Arnold masih setia menemani Bulan di kamar sambil sesekali mengusap kepala istrinya itu dengan sayang. Arnold tahu jika ia harus segera mengatakan siapa dia sebenarnya karena ia tak ingin Bulan terus ketakutan tanpa sebab.
“ Hari ini Kamu merasa lebih baik kan Sayang...?” tanya Arnold.
“ Iya. Kenapa Kamu nanya gitu...?” tanya Bulan sambil menatap wajah Arnold.
“ Mmm..., Aku mau ngajak Kamu ke suatu tempat. Tapi kalo Kamu masih ngerasa lemes atau ga enak badan, Kita bisa pergi lain kali aja...,” sahut Arnold.
“ Aku sehat kok. Aku juga pengen keluar jalan-jalan ngeliat dunia luar Sayang, bosan juga terkurung di sini kelamaan...,” kata Bulan cepat.
“ Tapi Aku punya alasan ngurung Kamu di sini lho Sayang...,” sahut Arnold mengingatkan Bulan.
“ Iya, supaya Aku tetap aman dan selamat dari binatang buas karena Kita kan tinggal di bukit yang dikelilingi hutan...,” kata Bulan sambil mencibirkan bibirnya.
Ucapan Bulan membuat Arnold tertawa geli. Lalu ia melepaskan pelukannya dan meminta sang istri untuk bersiap-siap.
“ Aku tunggu di luar ya...,” kata Arnold sebelum menutup pintu kamar.
“ Iya Sayang...,” sahut Bulan lalu bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
Setengah jam kemudian Bulan telah siap dan menemui Arnold di depan rumah mereka. Saat melihat kearah Bulan, wajah Arnold nampak bahagia. Lagi-lagi Arnold terpesona dengan kecantikan Bulan. Apalagi saat itu Bulan mengenakan gaun kuning bergaya Eropa kuno yang merupakan hadiah dari sepupu perempuan Arnold yang bernama Matilda.
“ Apa Aku terlihat aneh dengan gaun ini...?” tanya Bulan saat melihat Arnold mematung menatapnya.
“ Eh, oh, ga. Kamu cantik. Sangat cantik dengan gaun itu...,” sahut Arnold sambil mengulurkan tangannya untuk menggandeng Bulan dan membawanya melangkah.
“ Ini hadiah dari Matilda...,” kata Bulan dengan suara lirih namun masih terdengar jelas di telinga Arnold.
“ Matilda...?” tanya Arnold sambil menatap wajah Bulan dengan lekat.
“ Iya. Apa Aku harus mengganti pakaianku ini hanya karena Kamu tak menyukainya...?” tanya Bulan sambil menghentikan langkahnya.
Arnold terdiam lalu menghela nafas panjang. Ia memang tak menyukai Matilda. Namun ia tak tega membuyarkan kebahagiaan Bulan yang tampaknya sangat menyukai gaun kuning pemberian Matilda itu. Apalagi dengan perutnya yang membuncit Bulan justru terlihat makin cantik dalam balutan gaun kuning cerah itu.
“ Ga perlu. Kita lanjutkan aja perjalanan Kita karena Aku yakin Kamu bakal menyukainya...,” kata Arnold sambil mengeratkan genggaman tangannya.
Ucapan Arnold membuat Bulan bernafas lega. Ia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lalu mengikuti langkah Arnold yang makin menjauh dari istana kecil mereka.
Tak lama kemudian Arnold dan Bulan tiba di puncak bukit. Dari sana mereka bisa melihat pemandangan indah yang terbentang di bawah bukit termasuk istana mereka yang ada di lereng bukit.
“ Kita ada di puncak bukit Sayang...?” tanya Bulan ragu.
“ Iya. Gimana, Kamu suka ga...?” tanya Arnold.
“ Suka benget. Tapi kok Kita bisa sampe di sini dalam waktu singkat...?” tanya Bulan takjub.
“ Itu karena saat Kita pergi ke sini Aku selalu menggenggam tanganmu. Kamu tau kan kalo aku punya kemampuan berlari cepat. Dengan bergandengan tangan maka langkahmu juga semakin cepat...,” sahut Arnold yang diangguki Bulan.
“ Kenapa membawaku ke sini...?” tanya Bulan dengan mimik serius.
“ Aku ingin menceritakan siapa diriku sebenarnya hari ini Sayang...,” sahut Arnold dengan suara serak.
Bulan mengerjapkan matanya seolah tak mempercayai pendengarannya. Jika boleh jujur Bulan tak ingin mendengar pengakuan apa pun dari mulut Arnold karena ia yakin tak akan sanggup menerimanya nanti.
“ Aku tau kemana arah pembicaraanmu itu Arnold. Jadi apa yang Aku liat itu bukan mimpi kan. George memang manusia serigala dan Kamu... juga sama kaya George...?” tanya Bulan sambil menatap Arnold lekat.
“ Iya...,” sahut Arnold cepat.
“ Kenapa selama ini Kamu ga mau jujur sama Aku Arnold...?” tanya Bulan.
“ Aku ga mau Kamu ketakutan dan meninggalkan Aku Sayang...,” sahut Arnold sambil meraih tangan Bulan lalu menggenggamnya erat.
Sesaat tatapan keduanya bertemu. Ada air mata yang menggenang di kedua mata Bulan dan itu membuat Arnold merasa bersalah hingga mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata itu. Sayangnya Bulan mengalihkan tatapannya hingga tangan Arnold hanya menyentuh ruang kosong.
“ Maafkan Aku. Percayalah, Aku sangat mencintaimu Bulan. Sejak awal Aku ingin menceritakan semuanya tapi Aku takut Kamu lari...,” bisik Arnold membuat Bulan memejamkan mata untuk menguatkan diri.
“ Jadi manusia serigala yang dulu pernah Aku liat itu Kamu kan Ar...?” tanya Bulan dengan suara tercekat.
“ Iya Sayang, itu Aku...,” sahut Arnold cepat.
Jawaban Arnold membuat tubuh Bulan terhuyung ke depan namun Arnold berhasil menahan tubuh Bulan agar tak jatuh tersungkur. Kemudian Arnold membantu Bulan untuk duduk di atas batu. Bulan nampak menatap Arnold lekat
sambil mengingat kembali peristiwa dimana ia melihat manusia serigala itu untuk pertama kalinya.
Saat itu malam bulan purnama penuh. Bulan dan beberapa temannya baru saja selesai mengaji di musholla.
Saat sedang berjalan, tiba-tiba Bulan melihat sekelabatan bayangan melintas cepat diantara dahan-dahan pohon yang berjajar rapi di pinggir jalan desa. Bulan mengira itu adalah kera liar yang biasa masuk ke desa untuk mencari makanan.
“ Kenapa Lan...?” tanya Lastri.
“ Gapapa. Aku liat ada mony*t liar di atas pohon tadi...,” sahut Bulan.
“ Mungkin lagi lapar, makanya masuk ke desa Kita...,” kata Mina.
“ Iya. Tapi ukurannya kok besar banget ya. Jangan-jangan itu induknya mony*t yang lagi nyari Anaknya...,” kata Bulan.
“ Biarin aja lah asal ga ganggu warga desa...,” kata Lastri.
“ Betul tuh. Eh, Aku udah sampe rumah nih. Duluan ya...,” pamit Mina sambil melambaikan tangannya.
“ Iya...,” sahut Bulan dan teman-temannya bersamaan.
Satu per satu teman Bulan tiba di rumah mereka masing-masing. Hanya Bulan yang tersisa. Ia bergegas melangkah menuju rumah saat dilihatnya sang ayah berdiri di depan pagar rumah seolah sedang mengawasi keberadaannya.
“ Assalamualaikum Ayah...,” sapa Bulan.
“ Wa alaikumsalam. Kenapa pulang sendiri, mana temanmu yang lain...?” tanya Sarlan.
“ Udah sampe di rumah masing-masing Yah. Rumah Kita kan yang paling ujung. Jadi wajar kalo Aku sampe paling terakhir di rumah. Barusan Siti nemenin Aku jalan kok sampe depan rumahnya...,” sahut Bulan sambil tersenyum.
“ Oh iya, Ayah lupa. Masuk ke dalam dan jangan lupa kunci pintu ya...,” pesan Sarlan.
“ Emangnya ayah mau kemana...?” tanya Bulan.
“ Mau ke balai desa. Ada pertemuan warga di sana...,” sahut Sarlan.
“ Kok mendadak banget sih Yah...?” tanya Bulan.
“ Ga tau tuh. Ayah pergi ya...,” sahut Sarlan sambil melangkah cepat menuju balai desa.
Saat hendak menutup pintu, Bulan kembali melihat kelebatan bayangan kera besar yang melintas cepat kearah kebun di samping rumahnya. Karena penasaran dan khawatir jika kera liar itu masuk ke rumah, maka Bulan bergegas memburu kera itu. Bulan mengambil sepotong kayu yang biasa dipakai untuk mengganjal pintu lalu pergi ke samping rumah dengan hati-hati.
Saat itu lah Bulan melihat sosok makhluk berbulu nampak berdiri membelakanginya. Bulan mengendap-endap karena ingin mengetahui makhluk apa yang sedang berdiri di tengah kebun itu. Anehnya saat itu Bulan tak merasakan takut sama sekali. Ia justru penasaran dengan makhluk berbulu yang nampaknya sedang mengoyak sesuatu dengan giginya itu.
Bulan nampak terkejut dan berusaha menahan nafas saat menyaksikan makhluk berbulu itu tengah menghisap darah seekor kambing betina. Tubuh kambing itu nampak mengejang dan suaranya hilang saat gigi runcing
makhluk berbulu itu mengoyak lehernya lalu menghisap darahnya hingga tubuh kambing itu mengering karena kehabisan darah.
Setelahnya makhluk itu menengadahkan kepalanya sambil menggeram menatap bulan purnama di atas langit sana. Diterangi cahaya bulan purnama itu lah akhirnya Bulan bisa menyaksikan wajah makhluk berbulu itu. Wajah makhluk itu menyerupai serigala dengan moncong yang basah dan berlendir karena darah kambing yang tadi dikonsumsinya. Mulutnya dipenuhi gigi dengan empat taring panjang berkilau yang menyembul di sela bibirnya. Kedua telinganya mencuat ke atas di sela bulu kasar yang tumbuh di atas kepalanya. Kedua matanya nampak merah menyala bak api yang akan membakar benda apa pun yang ada di hadapannya.
Melihat wujud asli makhluk itu membuat tubuh Bulan lemas tak bertenaga dan jatuh terduduk di tanah. Suara jatuhnya tubuh Bulan mengejutkan makhluk itu dan membuatnya menoleh. Ia menggeram lalu berjalan menghampiri Bulan yang gemetar ketakutan sambil memejamkan matanya.
Bulan tak sanggup membayangkan bagaimana sakitnya saat makhluk itu mengoyak tubuhnya. Namun setelah menunggu beberapa saat Bulan tak merasakan apa-apa. Saat ia memberanikan diri untuk membuka mata, Bulan melihat makhluk berbulu yang merupakan manusia serigala itu sedang berdiri tepat di hadapannya. Hembusan udara panas menerpa wajah Bulan saat manusia serigala itu mencondongkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan wajah Bulan.
“ Ja... jangan sakiti A... Aku...,” kata Bulan dengan suara bergetar dan peluh yang membanjiri wajah dan tubuhnya.
Mendengar ucapan Bulan membuat manusia serigala itu menggeram lalu menggelengkan kepalanya berulang kali.
Tiba-tiba keheningan malam itu terusik dengan suara kentongan bambu yang dipukul berulang-ulang ditambah suara warga yang bersorak sorai saling memanggil. Suara itu mengejutkan Bulan dan manusia serigala itu. Perlahan makhluk itu menegakkan tubuhnya lalu melangkah menjauhi Bulan yang masih gemetar ketakutan. Sebelum melesat pergi manusia serigala itu kembali menoleh kearah Bulan dan menatapnya sejenak. Bulan bisa melihat jika tatapan manusia serigala itu berubah menjadi lebih lembut diiringi perubahan warna bola matanya. Sebelum kedua bola matanya benar-benar berubah, manusia serigala itu melesat pergi entah kemana.
Dan sejak saat itu Bulan melihat penampakan manusia serigala itu beberapa kali. Bulan merasa jika manusia serigala itu tak berniat menyakitinya. Bulan justru merasa jika makhluk itu ingin melindunginya dari para pria yang kerap mengganggunya saat ia dan teman-temannya pulang usai mengaji di musholla.
Dulu Bulan selalu ingin menyampaikan rasa terima kasihnya pada makhluk itu karena telah menjaganya. Namun Bulan merasa makhluk itu takut pada Arnold. Karena setiap ia bersama Arnold, makhluk itu tak berani memperlihatkan diri untuk sekedar menyapanya.
Bulan pun tersenyum lalu mengusap wajah suaminya dengan lembut.
“ Terima kasih karena telah menjagaku Ar. Aku ingin mengatakan ini sejak dulu. Terima kasih...,” kata Bulan sambil tersenyum.
“ Kamu ga membenciku kan Sayang...?” tanya Arnold sambil menyentuh tangan Bulan yang sedang mengusap wajahnya.
“ Ga akan. Aku bahagia bersamamu Ar. Tapi tolong jangan sembunyikan apa pun lagi dariku ya...,” pinta Bulan yang diangguki Arnold.
Kemudian Arnold membawa Bulan dalam pelukannya. Ia ingin mengatakan satu rahasia lagi namun ia urungkan mengingat kondisi Bulan yang sedang hamil itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
syarifa putri
akhirnya bisa baca lagi novelmu lagi thor ... 😀
2022-11-11
1
Styaningsih Danik
jacob versi novel jd arnold ...💪👍💪
2022-06-27
0
💎hart👑
ada rahasia apa lg nih Ar...
2022-05-18
0