Mulai dari Kimchi, bulgogi, sup, kimbap hingga jajangmyeon komplit tersedia di nampan makan kami. Aku tak melihat para staff sekolah disini. Tampaknya ruangan makan antara siswa dan staff sengaja di bedakan.
"Semuanya, bersulang untuk anggota baru kita," ujar Oliver sambil mengangkat sloki soju miliknya.
Semua siswa disana refleks juga ikut menganggkat sloki berisikan Soju mereka masing-masing. Begitupula denganku. Sekarang Korea sudah memasuki musim dingin, jadi soju tak boleh terlewatkan. Minuman ini bisa sedikit menghangatkan suhu tubuh.
"Selamat makan!" ucap kami secara bersamaan.
Setelah kalimat itu selesai menggema di seluruh ruangan, semua orang mulai menyantap makanan mereka masing-masing. Suasananya begitu khidmad, tak ada yang berisik sedikitpun.
Mereka semua adalah murid yang memiliki jiwa kedisiplinan yang begitu tinggi. Aku yakin jika sopan santun dan tata krama disini sangat ditekankan kepada semua orang.
***
Selesai acara makan malam, mendadak ada sebuah forum disana. Entah memang seperti ini setiap malamnya atau baru kali ini saja. Tapi ini memang penting untuk menjaga komunikasi satu sama lain sebagai seorang siswa.
Setelah selesai meletakkan nampan kotor kami di ruangan kecil yang ternyata tersembunyi dibalik tirai, kami kembali duduk dimeja makan. Kami membahas obrolan yang ringan-ringan saja, sebelum akhirnya Oliver membuat situasi ini menjadi serius.
"Kita harus bersiap sebelum Ify menyerang kita lagi musim ini," ujar Oliver.
Semua siswa berbisik-bisik pada teman disebelahnya, kemudian mengangguk-angguk. Tak bisa dipungukiri jika sekarang mereka sedang khawatir.
"Benar, waspada akan membuat kita aman," balas seorang pria dari seberang sana.
"Siapa Ify?" tanyaku dengan polosnya.
Bertanya akan jauh membantuku sebelum pembahasannya semakin rumit. Setidaknya aku harus tahu inti permasalahannya.
"Ify adalah ketua asrama dari sekolah di bagian Utara. Tempat itu selalu diselimuti salju abadi. Oleh karena itu ketika musim salju datang di seluruh Korea, kekuatan mereka semakin bertambah kuat," jelas Oliver.
Meski sama saja penjelasan mereka tetap tak masuk akal bagiku, tapi aku mencoba untuk mengerti.
"Lalu mengapa dia menyerang kita?" tanyaku lagi.
"Ify dulunya adalah murid disini. Ia adalah anak dari nyonya kepala sekolah. Tapi semenjak nyonya kepala sekolah dan suaminya berpisah, Ify lebih memilih untuk bersama ayahnya. Hatinya sudah dibuat beku oleh ayahnya sendiri. Ayahnya tak ingin Ify kembali bersama ibunya," jawab Oliver.
Sepertinya gadis ini memang tahu banyak soal semuanya.
Tapi setahuku bibi belum pernah menikah. Sementara menurut pengakuan Oliver, Ify adalah anaknya bibi. Mungkin aku belum lahir saat kejadian itu terjadi, atau bisa saja aku masih terlalu kecil saat itu.
Suasana sudah semakin larut, mataku juga sudah terlalu berat untuk tetap dipertahankan. Belum lagi besok kami ada kelas pagi.
Akhirnya setelah acara jamuan makan malam selesai, semuanya kembali ke kamar asramanya masing-masing.
"Hei! Tunggu!" sahut seseorang dari belakang.
Aku sontak menghentikan langkahku lalu berbalik mencari arah sumber suara tersebut. Aku mendapati seorang pria yang berusaha mengejar langkahku. Kali ini aku kembali ke asrama sendirian, Oliver masih harus bertemu dengan bibi di ruangannya.
Setelah posisi kami sejajar, ia tampak mengatur nafasnya yang masih memburu.
"Ada apa?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Huh...huh...huh...."
Pria ini masih belum menjawab pertanyaanku. Kelihatannya ia perlu lebih banyak waktu untuk memenangkan dirinya.
"Jongdae," ucapnya.
Aku mengerutkan keningku, tak mengerti dengan apa yang ia maksud.
"Jongdae," ujarnya sekali lagi.
Kemudian ia mengulurkan tangannya.
Sekarang aku mengerti apa maksudnya. Itu adalah namanya, ia pasti sedang memperkenalkan dirinya.
"Nhearsya," ucapku seraya membalas uluran tangannya.
Pria itu tersenyum lebar sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dengan cepat.
"Dipanggil Nhearsya?" tanya Jongdae.
"Oh, panggil saja Nhea."
"Baiklah. Mau balik ke asrama?"
Aku mengiyakan perkataannya barusan.
"Mau barengan?" tawar Jongdae.
"B....bo...leh," balasku dengan senyum yang sedikit canggung.
"Kamu satu kamar dengan Oliver kan?"
"Iya."
"Kamar kita bersebrangan. Ruangan ku tepat didepan kamarnya Oliver," jelasnya tanpa kuminta.
Pantas saja di terlihat cukup akrab tadi dengan Oliver. Ternyata mereka bertetangga. Jika ia satu asrama dengan kami, itu artinya dia bukan murid biasa.
Kami terus melanjutkan obrolan kami sepanjang jalan menuju asrama. Hawa dingin menyeruak tajam, seperti besok salju sudah mulai turun.
"Aku dengar kamu ini anak semata wayang dari nyonya Vallery, apa itu benar?"
"I...iya," jawabku dengan ragu.
"Kenapa sejak kecil kau tidak tinggal disini saja?"
"Entahlah."
Mungkin ini adalah satu-satunya bangunan bergaya Eropa yang berdiri di Korea atau mungkin juga bukan. Tapi aku baru tahu jika ada bangunan seperti ini di Korea.
"Oh iya perkenalkan, aku juga ketua untuk asrama putra."
"Ah, pantas saja."
Jongdae menggaruk kepalanya yang tak gatal. Pipinya bersemburat merah dengan senyum malu-malu seperti orang yang baru saja menerima pujian. Tapi apa kalimatku tadi itu seperti layaknya sebuah pujian?
Sebenarnya yang ku maksud itu pantas saja dia tinggal disana, ternyata dia adalah ketua asrama juga. Semoga saja ia tak salah paham soal itu.
"Oliver bilang asrama itu istimewa, pantas saja kau disana."
Aku segera meluruskan maksud dari perkataan ku tadi sebelum pria ini menjadi salah paham denganku.
"Iya," balasnya singkat, tapi ekspresinya tak berubah sedikitpun.
Ah sudahlah, yang penting aku sudah memperjelas kalimatku.
***
Sebenarnya aku benci jika harus melewati koridor. Tak ada lampu sama sekali. Hanya barisan lilin-lilin kecil yang tergantung disepanjang dinding jalanan ini. Menurutku seharusnya mereka memasang beberapa lampu gantung disini. Itu akan jauh lebih baik ketimbang memasang lilin. Lagipula lilin berpotensi memicu kebakaran jika kalian ceroboh dalam penggunaannya. Atau mungkin sekolah ini sengaja memasang lilin sebagai sumber penerangan utamanya karena biaya listrik terlalu mahal untuk bangunan sebesar ini.
Akhirnya kami telah sampai didepan kamarku yang artinya didepan kamar Jongdae juga. Kami berpamitan untuk masuk ke kamar masing-masing dan mulai beristirahat.
"Selamat malam!" ucap kami secara bersamaan.
Setelah itu aku masuk ke dalam kamar, kemudian menyalakan lampu gantung di atas sana. Aku menggantung jubahku begitu saja di kursi, lalu mengganti seragamku dengan pakaian yang lebih santai.
Karena ini sudah mulai memasuki musim dingin, setelah baju tidurku kali ini tentu saja sweater. Aku juga hanya membawa beberapa coat, sisanya masih sengaja ku tinggalkan di rumah. Mungkin besok aku akan meminta bibi untuk mengantarkan ku kembali kerumah untuk mengambil sisa barang-barang ku. Siapapun tak akan bisa bertahan sepanjang musim dingin ini dengan stok mantel yang sedikit.
Oliver masih belum kembali ke asrama. Agak lama memang untuk sekedar bertemu dengan bibi. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur lebih dulu tanpa menunggunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
Firchim04
Hai author aku datang membawa boom like dan rate5 😊
Jangan lupa mampir di karyaku ya yaitu :
"Dosenku Sahabatku"
2020-09-01
0