Gendis
Para alumni sudah memenuhi ruangan Aula dengan karpet sebagai alasnya . Ini waktunya ngaji. Mereka duduk bersila di atasnya dengan menghadap kiblat.
Ruangan seluas lapangan voli di penuhi suara celotehan anak kecil juga para wanita saling bercengkrama.
Namun seketika berubah hening saat wanita bergamis putih berkerudung silver motif kopi yaitu Ibu Nyai Masruroh pengasuh pondok putri An Nur, memasuki ruangan dengan menenteng kitab berwarna Oren bergambar wanita.
"Assalamualaikum ... " sapa Ibu Nyai mengawali acara dengan mengucapkan salam beliau duduk lesehan dengan dampar di depannya . Berhadapan dengan puluhan alumni yang sudah menanti untuk mendapat ilmu yang akan mereka bawa pulang.
" Waalaikumsalam .... "
" Alhamdulillahi rabbil 'aalamin , wasolatu wassalamu 'ala isrofil anbiyaa iwalmursalin. Wa'ala alihi wasohbihi ajma'in ammaba'adu ...."
Pembukaan do'a di bacakan oleh Beliau dengan fasih.Dengan harapan acara bisa berjalan lancar dan penuh keberkahan.
Acara alumni kali ini Ibu Nyai musyarofah dengan baik menerangkan tentang kitab Maratussolihah. Bagaimana cara menjadi wanita mulia. Cara berkhidmah dengan Suami , Kedua orang tua, dan guru.
Sudah tidak asing lagi bagi para alumni mendengar kitab ini. Namun ibu nyai disini bertujuan untuk mutholaah, mengulang kembali kitab yang pernah di pelajari.
Apa lagi kebanyakan para alumni sudah bersuami dan sudah menjadi ibu. Pastinya Beliau menginginkan santrinya selalu mengamalkan apa yang sudah di pelajari.
" *Addunya mata'un wakhoiru mata'iha Al maratus Solihah.
Bagaimana wanita yang solehah itu*** ?
Fassolihatu qanitatun khafidhatul lil gaibi Bima Hafidhallah.
Wanita yang solehah adalah mereka yang taat kepada Allah SWT .Dan menjaga diri ketika suami tidak ada. Maka dari itu mbak alumni disini... Kebanyakan sudah bersuami ataupun yang masih jomblo saya harap bisa mengamalkan ilmu yang sudah kita pelajari."
Begitulah pesan terakhir beliau terdengar jelas di semua orang sebelum mengakhiri acara tersebut mengakibatkan alumni disana menahan senyum dan mengangguk patuh.
Setelah acara selesai, Aku dan the geng berjalan menuju parkiran.
Aku menatap punggung Fatin dan Tia bergantian. Mereka berdua lebih dulu menjadi ibu rumah tangga. Tidak bisa di duga jika pada akhirnya Aku di dahului dua temanku yang notabenenya sangat menentang jika Aku goda nikah gasik dari pada diriku.
Realita sekarang Tia menggendong baby Dio sudah tertidur pulas. Dan Fatin sudah tekdung.
Sesampai di parkiran terlihat suami Fatin dan Tia sudah menunggu. Karena suami mereka berdua juga Alumni pondok An Nur.
Kisah cinta Tia dan kang Rifki dulunya sangatlah panjang. Dahulu Tia tidak pernah ada rasa untuk kang Rifki karena kang Rifki meng khitbah Tia secara mendadak. Sedangkan saat itu Tia sudah mempunyai pilihan sendiri .
Namanya Abi lelaki brondong yang disukai Tia. Tidak ada alasan untuk Tia menolak lamaran kang Rifki saat itu. Bapaknya jelas memilih kang Rifki yang sudah mapan juga Soleh.
Di bangingkan Abi lelaki baru saja lulus SMA. Yang pastinya masih labil. Akhir kisah Abi memutuskan untuk mundur. Karena Abi sadar kalau belum bisa membangun rumah tangga. Masih fokus dengan kuliah nya.
