"Jika kau masih merasa ragu dengan semua ini, pakailah kalungku," ujar Hwang Ji Na
Kemudian ia memberikan kalung yang sebelumnya melingkar di lehernya. Itu adalah kalung perak dengan sebuah batu permata rubi sebagai hiasannya.
"Apa fungsinya?" tanya Eun Ji Hae.
"Anggap saja ini sebagai jimat yang akan melindungi mu. Para klan vampir dan klan bayangan tak akan berani macam-macam denganmu. Perak adalah salah satu kelemahan mereka," jelas Hwang Ji Na.
"Bagaimana dengan batu rubi nya?"
"Itu peninggalan dari klan alpha sebelum mereka meninggalkanku."
Eun Ji Hae mengangguk mengerti, lalu segera mengaitkan benda tersebut di lehernya.
"Ayo masuk!" lanjut Hwang Ji Na.
Tanpa berlama-lama lagi, mereka segera masuk ke area istana tersebut. Kali ini mereka memilih untuk melalui jalan utama yang langsung menuju ke dalam istana. Sepanjang jalan, tak terlihat tanda-tanda bahaya sama sekali. Para prajurit yang sedang berjaga dimana-mana, tak melakukan perlawanan sama sekali. Bahkan tak jarang dari mereka yang memberikan hormat kepada Hwang Ji Na saat ia melintas.
"Mereka terlihat begitu menghormati mu," ujar Eun Ji Hae.
"Tentu saja, aku pernah di besarkan di sini selama beberapa tahun."
"Siapa yang mengasuh mu selama berada di sini?"
"Ibunya Chanwo yang sekaligus pemimpin tertinggi seluruh klan dari kaum kegelapan. Tapi sekarang ia telah tiada..."
"Kenapa bisa begitu? Bukannya seluruh klan akan hidup abadi?"
"Tidak jika mereka berani keluar dari tempat ini."
"Apa yang terjadi padanya?"
"Kawanan burung elang merusak lapisan dedaunan yang rimbun itu, sehingga matahari menembus masuk ke dalamnya."
"Sungguh malang sekali mereka."
"Bukan hanya ibu yang musnah saat itu, bahkan hampir separuh dari populasi klan ikut musnah."
"Apa itu alasannya kenapa Chanwo di angkat menjadi penguasa hutan ini."
"Iya benar, dia adalah putra mahkota tunggal."
"Lalu kenapa kau tidak tinggal di sini saja. Mereka semua bersikap baik terhadap mu, meskipun kalian berbeda."
"Oleh karena itu sebabnya aku tak bisa bersama mereka terus. Perbedaan kaum kami tak sebatas itu."
Eun Ji Hae tak ingin bertanya lebih jauh lagi soal masalah ini. Ia tahu begitu banyak hal yang tak bisa ia mengerti nantinya.
"Tadi mereka bilang, Chanwo sedang berada di ruangannya," ujar Hwang Ji Na.
"Lewat sini!" lanjutnya.
Mereka pergi ke sebuah koreng yang mengarah hanya pada satu ruang. Ruangan yang tersembunyi jauh di dalam sana dan minim akan penerangan.
'Tok...tok...tok...'
Hwang Ji Na mengetuk pelan pintu kayu tersebut, tapi karena tempat ini begitu sunyi suaranya terdengar lebih jelas dari yang seharusnya. Tak lama seseorang dari dalam membukakan pintu tersebut. Mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalamnya. Orang itu adalah Chanwo, pria yang mereka cari dari tadi.
"Oh, Hwang Ji Na? Masuklah!" ujar Chanwo dengan begitu ramah.
Kedua gadis itu hanya mengangguk mengiyakan perkataannya.
Chanwo berinisiatif untuk menyalakan lebih banyak lilin lagi di ruangan itu. Para tamunya ini tak akan bisa melihat dengan jelas di dalam suasana gelap seperti ini.
"Hal apa yang membuatmu datang kemari untuk menemui ku Hwang Ji Na?" tanya Chanwo lebih dulu.
"Dan.... siapa gadis ini? Dari baunya, dia bukan salah satu dari kaum ku ataupun kaum mu," lanjutnya sambil mengendus-endus kasar.
"Aku perlu bantuanmu kak, lebih tepatnya wanita ini," jawab Hwang Ji Na apa adanya.
