Sesampai di Demak
"Dis ! delok iku lho mas Malik. Songko Buri wae ketok gagah wibawa koyo ngono , opo maneh delok Songko ngarep ..." wanita berkulit hitam itu terus saja berbicara tanpa jeda, matanya tidak berhenti menatap lelaki bersarung kontak kotak biru Dongker di depan berjarak sekitar dua langkah dari kami.
sedangkan orang yang menjadi bahan gosip terlihat menikmati perjalanan, berjalan santai berdampingan dengan Daniel menelusuri setiap jalan.
" Masyaallah ... nikmat mana yang kau dustakan, "
" Kenapa dari dulu Aku nggak nyadar kalo mas Malik ganteng banget, "lanjutnya dengan mulut menganga dan mata berbinar.
Kupingku terasa jenuh mendengar pujian Malika mulai kami menaiki mobil, di sambung setelah tiba di tujuan melihat pak Malik keluar dari mobil dengan style berbeda
kemeja putih dan kopyah hitam.
Katanya tambah ganteng dan menawan.
Aku tidak merespon ucapan Malika, fokus memperhatikan deretan penjual di setiap jalan menuju makam sunan kalijaga.
Berbagai sarung, kaos, dan beberapa macam pernak pernik terpampang jelas.
Membeli berbagai macam barang oleh oleh untuk keluarga tercinta boleh juga.
" Bocil ! kita wudhu dulu," instruksi bang daniel tepat langkah kami berhenti di samping kamar mandi juga tempat berwudhu.
" Aku ikut mas !" jawab Malika cepat.
" Aku juga "
Aku membasuh wajah dengan facial foam yang ku ambil dari tas kecil. Menghilangkan minyak dan kotoran di wajah hingga wajah kembali fresh .
" Boleh minta cuci mukanya?" Aku terperanjat begitu mendengar suara bass dari arah samping, dan jantung langsung berdetak kencang begitu mataku bertemu dengan mata elang. Dia membungkuk dengan ujung rambut basah jatuh di sekitar wajahnya.
" Boleh minta cuci mukanya " Malik bersuara kembali mengulurkan tangan, Karena aku hanya mematung seperti orang linglung.
Secepatnya tanganku memberikan facial foam di depanku setelah kesadaran kembali.
" Terima kasih "
Aku mengangguk tanpa bersuara menerima facial foam itu kembali dari tangan Malik.
Setelah kepergian lelaki gagah itu, baru bisa bernafas lega. Aku menyentuh dadaku menetralkan jantung berdetak kencang.
Entah mengapa berdekatan dengan Pak Malik masih menimbulkan perasaan yang sama seperti dulu, rasa takut bercampur nervous saat pak Malik memberikan pertanyaan nahwu kepadaku.
Aku meletakkan sandal di dalam keranjang yang sudah di siapkan begitu kami masuk di area makam para ulama. Kaki langsung terasa adem begitu menginjak keramik juga hati terasa adem dan tenang dengan mata berbinar aku tidak berhenti memuji Allah melihat di samping kanan banyak makam para auliya' di setiap jalan kami lewati .
Ya Allah betapa mulianya mereka selalu di ziarahi banyak orang batinku bersamaan dengan aroma wangi menguar mampir di hidung.
Aku terus menyusuri jalan yang di terangi lampu setiap jalan berwarna putih hingga kaki berhenti di tepat dimana banyak orang sedang duduk secara berjamaah menghadap bangunan luas berbentuk persegi berbentuk rumah dengan tembok terbuat dari kayu yang terdapat ukiran di salah setiap sisi .
Kami duduk di depan makam tersebut menempelkan bokong pada keramik berwarna putih.
Acara tahlilan pun dimulai di pimpin oleh Pak Malik sudah duduk di depan kami.
"Ila hadrotin nabbiyil Mustofa sayyidina Muhammadin wa'ala Alihi wasohbihi wassalam alfatihah ...."
Suara fasih dan jelas memenuhi telinga berhasil menyejukkan dan menenangkan hati .
Alhamdulillah acara tahlil dengan berjalan khidmat . Di akhiri dengan doa yang Aku panjatkan kepada Allah SWT. Inilah moment yang aku tunggu menumpahkan semua keinginan kepada sang Kholiq.
Hanya Aku dan Allah yang tau apa saja doaku, semoga Allah mengabulkan hajat yang di maksud Aamiin.
Tanganku mengusap wajah istajibu dhu'aana.
Kami berempat berjalan beriringan hingga terlihat bapak berpeci hitam memberikan Daniel dan Malika satu gelas plastik kecil berisi air barokah.
Di susul giliranku dengan sedikit membungkuk aku menerima gelas tersebut lalu meneguknya hingga terasa adem di dada.
" Mas dan mbaknya pasangan pengantin baru ?"
" Dalem ?" tanyaku mengernyitkan dahi,
pikiran Lola tidak maksud dengan pertanyaan bapak di depanku ini yang malah tersenyum ramah
menatapku.
" Yang di belakang mbaknya, suaminya tho ?
Semoga lekas di beri momongan." ucap bapak berpeci hitam lagi setelah aku mengembalikan gelas plastik itu kembali.
Apa ? suami ? di belakangku ? Dan begitu aku menoleh ke belakang...
terpaku dengan apa yang di maksud bapak tadi adalah diriku dan Pak Malik yang berdiri di belakangku mengulas senyum kepada bapak tadi.
" Makasih pak, " ucap pak Malik senyumnya bertambah lebar dengan tangan mengulurkan uang 10 ribu kepada bapak berpeci hitam.
Aku hanya tersenyum kecut berpamitan kepada bapak berpeci hitam yang masih tersenyum ramah.
Lalu berjalan melewati Malik dengan pipi yang tiba tiba terasa panas menghampiri Malika dan Daniel sedang menatapku dengan senyum menggoda.
" Cie ... cie... yang di kira suami istri, " Aku hanya berdecak kesal menanggapi ucapan Malika yang terkesan mengejekku.
" Ayo kita jalan dulu ," langsung menyeret tangan kanan Malika masih memasang senyum mengejek.
"Aku baru sadar deh, teryata long dressmu warnanya sama dengan sarung yang di pakai mas Malik biru Dongker, pantes aja di kira pasangan suami istri," bisik Malika seraya tertawa kecil.
Reflek Aku langsung menurunkan pandangan melihat long dress yang ku pakai ,lalu menoleh ke belakang menjatuhkan pandangan pada lelaki yang berjalan di belakangnya.
What sama ?
Tidak sengaja mata kami bertemu sempat terpaku namun dengan cepat membalikan badan dengan pipi terasa panas kembali.
Ahhh teryata sama, biru dongker, kenapa aku baru sadar sekarang?
Aku berjalan sedikit cepat entah mengapa merasa malu sudah kepergok menatap lelaki itu .
Dan sangat tidak nyaman berjalan di depan lelaki itu.
" Ehhh diss ....! tunggu Aku !" Bahkan tidak perduli teriakan Malika di belakang.
Terus melangkahkan kaki hingga jatuh cinta ketika melihat penjual foto . ada banyak foto sudah dibungkus figuran.
Akhirnya aku memutuskan berbelok ke kanan dimana ada penjual foto para ulama'
tertempel di dinding kayu juga di atas meja sudah tertata rapi tanganya mengambil foto kiyai berasal dari Rembang, KH Maimun Zubair.
" Mas niki regine pinten ?"
tanyaku sambil mengambil satu foto lagi dengan foto yang berbeda.
" Kalau yang kecil ini harganya 15 ribu dan yang besar ini harga murah cuma 25 ribu, " ucap mas berkaos hitam tanganya seraya menunjuk gambar berukuran kecil dan besar .
" Waduh Aku kok juga pengen beli deh " teryata Malika sudah berdiri di sampingku dengan tangan memilih foto yang di minati.
" Ini nih Aku suka foto habib ..."
" Cip kita tunggu di parkiran mobil yha, " suara Malika terpotong oleh ucapan Daniel . sepontan aku mengalihkan pandanganku langsung menatap Daniel dan Malik sudah berdiri di belakang malika .
" Boleh mas ,, nanti kita nyusul " Aku langsung membuang muka dengan sebelumnya mencoba tersenyum kaku berusaha menutupi kegugupannya ketika melihat wajah datar di samping Daniel Malik.
" Mas saya beli dua " tanganku mengambil uang lima puluh ribu di dalam tasnya .
" Makasih mas "
" Dis ini tolong bayarin dong ! uangku ketinggalan di mobil ! "
bisik Malika meraih tanganku membuatku mencibir, Malika tersenyum lebar setelah menerima uang dariku .
" Makasih nanti Aku ganti . "
Jam di tangan kananku sudah jatuh pada angka 9 . Namun masih banyak orang berlalu lalang juga mempunyai niatan seperti dirinya berziarah.
Kami masih berjalan menelusuri para penjual, kini tangan kananku sudah membawa kresek putih yang terisi sarung koran dan 2 kaos hitam .
" Masyaallah ganteng semua ... lihat deh dis di belakang kita, "
bisik Malika menjawil tanganku agar ikut menoleh ke belakang dimana para jamaah bersarung berjalan di belakang kami.
" Kaaa nggak usah katrok bisa nggak sihh! inget jaga image !" geramku tidak pernah faham apa yang di pikiran Malika .
Sungguh mudah bagi Malika untuk memuji kaum Adam yang menurut Malika ganteng .
" Pecinta pria berpeci " begitulah yang selalu Malika bilang ketika ia bertanya seperti apa selera kamu ?
Namun dirinya tidak pernah percaya pada perkataan Malika, terbukti ketika tadi kami meninggalkan parkiran mobil di jalan, kami sempat melewati para cowok mengenakan kaos dan celana jins duduk di warung bakso .Malika dengan gaya centilnya memuji para cowok itu berbisik di telingaaku.
Masyaallah kenapa mereka ganteng semua ?
" kita tuh di sini cari pahala, jangan Sampek pahala hilang karena kita nggak bisa jaga pandangan ! inget kita itu santri yang punya adab setiap apa yang kita lakukan."
" Cuma nikmati yang ada di depan, kan aku memandang mereka nggak pakek syahwat, tapi pakek mata ha ha ha." Malika tertawa,
" Aku mau tanya dis , kamu nggak deg - degan gitu pas lihat mereka yang tampan dan Soleh gitu,"
Aku memicingkan mata. " Yang mana ?"
" Semuanya... , pastinya mata kamu tetep lihat para pria tampan di setiap jalan yang kita lewati. Sekarang aja masih ada tuh depan kita ."
Aku mengikuti dimana arah mata Malika . Benar di depan kami banyak kaum Adam hilir mudik.
Malika menahan senyum " Terpesona yah ?"
" Nggak biasa aja tuh ." Aku langsung mengalihkan pandangan.
" Semua biasa aja di mataku."
" Serius ?! semuanya?"
Aku mengangguk.
" Termasuk Malik, temen kakakku ?" Aku langsung menoleh, Malika menahan senyum.
" Nggak ada rasa aneh buat pak Malik ? " ucapnya setengah menggoda.
" Kok jadi Sampek Pak Malik sih nggak nyambung!" jawabku kesal berjalan meninggalkan Malika.
Malika berjalan menahan senyum " Diss, aku tadi lihat wajah kamu bersemu merah lho, beneran kamu nggak tertarik sama Malik ?"
" Nggak usah ngaco kalau ngomong!" Aku menambah laju langkah kakiku terasa kesal melingkupi hati. Ada perasaan marah sampai sekarang jika mendengar tentang lelaki.
" Ehh maaf disss... aku cuma bercanda ! nggak serius ! " wajah Malika berubah panik berlari menyusulku.
" Gendis jangan ngambek dong... "
Aku tidak perduli tetap berjalan.
" Maafin aku please ," dia mencekal tanganku.
Bersambung .....
jangan lupa like komen dan vote
😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments