemimpin perusahaan lainnya. Ace sering bertemu dengan Indira sebelumnya di rumah utama, dan setiap kali mereka bertemu, Fawn yang menjaga Indira selalu merasa tidak nyaman di dekat pria itu.
Sekarang, dihadapkan kembali dengan pria yang selalu ia ingat sebagai musuh tuannya, Fawn merasa ngeri di tulangnya.
"BAJINGAN, AKU MEMINTA KALIAN MEMBAWA INDIRA KEHADAPANKU! INDIRA, BUKAN KACUNGNYA!!!" Ace memekik keras di depan ke lima bodyguard-nya. Mereka semua menunduk takut.
Ace sangat tidak habis pikir, lima orang yang paling ia percayai kemampuannya--mengecewakannya. Bagaimana bisa mereka salah menangkap orang?
Gadis ini--gadis yang sekarang meringkuk di depannya dengan mata rusa yang waspada, adalah asisten Indira. Ace mengenalinya, mengetahuinya. Dia adalah Fawn. Ace sering melihat gadis itu di samping Indira.
"Maafkan kami, Boss. Sepertinya pergerakan kami telah diprediksi. Mereka membuat jebakan dan memanfaatkan gadis ini sebagai jebakan." Carsel Jordi--bodyguard terpercaya Ace mengangkat kepalanya takut-takut.
"Huh? Jadi maksudmu, mereka sudah menduga aku akan menculik nona muda mereka jadi mereka menggunakan gadis ini sebagai jebakan?" Ace melenggang mendekati Fawn. Ujung sepatunya terangkat dan berlabuh di dagu Fawn, memaksakan wajah gadis itu agar mendongak menatapnya.
"Katakan, Fawn. Apa kau benar-benar rela menjadi umpan untuk keluarga Rashid mengetahui ini adalah misi bunuh diri? Kau akan mati, tau?" Ace berjongkok di depan Fawn. Menatap kepada mata gadis itu yang mengingatkannya pada seekor rusa yang terluka.
"Kematian adalah bentuk pengabdianku pada keluarga Rashid," jawab Fawn. Dalam hatinya, Fawn merasa lega misi ini berhasil. Artinya, jauh di luar sana, pernikahan Indira telah terlaksana. Keluarga Rashid terselamatkan berkat pengorbanannya.
"Kau membuatku terharu, mari lihat sejauh mana loyalitasmu itu akan bertahan di depan kematian." Ace berdiri, mengambil pistol dari tangan Carcel, dan tanpa pertimbangan mengacungkannya ke hadapan Fawn.
Lagi, keluh Fawn. Lagi-lagi ditodong pistol.
Dia benar-benar akan mati, ya? Huh. Andai saja ia sempat menyantap kepiting pedas favorite-nya.
Mata gadis itu melebar kelam. Tapi, kendati senjata sudah berada di depan hidungnya, bibir merah muda itu masih terkatup rapat. Tidak ada permohonan keluar dari bibirnya, tidak ada penyesalan. Sungguh menakjubkan. Ace terpesona atas loyalitas buta yang ditunjukkan oleh pengawal pribadi Indira.
"Apa kau punya kata-kata terakhirmu?"
Ace mengulur waktu sementara matanya menatap kepada sepasang iris cokelat Fawn yang tenang. Tidak ada riak ketakutan atau kegugupan di matanya. Hanya seorang prajurit yang rela mati demi tuannya.
"Jangan buang waktumu, bunuh aku!"
Sedetik setelah Fawn mengucapkan kata-kata terakhirnya, sebuah peluru berdesing keluar dari ujung pistol yang dipicu oleh pria bajingan di depannya.
Bang!
Bunyi letusannya memekikkan telinga.
Jantung Fawn berhenti berdetak seketika. Ia pikir ia telah mati saat itu juga. Tapi...
"Membosankan," peluru itu melintasi telinganya, jatuh di tanah beton belakangnya. Ace--si penembak--menyibak poni panjang Fawn dengan senjatanya.
"Aku berubah pikiran." tutur Ace.
Ucapannya membingungkan seisi ruangan.
"Boss, apa maksudmu?"
Ace menyerahkan pistol Carsel kembali pada Carsel. Matanya melirik rendah kepada Fawn yang masih termenung dan terpana pada kematian yang baru saja melewatinya. Fawn tidak mengira ia masih menarik napas setelah bunyi desingan peluru itu melintasi telinganya.
Dalam gaun pernikahan murah yang dibelikan Anggara untuknya sebagai penyamaran, Fawn menatap kepada Ace yang sekarang menyeringai layaknya setan.
"Kau seharusnya membunuhku," teriak Fawn. Ia datang ke sini dalam keadaan siap mati. Ia sudah sangat siap menyapa kematiannya. Ia tidak menginginkan hal lain, ia tidak menginginkan keselamatan atau sedikit saja belas kasihan. Tidak.
Pria seperti Ace tidak mungkin bersimpati padanya.
Apa mau pria itu?
"Di mana kesenangannya kalau aku membunuhmu?" Ace menyahut ucapan Fawn dengan nada ringan.
"Kau psikopat!"
"Aku tau."
Apa Ace berencana menyiksanya sebelum membunuhnya? menjual organnya? Fawn merinding dalam ketakutan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia takut akan ketidaktahuannya. Keasingan dan kemisteriusan Ace merupakan sesuatu yang membuat pria itu terasa berbahaya.
"Jangan takut," tutur Ace sekali lagi. "Kau akan menjadi hiburanku untuk sementara waktu."
"Hiburan--hi--apa? Apa maksudmu hiburan? Hei!" Fawn berteriak sambil meronta-ronta ketika bodyguard Ace kembali menariknya berdiri. "Lepaskan aku, apa maumu!"
Ace tidak menanggapi teriakan Fawn. Ia hanya melemparkan tatapan kepada Carcel dan menyerukan satu perintah yang membuat si bodyguard meneguk ludah.
"Bawa dia ke kamarku!"
...-----...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-07-02
0
Vlink Bataragunadi 👑
haiii author aku mampir juga d sini ♡(∩o∩)♡
2023-05-26
0
Kadek Pinkponk
like dan komen... 👍👍👍. pertamaku
2022-06-25
0