"Apa yang bisa ku lakukan untuk membantunya?" tanya Chanwo sambil memainkan kukunya.
"Bisakah kau membantuku untuk melewati hutan ini?"
Akhirnya Eun Ji Hae mulai buka suara.
"Apa kau punya imbalan yang setimpal untuk itu?" balas Chanwo sambil tersenyum licik.
"Baiklah, kalau begitu aku tak perlu bantuanmu!"
Eun Ji Hae yang sedang tersulut emosi saat itu langsung menggebrak meja dan menuju pintu keluar. Negosiasi macam apa ini, sia-sia saja jika mencoba meminta bantuannya pria ini tak akan pernah membantunya sama sekali. Lebih baik ia mencar jalan keluarnya sendiri saja. Api itu cukup kuat untuk menggertak mereka semua.
Namun lagi-lagi usahanya sia-sia. Pria itu bergerak lebih cepat darinya, menghentikan tangan Eun Ji Hae yang hampir meraih gerendel pintu tersebut. Gerakannya sama sekali tak bisa di sadari, ia bergerak dengan begitu cepat nyaris seperti kecepatan sebuah cahaya.
"Mau kemana, urusan kita belum selesai!" ujar Chanwo sambil menyeringai tajam.
"Urusan kita telah selesai!" tegas Eun Ji Hae sekali lagi.
Ia mencoba melepaskan cengkraman pria itu dari tangganya. Namun semuanya sia-sia, tenaganya jauh lebih kuat. Tubuhnya begitu kaku, keras seperti batu.
"Lepaskan tanganku!" bentak Eun Ji Hae sambil terus berusaha menyingkirkan tangan pucat pria itu.
"Mari kita duduk dan selesaikan ini terletak dahulu," balas Chanwo dengan begitu lembut.
"Lebih baik turuti saja dulu," timpal Hwang Ji Na.
Eun Ji Hae sempat berfikir apakah Hwang Ji Na sedang berusaha untuk menjebaknya. Tak menutup kemungkinan jika kedua orang ini sudah bersekongkol dan sedang merencanakan hal buruk untungnya.
Kecurigaan tersebut membuat menjadi lebih waspada dengan keadaan sekitar. Bahaya mungkin akan mengancamnya, sedang mengintai dari sudut yang tak dapat di tebak. Dengan berusaha tetap terlihat tenang, kedua indera penglihatannya terus mengawasi setiap gerak-gerik lawan bicaranya.
Dengan berat hati, Eun Ji Hae terpaksa menuruti kemauan pria itu. Sambil otaknya juga terus berfikir agar ia berhasil lolos dari jebakan vampir licik ini.
"Begini lebih baik, kita bisa membicarakannya secara baik-baik kan? Tanpa harus melibatkan emosi," ujar pria tersebut.
"Jadi apa yang bisa ku bantu?" lanjutnya.
Sepertinya pria ini tak pernah menyimak perkataan Eun Ji Hae sejak tadi.
"Seperti yang ku bilang tadi," jawab Eun Ji Hae sambil berdecak sebal.
"Hanya itu?"
"Aku ingin kau memerintahkan seluruh penduduk mu agar tak mengusikku selama perjalanan," jelas Eun Ji Hae secara lebih spesifik.
"Baiklah, aku akan melakukannya. Itu sangat mudah bagiku," balas Chanwo
Pria tersebut kemudian melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya menatap lurus ke arah Eun Ji Hae dengan tatapan yang begitu angkuh.
"Tapi kau harus memberikanku imbalan untuk hal itu," ujar Chanwo kemudian menyondongkan tubuhnya ke arah lawan bicaranya saat itu.
"Apa yang kau mau?" tanya Eun Ji Hae.
Jujur ini adalah bagian yang paling di benci olehnya dalam perbincangan ini. Sejak dulu ia di didik untuk selalu menolong seseorang tanpa pamrih sama sekali. Dan sekarang ia malah bertemu dengan vampir sialan yang sangat sombong seperti ini.
"Darahmu misalnya...." bisik Chanwo pelan di telinga Eun Ji Hae.
"Jangan coba-coba! Aku tak akan memberikannya padamu!" tegas Eun Ji Hae sekali lagi sambil menepiskan wajah pria itu dari sisinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments