"Hey, ayo kembali! Apa kau ingin tetap berada di sini?" ajak Hwang Ji Na sambil menepuk pelan pundak pria itu.
Chanwo mengangguk mengiyakan perkataannya. Ia segera membalikkan badannya, kemudian kembali masuk ke dalam hutan tempat di mana ia berasal.
'Tap! Tap! Tap!'
Suara langkah kaki keduanya terdengar dengan begitu jelas di tempat ini. Meskipun hutan ini dipenuhi oleh para vampir dan klan bayangan, setiap harinya suasana tempat ini selalu saja begini. Tak pernah ada keramaian sedikitpun. Bahkan saat mereka berlari saja, tidak menimbulkan suara sedikitpun. Itu karena kecepatan mereka yang setara dengan kecepatan cahaya atau semacamnya.
Chanwo masih terus memegangi dadanya sendiri dari tadi. Ia masih ingin merasakan bagaimana sensasi organ tersebut saat berdetak sebagai mana mestinya. Sudah lama sekali jantung itu mati dan tak memompa darah ke seluruh tubuhnya.
Tak semua bangsa vampir memiliki jantung yang dapat berdetak seperti ini. Sebagian terlahir tanpa detak jantung sama sekali. Bahkan ada juga yang diberikan anugerah berupa jantung yang berdegup, dan tidak semua orang bisa mendapatkan keistimewaan itu. Mereka dengan jantung yang berfungsi akan menjadi begitu spesial di mata vampir lain.
"Menurutmu kenapa jantungku kembali berdetak seperti ini?" tanya Chanwo di tengah perjalanan.
"Entahlah, aku tak tahu pasti soal hal itu," jawab Hwang Ji Na apa adanya.
"Tapi semakin lama, benda ini semakin berdegup kencang. Aku tak bisa mengendalikannya, rasanya jantungku ingin meledak saja," ungkap Chanwo pada adik angkatnya tersebut.
"Kau serius?" tanya Hwang Ji Na setengah terkejut.
Pria itu menganggukkan kepalanya beberapa kali. Tanpa pikir panjang, Hwang Ji Na kembali mengecek detak jantung pria itu dengan cara menempelkan telinganya di sana. Penciuman dan pendengaran kaum werewolf selalu bisa diandalkan. Terlebih gadis ini berasal dari klan alpha, yang merupakan klan tertinggi di dalam sejarah bangsa serigala.
"Apa kau sedang jatuh cinta?" tanya Hwang Ji Na dengan hati-hati.
"Mungkin...." jawab Chanwo yang terlihat ragu-ragu.
"Dengan siapa?" tanya nya lagi.
"Gadis yang tadi itu mungkin, darah nya sangat memikat ku," jelasnya secara gamblang.
"Hey! Apa kau gila?!" balas Hwang Ji Na sambil memukul kepala kakaknya.
Chanwo hanya bisa meringis kesakitan saat gadis kecil ini melakukan hal itu kepadanya. Meskipun ia adalah penguasa dan bisa melakukan apapun yang ia mau, Hwang Ji Na tetaplah adiknya. Hal itu wajar jika terkadang seorang adik bersikap begitu menyebalkan terhadap kakaknya sendiri.
"Apa kau lupa jika kaum dari bangsa kegelapan tak boleh jatuh cinta?" ujar Hwang Ji Na dengan nada bicara yang agak tinggi.
Pria itu menundukkan pandangannya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal sama sekali. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang ini. Apakah kalimat yang dikatakannya tadi itu salah.
"Kau tahu jika itu adalah larangan besar dari bangsa ini selama berabad-abad," lanjut gadis itu untuk memperingati kakaknya.
"Aku tahu itu, tapi mustahil jika ada mahluk hidup yang mampu bertahan hidup tanpa cinta. Termasuk vampir sekalipun," jelas Chanwo.
"Jatuh cinta dengan sesama kaum kegelapan saja di larang, apalagi dengan kaum lain," balas Hwang Ji Na yang tak ingin kalah beradu argumen.
"Dia itu manusia setengah Phoenix, itu artinya burung api. Kau bisa mati jika berani dekat-dekat dengannya," lanjutnya.
"Phoenix? Pantas saja ia begitu memukau," ujar Chanwo sambil mengangguk mengerti.
"Sudahlah lupakan gadis itu, lagipula ia sudah pergi jauh. Kau tak akan pernah menemukannya lagi. Lebih baik pikirkan saja soal urusan kerajaan mu," jelas Hwang Ji Na yang mencoba mengakhiri pembicaraan.
Mereka kembali melanjutkan perjalanannya untuk segera kembali ke kerajaan. Kali ini Hwang Ji Na harus pergi ke kerajaan dulu, sebelum kembali ke gua nya. Ada beberapa urusan yang harus ia selesaikan di sana. Hwang Ji Na ditunjuk oleh Chanwo secara langsung untuk melatih kemampuan memanah para prajuritnya. Suatu saat, keahlian ini pasti akan sangat membantu mereka. Tak menutup kemungkinan jika kerajaan kecil ini akan mengalami suatu ancaman nantinya. Meskipun tempatnya nyaris tak di ketahui siapapun, tetap saja mereka semua harus waspada. Tetap terus berhati-hati, akan membuat mereka aman.
***
Sementara Hwang Ji Na melakukan tugasnya di halaman belakang, Chanwo segera kembali ke ruangannya. Untuk yang kesekian kalinya ia kembali menyendiri di dalam tempat itu. Bersembunyi seorang diri di sana, pakaian jubah hitam yang ia kenakan membuatnya seolah menyatu dengan gelap. Pria itu sedang sibuk dengan dunianya sendiri, dunia yang tak pernah di ketahui oleh orang lain. Bahkan oleh Rae Young, adik kandungnya sendiri.
Chanwo bisa menghabiskan waktu selama dua belas jam lebih di sana. Hanya duduk diam dan tak melakukan apapun, itulah yang setiap hari ia lakukan di sana. Pria itu seolah mengasingkan diri dari keramaian orang-orang di istananya.
'Kriettt!!!'
'Bamm!!!'
Chanwo menutup pintu tersebut dengan kasar, sehingga menciptakan suara debaman yang cukup kuat di tempat sesunyi itu. Engsel pintunya yang sudah berkarat, tak mau kalah untuk ikut ambil bagian di sana. Suara derit halus yang mengilukan itu, selalu terdengar saat seseorang membuka pintu ini. Menciptakan alunan melodi menyeramkan yang ikut mengiringi suara debaman pintu saat itu.
Pria ini kembali menuju tempat yang paling nyaman menurutnya. Sebuah kursi di dekat sudut ruangan. Ia menjatuhkan tubuhnya dengan begitu ringan di sana. Chanwo menghela nafasnya panjang. Rasanya badannya sakit semua setelah melakukan perjalanan yang lumayan panjang baginya.
Mungkin itu semua di sebabkan oleh kebiasaan buruknya saat ini. Sekarang Chanwo hanya bisa menghabiskan waktu untuk duduk dan berdiam diri di ruangan ini. Padahal dulunya, ia sanggup berkeliling ke seluruh penjuru hutan ini bersama Hwang Ji Na. Itu sebabnya pria ini tahu persis bagaimana seluk-beluk tempat ini. Tapi sekarang semuanya telah berbeda. Situasi mengharuskannya untuk tetap berada di kerajaan, mengontrol seluruh hutan dan melakukan beberapa pekerjaan lain yang menjadi tugas seorang pemimpin.
"Benda apa ini?" tanya Chanwo pada dirinya sendiri.
Tanpa pikir panjang, ia segera memungut benda itu dari bawah lantai. Bentuknya seperti sebuah rantai dengan ukuran yang sangat kecil. Ada beberapa aksesoris dan batu permata yang ikut menghiasi penampilannya.
"Apakah ini gelang kaki?" ujarnya sambil tetap mengamati benda tersebut.
"Tapi milik siapa ini? Apa mungkin milik Ji Na? Tapi setahuku, gadis itu tak pernah memakai perhiasan seperti ini," ucapnya sekali lagi.
Kini ia di buat semakin bingung oleh semua pertanyaan yang ia buat sendiri. Yang jelas, benda ini adalah milik seorang wanita. Dan satu-satunya wanita yang ia perbolehkan masuk ke sini adalah Hwang Ji Na, selain itu tak ada. Kecuali gadis manis yang terakhir kali datang ke sini bersama Hwang Ji Na.
Chanwo memutuskan untuk menemui Hwang Ji Na yang sedang sibuk di halaman belakang. Tak lupa ia juga ikut turut serta membawa gelang kaki itu bersamanya.
"Hwang Ji Na!" teriak Chanwo dari kejauhan.
Sontak semua orang yang sedang berada di sana menghentikan kegiatannya secara tiba-tiba. Suasana yang awalnya riuh dan ramai, mendadak sunyi seketika. Semua orang di sana langsung bungkam ketika pria ini bersuara dengan lantang.
"Kemari!" ucapnya dengan nada bicara yang lebih lembut, sambil melambaikan tangannya.
"Baiklah, kalian lanjutkan latihannya. Aku harus pergi menemuinya sebentar," ujar Hwang Ji Na kepada yang lainnya.
Kemudian gadis itu segera berlari menuju Chanwo. Tak biasanya pria itu memanggil dirinya jika tak ada keperluan yang mendesak, atau sesuatu yang menyangkut dirinya sendiri.
"Ada apa?" tanya Hwang Ji Na sambil mengeratkan ikatan rambutnya.
"Ayo ikut aku, kita bicara di ruangan ku saja," jawab Chanwo yang kemudian menarik tangan gadis itu.
Mereka kembali ke tempat itu dengan begitu cepat. Hanya dalam hitungan detik, meskipun ruangan itu terletak di lantai paling atas dekat dengan menara. Hal itu memang tak di ragukan lagi, kecepatan berlari seorang vampir dan serigala tergolong sangat cepat.
Setelah sampai di sana, Chanwo menutup pintunya rapat-rapat. Memastikan jika tak ada seorangpun selain mereka berdua yang berada di ruangan ini.
"Apa benda ini milikmu?" ucap Chanwo sambil menyondongkan dirinya ke arah Hwang Ji Na.
Sementara, sosok yang di tanya bungkam untuk beberapa saat. Hwang Ji Na sibuk memperhatikan benda yang ditunjukkan oleh pria itu. Rasanya ia tak pernah memiliki benda semacam itu. Benda ini begitu berkilau di dalam gelap, sangat elegan. Hwang Ji Na kembali memperhatikan benda itu dengan seksama untuk yang terakhir kalinya, sebelum ia menjawab pertanyaan pria itu.
"Sepertinya aku tak pernah melihat benda itu sebelumnya," ujar Hwang Ji Na dengan yakin.
"Lalu jika bukan milikmu, lantas milik siapa?" tanya Chanwo yang dibuat semakin kebingungan.
"Apa mungkin itu adalah jejak yang tertinggal, mungkin saja ada seseorang yang mencoba untuk menyusup ke tempat ini?" ujar Hwang Ji Na
"Hanya kau dan Rae Young yang bisa masuk ke tempat ini, selain kalian berdua tidak ada sama sekali," balas Chanwo dengan yakin.
"Lagi pula aku telah memantrai tempat ini, jadi mustahil jika ada seorang penyusup," lanjutnya.
"Lalu milik siapa benda ini, apa mungkin ini milik Kak Rae Young?" ujar Hwang Ji Na yang ikut kebingungan.
"Biar ku panggil Rae Young untuk ke sini," ucap Chanwo.
Sedetik kemudian, pria ini langsung memusatkan seluruh pikirannya. Ia sedang menggunakan kekuatan pikirannya untuk berkomunikasi dengan Rae Young. Setiap vampir dan klan bayangan telah diwarisi keahlian itu oleh orang tuanya. Namun mereka hanya bisa menggunakannya kepada sesama anggota klan. Itu sebabnya tadi, mau tak mau Chanwo harus rela turun ke bawah untuk menjemput gadis ini.
"Sebentar lagi ia akan segera ke sini," ucap Chanwo.
"Baguslah." balas Hwang Ji Na.
Lagi-lagi, hanya dalam hitungan detik Rae Young berhasil mencapai pintu ruangan ini dalam kurun waktu sepersekian detik. Pria yang lebih muda dari Chanwo itu, segera masuk ke ruangan tersebut tanpa menunggu aba-aba lagi. Ia tahu jika seseorang telah menanti kehadiran nya.
"Ada apa hingga kalian memanggilku untuk datang ke sini?" tanya Rae Young yang baru saja sampai.
"Duduklah lebih dulu," ujar Chanwo dengan begitu tenang.
"Apa benda ini milikmu?" tanya Chanwo sambil menyodorkan gelang perak dengan ornamen permata tersebut.
"Aku tak pernah menyukai batu permata semacam ini. Apa ini batu ruby?" jawab Rae Young.
Padahal ia hanya melihatnya dengan sekilas, tapi dengan begitu yakinnya ia mengatakan jika benda itu bukan miliknya.
"Lalu milik siapa sebenarnya benda ini?" tanya Chanwo pada dirinya sendiri untuk yang kesekian kalinya.
"Kenapa kau tidak mengendus aromanya saja?" ujar Rae Young kepada Hwang Ji Na.
"Oh, iya! Kenapa aku tidak melakukan hal itu dari tadi," ucap Hwang Ji Na sambil menepuk pelan dahinya.
"Cih!" balas Rae Young sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Dasar kau! Kenapa lemot sekali, apa kau kekurangan asupan protein?" timpal Chanwo.
"Sudah diamlah!" gertak Hwang Ji Na dengan geram.
Kedua saudara angkatnya ini selalu saja menyalahkan dirinya ketika ia teledor seperti ini. Padahalkan mereka bisa mengingatkan dirinya dengan cara yang lebih lembut.
Dua pria vampir ini selalu saja bersikap menyebalkan baginya. Apalagi si lelaki muda yang bernama Rae Young itu. Lihat saja sekarang, ia duduk dengan sorot mata tajam yang seolah meremehkan Hwang Ji Na. Di tambah dengan tangan yang dilipat, lalu kepalanya yang terlihat mendongak, kian menambah kesan angkuh dari diri vampir itu. Namun di sisi lain, sebenarnya ia tak begitu. Ada jiwa hangat yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun. Meskipun kelihatannya Rae Young begitu sombong dan dingin, ia tak akan tinggal diam ketika seseorang berada dalam bahaya.
Semua mahkluk di dunia ini, tak peduli jenis apapun itu mereka. Yang jelas, setiap mahluk di alam semesta ini pasti memiliki sisi baiknya tersendiri. Hanya kembali lagi ke diri mereka sendiri. Ingin lebih menonjolkan sisi baiknya, atau malah menunjukkan yang sebaliknya kepada semesta.
***
"Bagaimana? Apa kau menemukan siapa pemiliknya?" tanya Chanwo tak sabar.
"Aku seperti mengenali baunya, ini tak asing lagi bagiku. Tapi aku tak bisa mengingat dengan jelas aroma tubuh siapa ini," jelasnya sambil tetap mengendus-endus benda tersebut.
"Dasar payah!" celetuk Rae Young.
Hwang Ji Na hanya menyeringai kasar ke arah pria itu, sambil memamerkan kedua taringnya. Itu adalah sebuah ancaman darinya, agar pria ini tak berani macam-macam dengan nya. Namun Rae Young tahu persis jika itu hanyalah gertakan tanpa arti yang selalu dilakukan oleh gadis itu saat merasa kesal.
"Memangnya siapa yang berani masuk ke sini selain kita bertiga?" ujar Hwang Ji Na.
"Gadis itu!" seru mereka secara bersamaan.
Untuk beberapa detik mereka bungkam dan saling menatap satu sama lain. Tak salah lagi, pasti barang ini milik Eun Ji Hae. Hanya dia satu-satunya orang asing yang pernah masuk ke ruangan ini. Tapi bagaimana bisa barang ini tertinggal begitu saja di sini. Apa gadis itu tak menyadarinya sama sekali.
"Pasti milik Eun Ji Hae," ujar Hwang Ji Na memecah keheningan suasana.
"Jadi, nama gadis itu Eun Ji Hae," ucap Rae Young sambil mengangguk paham.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments