Oliver membaringkan tubuh Nhea di ranjangnya. Sementara Jongdae hanya berdiri di ambang pintu, tak berani masuk ke dalam. Peraturannya memang seperti itu, mereka tidak boleh sembarang masuk ke kamar orang lain.
Oliver menyalakan perapian di sudut ruangan, membuat tempat ini menjadi sehangat mungkin.
"Kemari!" ujar Oliver kepada kakaknya.
Jongdae menggeleng cepat, tentu saja ia tak berani melanggar aturan sekolah. Bisa habis dia jika sampai ketahuan.
"Tak apa, aku yang memberimu izin. Jadi tidak masalah," balas Oliver.
Namun Jongdae tetaplah seorang Jongdae. Ia tak ingin reputasinya sebagai murid yang teladan sekaligus kepala asrama, menjadi rusak karena hal kecil seperti ini.
Kesabarannya sudah habis untuk menghadapi kakak laki-lakinya ini. Tanpa pikir panjang lagi Oliver segera menarik tangan Jongdae untuk masuk ke ruangan ini.
"Hei, apa yang kau lakukan?! Lepaskan aku! Aku tak ingin membuat masalah," sorak Jongdae.
Oliver membungkam mulut Jongdae dengan telunjuknya, "Ssttt... jangan berisik! Nhea sedang berusaha pulih."
Jongdae langsung mengangguk mengerti, meski dalam hatinya terus mengumpat. Ia tak henti-hentinya mengucapkan sumpah serapah kepada adiknya sendiri. Jika sampai terjadi sesuatu dengan Jongdae, maka Oliver harus tanggung jawab. Ia tak mau tau pokoknya.
Oliver menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian mulai merapalkan sebuah mantra.
"Excitate vos e somno tempore."
Yang artinya, bangunlah dari tidur panjangmu. Kebanyakan mantra yang di ajarkan selalu dalam bahasa latin. Mungkin dari sanalah peradaban sihir di dunia bermula.
Lalu ia membuka telapak tangannya lebar-lebar, meniupkan sesuatu tak kasat mata yang ada di atas sana. Hembusan angin tipis tersebut menyapu halus dahi Nhea, kemudian terus menjalar hingga ke ujung rambutnya.
"Kenapa kau tidak melakukannya dari tadi!" protes Jongdae yang tengah di rundungi rasa gelisah.
Ia terus-menerus memikirkan bagaimana jika nantinya ia ketahuan sedang berada di kamar asrama putri. Membayangkannya saja sudah membuat Jongdae bergidik ngeri. Mungkin saja ia akan di sihir oleh kutukan para petinggi sekolah.
"Apa aku akan di sihir menjadi kucing hitam penjaga pintu gerbang? Atau mungkin menjadi patung burung Phoenix di dekat air mancur? Dan yang lebih mengerihkan, mungkin aku akan langsung di lenyap kan dari hadapan semesta," batin Jongdae dalam hati.
Namun di sisi lain ada perasaan lega ketika melihat Nhea mulai tampak sadarkan diri. Itu bisa jadi sebuah pertanda baik baginya. Yang artinya jika Nhea telah sadar, ia bisa langsung pergi meninggalkan tempat ini sebelum tertangkap basa.
Cepat atau lambat, seluruh sekolah pasti akan menyadari hal ini. Tiga orang siswa yang memiliki jabatan tertinggi di sekolah ini, menghilang secara tiba-tiba di waktu yang bersamaan.
"Aku harus pergi," ujar Jongdae tiba-tiba, kemudian berlari ngacir meninggalkan tempat itu.
Oliver hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan kakaknya yang terlalu berlebih-lebihan itu. Ia tak habis pikir melihat Jongdae yang meninggalkan mereka begitu saja. Seharusnya ia tetap berada di sini hingga Nhea sadar. Bagaimanapun juga, ia lah yang pertama kali menemukan Nhea dengan kondisi seperti ini.
Tapi sudah terlambat, kini Oliver tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk sekedar mencegah Jongdae saja sudah tak mungkin lagi. Pasti ia telah lari sampai lantai bawah. Dan jika Oliver harus pergi untuk menyusul Jongdae, lalu siapa yang akan menjaga Nhea.
"Nhearsya Clastisia" itu namanya.
***
Aku membuka mataku perlahan-lahan dan mendapati diriku tengah terbaring di kamar. Pandanganku samar-samar, karena sebelumnya suasana hitam kelam bak malam tak berbintang mendekap ku dalam pelukannya.
Aku baru menyadari jika Oliver juga berada di sampingku. Kelihatannya sudah sejak tadi ia berada di sini. Ia terlihat sedang mencoba untuk mengatakan sesuatu. Namun aku tak bisa mendengarnya sama sekali, meski aku telah berusaha sekuat tenaga.
Lagi-lagi pandanganku kembali kabur, semuanya mendadak menjadi tak jelas. Seperti kaca yang berembun tebal. Dan...... gulita yang maha durjana itu kembali menarik ku bersamanya. Sepertinya ia tak ingin jika aku pergi meninggalkannya barang sebentar saja.
Mungkin si hitam ini sedang kesepian. Di sana hanya ku dapati sebuah ruang hampa tanpa batas. Tak ada seorangpun, bahkan seberkas cahaya kecil saja tak ada.
Aku kembali terlelap dalam tidur berkepanjangan yang entah sampai kapan akan berakhir. Layaknya beruang kutub yang tengah hibernasi untuk satu musim penuh. Atau mungkin ini benar-benar sudah berakhir dan inilah ujungnya. Apa aku telah mati?
***
Bahagianya yang sempat tercipta kini runyam. Baru saja kedua sudut bibirnya terangkat lebar melihat Nhea telah sadarkan diri. Namun selang beberapa detik kemudian, semuanya hilang begitu saja.
Kini Oliver cemas bukan main. Hatinya bimbang, tak tahu harus berbuat apa. Ia pikir mantra itu cukup membantu, tapi ternyata tidak sama sekali.
Dengan suasana hati yang berkecamuk tak karuan, gadis ini berlari naik menuju rooftop untuk menemui Nyonya Ga Eun. Situasinya sudah benar-benar gawat dan tak terkendali.
Untuk saat ini hanya Nyonya Ga Eun yang bisa menolongnya. Bagaimanapun juga saat ini ia yang menangani seluruh sekolah. Oliver percaya jika sihir Nyonya Ga Eun akan sangat berpengaruh. Terlebih Ga Eun adalah kepala sekolah, sekaligus bibi dari anak itu. Anak gadis yang tengah sekarat sekarang.
Oliver mempercepat langkahnya, melampaui batas kemampuannya untuk berlari. Langkanya sudah tak beraturan lagi karena tertatih-tatih.
'Tap...tap...tap...'
Suara langkah kaki Oliver terdengar begitu jelas menggema di seluruh lorong bagunan ini. Dan akan semakin jelas jika ia sedang menaiki tangga yang ukurannya sangat sempit dan hanya cukup untuk satu orang. Terlebih saat ini ia sedang menggunakan sepatu jenis ankle boots yang tapak sepatunya terkenal cukup tebal dan keras.
"Nyonya! Hosh...hosh..." sahut Oliver dari belakang sambil mengatur nafasnya.
Seluruh sekolah masih menikmati pemandangan indah yang barusaja terjadi, termasuk Ga Eun. Tapi mereka tidak tahu jika pesona portal ini begitu mematikan.
Ga Eun mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara tersebut.
Oliver berjalan mendekati Ga Eun dengan tubuh yang tak bisa berdiri tegak lagi karena kelelahan. Nafasnya juga terlihat memburu, langkahnya tertatih lemas.
"Ada apa Oliver?" tanya Ga Eun kebingungan.
"Nhea.... pingsan nyonya," ungkap Oliver dengan penuh hormat.
"Pingsan?! Tapi kenapa bisa terjadi?"
"Ceritanya panjang nyonya, aku tak bisa menjelaskannya sekarang. Lebih baik sekarang cepat nyonya tolong Nhea," pinta Oliver.
Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka berdua langsung pergi meninggalkan rooftop. Tentu saja seluruh sekolah bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Posisi para murid yang berada di dasar gedung, membuat semuanya yang mereka bicarakan tadi terdengar jelas oleh para siswa.
Tak sedikit yang mulai berbisik-bisik pelan, bahkan ada juga yang membuat asumsi secara sembarangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments