Setelah selesai bertemu dengan bibi, aku kembali ke koridor utama untuk menemui Eunbi dan Jongdae. Pasti mereka telah lama menunggu ku disana.
"Bagaimana?" tanya Jongdae seketika itu juga.
Aku hanya menggeleng pasrah, "Tidak di izinkan."
"Lalu bagaimana dengan barang-barang mu?" kini giliran Eunbi yang membuka suara.
"Bibi bilang aku tidak akan memerlukan semua benda-benda itu selama di sini," jawabku apa adanya.
Raut wajah Eunbi berubah manyun seketika. Kesempatannya untuk mengunjungi rumah salah satu petinggi sekolah ini telah lenyap.
"Bagaimana kalau kita langsung berkeliling sekolahan saja?" tawar Jongdae berusaha menghibur.
Aku langsung mengiyakan perkataannya, begitu pula Eunbi. Kami segera keluar dari gedung utama yang menjadi pusat kegiatan disekolah ini.
Pertama-tama Jongdae membawa kami ke depan pintu gerbang. Ia akan menunjukkan semuanya sebagaimana mestinya ketika kita barusaja memasuki area ini dari luar sana.
Tepat didepan pintu gerbang ada sebuah bangunan tunggal berlantai satu dengan atap mengerucut. Itu adalah aula yang akan langsung menyambut kalian begitu datang ke tempat ini. Kemudian jika membuka pintu depannya, akan terlihat pula pintu di seberangnya yang langsung menuju ke kompleks utama sekolah. Ruangan ini difungsikan sebagai tempat perkumpulan atau untuk acara sekolah lainnya.
Jika berjalan lurus terus dan keluar melalui pintu yang satunya lagi, akan ada jalanan batu persegi yang telah ditata sedemikian rupa. Jalanan ini terus memanjang hingga ke halaman belakang.
Disebelah kanan akan tampak gedung asrama yang berdiri kokoh untuk menampung ratusan siswa-siswi disini. Pada lantai pertama dan kedua diperuntukkan untuk asrama putri, sedangkan dua lantai di atasnya untuk asrama putra. Setelah itu di lantai paling atas adalah rooftop. Dari sana kalian bisa melihat pemandangan seluruh sekolah dari ketinggian.
Sementara disebelah kiri kami terdapat gedung utama. Bagunan yang satu ini berfungsi sebagai pusat kegiatan disekolah. Sepertinya porses belajar mengajar, ruangan rapat, perpustakaan dan kantor para pengurus sekolah.
Jika berjalan terus hingga ke halaman belakang, pemandangannya akan lebih mempesona. Begitu sampai di penghujung jalanan ini, sebuah kolam air mancur akan menyuguhkan sebuah mahakarya bernilai seni tinggi. Setiap permukaannya tak luput dari ukiran elok nan elegan yang sengaja ditorehkan di sana.
Kemudian di puncak air mancur tempat semua air ini memancar, terdapat sebuah patung Phoenix yang berdiri gagah menantang langit. Sayapnya mengembang sempurna, memamerkan pada semesta seluruh pesona yang ia miliki.
Tepat di belakang air mancur ini sengaja disisakan sepetak kecil tanah untuk dijadikan taman mini untuk memanjakan mata setiap orang yang berkunjung kesini.
Di sebelah kanan adalah bangunan asrama para petinggi sekolah, termasuk ayah, ibu, bibi, aku, bahkan Oliver dan Jongdae juga tinggal disana. Kemudian diseberang gedung ini terdapat bangunan berlantai satu yang digunakan sebagai tempat untuk acara jamuan makan malam. Ya betul sekali hanya makan malam saja. Karena untuk sarapan dan makan siang semuanya dilakukan di kantin yang telah tersedia di gedung utama yang masih satu bangunan dengan kelas kami.
"Meski sudah bertahun-tahun disini, tetap saja aku masih terpesona melihat seluk beluk bangunan ini." ujar Eunbi sambil berdecak kagum.
"Oh ya? Sudah berapa lama kau tinggal disini?" tanyaku penasaran.
Eunbi tampak berfikir sejenak, "sudah sekitar lima tahun yang lalu mungkin."
"Kenapa kau tidak tinggal disini sejak kecil? Kami kira Nyonya Vallery dan Tuan Wilson tidak memiliki anak, soalnya mereka tak pernah terlihat memboyong keluarganya kesini," sambung Jongdae.
"Emmm.... Aku tidak boleh dekat-dekat dengan hal ini sebenarnya," jelasku.
"Ah... Aku mengerti apa maksudmu," balas Jongdae mengerti.
Kami menghampiri sebuah bangku taman yang tertutup bayangan tembok besar ini. Salju memang belum sempat turun, tapi suhu sekitar sudah mulai menurun drastis. Mungkin beberapa hari lagi butiran bola-bola es berukuran mikro itu akan segera turun menyelimuti seluruh negeri ini.
Ia memang indah, lembut putih seelok kapas sutera. Namun ia terlalu berbahaya untuk mereka yang tak mampu bertahan.
"Bagaimana ini, musim dingin telah datang. Posisi kita sangat terancam saat ini."
Eunbi membuka obrolan terlebih dahulu.
Belakangan ini hal itu selalu menjadi topik utama yang di bahas. Sebenarnya seperti apa Ify dan seberapa kuat dirinya. Sampai-sampai seluruh penghuni sekolah gentar seperti ini.
"Benar, kekuatan kita pasti akan melemah jika salju tahun ini lebih lebat," timpal Jongdae.
"Kenapa begitu?" tanyaku dengan hati-hati.
"Seluruh sekolah akan lemah jika udara disekitar membeku. Kita tak bisa berbuat apa-apa jika situasinya sudah seperti itu," jelas Jongdae.
"Lalu bagaimana caranya agar kekuatan kita tetap utuh?"
"Cara satu-satunya adalah dengan menjaga udara sekitar agar tetap stabil. Jika tidak, maka seluruh kekuatan akan lumpuh."
"Tapi hal itu sangat mustahil untuk kita lakukan," tambah Eunbi.
Seluruh sekolah sedang berfikir keras mencari jalan keluar untuk mala petaka yang sebentar lagi akan menimpa mereka. Dan kemungkinan maut juga turut serta dalam musibah ini.
"Tentu saja itu semua bisa," ujarku dengan antusias.
"Mana mungkin, bagaimana caranya?" balas Eunbi.
"Itu sangat mungkin jika kita menghalau salju masuk area ini, maka suhu di tempat ini akan tetap stabil," jelasku.
"Tapi bagaimana caranya?"
Kini giliran Jongdae yang berusaha memutar otak.
"Kita bisa membuat sebuah portal pertahanan untuk melindungi sekolah ini. Bayangkan saja jika seluruh sekolah ikut berpartisipasi dalam hal ini, pasti portal yang dihasilkan juga akan semakin kokoh," Jelasku sekali lagi.
Kedua orang ini masih tampak berfikir sejenak, mencerna semua perkataan ku.
"Tapi belum tentu suhu di dalam portal akan ikut stabil," ujar Eunbi.
"Benar!" tambah Jongdae.
"Kita buat saja perapian di seluruh ruangan agar tetap menyala," balasku dengan yakin.
Kedua orang itu saling bertatapan sebentar. Dapat kulihat terbesit sedikit keraguan dari dalam diri mereka. Kilau matanya memberikan sorot penuh makna. Seolah mereka sudah memutuskan untuk menyerah sebelum berperang.
"Nhea, rasanya itu mustahil. Ify terlalu kuat bagi kita," ujar Eunbi sambil merangkul bahuku.
Bahasa tubuh mereka barusan seolah mengisyaratkan agar aku mengurungkan semua rencana ku, karena mereka tahu itu pasti tidak akan berhasil.
"Aku mendukungmu!"
Tiba-tiba kalimat yang begitu mengejutkan itu terlontar begitu saja dari mulut Jongdae. Mataku terbelalak lebar melihat keputusan pria itu barusan.
"Aku akan bicarakan ini dengan Oliver. Setelah itu kami akan menghadap nyonya kepala sekolah untuk mendiskusikan hal ini dan meminta keputusan nya. Jika nyonya kepala sekolah memberikan izin bagi kita, aku dan Oliver selaku ketua asrama akan mengumumkan hal ini ke seluruh sekolah," jelas Jongdae.
Ternyata diam-diam ia telah memikirkan suatu rencana yang selangkah lebih maju dariku.
"Aku tak yakin ini akan berhasil, tapi mari kita coba!" timpal Eunbi dengan antusias.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
Ya Ndak Tau
bagus..😁
2021-11-06
2
альфа
can to try
2020-09-01
0