Keputusan terakhir Tia ambil adalah memilih Kang Rifki . Dan dirinya tidak mengetahui bagaimana di antaranya mereka berdua merajut cinta. Yang terpenting sekarang sudah ada baby Dio di antara mereka.
Sedangkan Kisah Fatin dan kang Badrun boleh masuk kategori menikah dengan di jodohkan. Saat itu usia Fatin 21 tahun, sedangkan kang Badrun 27 tahun.
Banyak sekali para santri wati di jodohkan oleh Abah Ibrahim seperti halnya Fatin dan kang Badrun .
" Salim dulu guys sebelum kita berpisah." Dengan senang hati Aku menerima pelukan dari Fatin. Malika juga tak kalah senang ketika menerima pelukan secara bergantian sebelum mengendarai motor bersama suaminya.
Sedangkan Tia sudah duduk manis dalam mobil dengan memangku baby Dio.
" Hati hati yha ... inget kandungan kamu,"
" Hati hati juga Tia, jangan lupa nanti kalian kabari kita kalau udah sampai rumah "
"sipppp pokok e !"
Aku tersenyum lebar sambil melambaikan tangan kanan atas kepergian kedua temanku.
" Malika kapan supir kamu Dateng ? pegel nih kaki dari tadi kita berdiri, " tanyaku diiringi keluhan seraya menggerakkan kaki yang terasa pegal dan terasa ingin copot.
pasalnya sudah lama kami berdua berdiri di pinggiran parkir, namun yang di tunggu belum juga muncul.
" Kebiasaan dia tuh selalu nggak tepat waktu," gerutu Malika cemberut.
" Tunggu Aku kirim pesan mas Daniel dulu,"
lanjutnya seraya membuka ponsel mengirim pesan kepada kakaknya sang penjemput.
*M*as kapan jemput kita ?dari tadi udah nunggu di parkiran nih. kita udah jamuran nih
itulah pesan yang dikirim Malika dengan hati dongkol sedikit kesal dengan masnya .Bagaimana tidak kesal? Daniel berada di pondok putra dan acara sudah selesai dari tadi.Namun kakaknya belum terlihat sampai sekarang.
Centang dua berwarna biru terlihat di layarnya namun tak kunjung dibalas. Menyebabkan Malika mengerucutkan bibirnya tambah kesal. mobil tidak kunjung datang sesuai yang janjikan.
" Kita duduk di sana dulu yuk !" tangan Malika menunjuk kursi kayu lumayan panjang untuk mereka duduki berada depan toko yang masih di area pondok .
Akhirnya Aku duduk di depan toko seperti orang hilang.
" Ma lihat mbak mbak di sana." Jari telunjukku mengarah pada dua mbak santri sedang mengangkat beberapa bunga di pot di depan dalem. Lalu di angkat di pindah ke samping pondok tempat dimana banyak bunga tertata rapi.
" Kangen nggak sih sama aktifitas kita dulu ? " sambungku dengan pikiran melayang teringat dengan masa lalu.
Di masa lalu tepat saat Aku masih berada di pondok di dalem Ibu Nyai Masruroh. Dirinya dan Malika di dawuhi Ibu Nyai Masruroh merawat berbagai jenis bunga.
kini tidak menyangka kami berdua menjadi penonton.
" Inget banget moment itu . Dulu kita sering menyirami bunga itu sampek pot dan bunganya kita lap pakai gombal ... iya, kan ? " Malika mengangguk setuju.
Kami tersenyum bersama mengingat masa lalu. Melihat adegan itu membuat kami rindu dengan aktivitas pondok.
"Nggak menyangka sekarang kita jadi penonton. Benar kata Mbak Eni," ucapku sengaja berhenti seraya mengigat kembali perkataan mbak Eni dulu kakak kelas.
"Setelah meninggalkan pondok. pastinya kamu akan merasa gimana kangennya sama pondok .suasana pondok, ngaji bareng , guyon bareng , tertawa bareng, makan bareng , Sampek nangis bareng. pasti kamu akan merasakan itu semua. Jadi nikmati moment di pondok dengan sebaik mungkin, " ucapnya persis yang dikatakan mbak Eni kepadanya.
"Sekarang jadi nanggung rindu sendiri, kan ? kalau waktu bisa di ulang kembali kita nggak akan mensia - siakan waktu berharga kita,"timpal Malika mengeluarkan pendapat yang ada dihati.
" Kamu bener Ma... Sekarang aku pengen mondok lagi. Tapi gimana yha ? Uwis kadung boyong nggak bisa balek lagi. "
"Teryata nanggung rindu itu berat Yo ? "
Malika menoleh menatapku, lalu
Kami tertawa kembali menyadari betapa ngenesnya hati ini sekarang .
" Btw gimana hubungan kamu sama calon suamimu ?"
Aku langsung menoleh." Baik ... rencana setelah kak Iqbal selesai skripsi. Sesuai dengan persetujuan dari keluarga, kita akan langsung menikah," jawabku mantab.
Wanita bergamis hitam itu menatap jari manis yang sudah di hiasi dengan cincin. Cincin pertunangannya dengan kak Iqbal satu tahun yang lalu.
" Dis kamu Matep nikah sama kak Iqbal ...?" tanya Malika suaranya terlihat pelan mengandung keraguan berhasil menusuk hatiku.
Walaupun pertanyaan itu bukan pertama kali. Tapi tetap saja hati ini terasa sakit .
Aku menggeser posisi dudukku hingga menghadap ke arahnya. "Sebenarnya kenapa sih kamu nggak suka sama kak Iqbal ? " tanyaku dengan rasa ingin tau yang tinggi.
Aku menghela nafas berat. Malika tidak kunjung memberi penjelasan. Aku tau Malika dari dulu tidak menyetujui keputusanku.
"Akan lebih baik jika kita mendapatkan lelaki yang se naungann dengan kita. " begitu lah alasan Malika beberapa hari lalu.
" Nggak ada alasan untukku menolak kak Iqbal. Walaupun kak Iqbal anak kuliahan bukan anak pondokan, tapi Dia juga mengerti agama.
Kami sudah kenal lama. Dia selalu menjaga Aku, menghargai Aku. Dia juga tidak pernah mengajakku pacaran dan kita memutuskan untuk berkomitmen. " jelasku dengan menjatuhkan pandangan pada jalan aspal didepanku.
"Belum tentu anak kuliahan tidak mengerti agama tapi juga belum tentu anak pondokan itu baik semua . Aku yakin Dia akan menjadi imam yang baik untukku, "tambahku mantap juga ada rasa lega didada setelah mengeluarkan semua unek-unek di hari. Kini Malika menatapnya dengan tatapan bersalah.
" Maaf Dis ... Bukan maksud Aku nggak suka sama calon suamimu. Tapi Aku ngerasa Kamu lebih pantas mendapatkan lelaki yang se naungan sama kita, " ucap Malika masih dalam pendiriannya. Gadis yang usianya sepadan dengan dirinya itu ingin yang terbaik untuk kerabatnya itu .
"Itu semua nggak bisa menjadikan alasan ... Aku nggak ngerti kenapa kamu nggak suka sama kak Iqbal." Aku kecewa membuang muka.
Perkataannya membuktikan bahwa dia tidak menyukai calon suamiku.
Bagiku kak Iqbal lebih dari cukup.Sudah pantas lelaki itu bersanding untuk menjadi suaminya.
Lima tahun kak Iqbal mencoba meyakinkan hatiku. Dan berjuang untuk mendapatkan restu kedua orang tuaku. Itu sudah cukup menjadi bukti bahwa kak Iqbal serius dengan hubungan ini.
"Ada seseorang yang mempunyai perasaan sama kamu, Aku kira seseorang itu lebih pantas bersanding denganmu dis ..."ucap Malika lirih hingga terdengar tidak jelas di telinganya .
" Apa ?"
*B**ersambung* .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments