Bab 19 Tak disangka

Sudah menjadi kebiasaan keduanya, bangun sebelum subuh. Tini sudah lebih dulu bersiap-siap hendak shalat. Mayra membawa baju kotor ke belakang sambil membersihkan diri, lalu menyusul Tini menunaikan ibadah wajib.

Saat matahari sudah menampakkan cahayanya yang terang, Mayra mengajak Tini sarapan. Hanya nasi goreng sederhana dan tempe.

"Maaf ya, cuma ada ini aja." Mayra merasa tidak enak dengan menu makanan dirumahnya. Apalagi keadaan Tini yang sedang hamil, pasti butuh makanan bergizi.

"Seharusnya aku yang minta maaf. Aku nggak bawain makanan kesini." Ucap Tini menunduk.

"Hei, aku nggak mikir ke situ loh."

"Bukan, May. Aku nggak bisa beli."

"Maksudnya?"

"Mas Indra nggak ngasih uang pegangan sama aku." Tini terisak.

Apa lagi ini? yang benar saja, Ya Allah. Suami macam apa si Indra? bukan karena tak mampu, tapi ini sudah kelewatan.

Mayra menggenggam tangannya sendiri dengan erat. Wajahnya sudah merah, ia tidak suka sahabatnya diperlakukan seperti itu.

"Tapi waktu ke rumah sakit, kamu dapat uang darimana?" Mayra semakin penasaran dengan perubahan sifat Indra, yang merupakan teman kecilnya juga.

"Aku membuka tabunganku, dan udah habis kemarin belanja dapur." Jelas Tini dengan mata berkaca-kaca.

"Kok bisa gitu, sih?" Mayra tidak habis pikir.

"Kata Mas Indra, uangnya cuma cukup untuk bensin pulang-pergi kerja. Aku nggak tega juga jika tiap hari nanya. Kasian Mas Indra."

Tini masih sempat-sempatnya mengasihani suaminya yang jelas-jelas telah berbohong.

"Kamu ... kamu percaya gitu aja?" Mayra hati-hati bertanya, supaya tidak timbul curiga.

Tini mengangguk yakin.

"Aku percaya, bukankah kita harus saling percaya pada pasangan masing-masing? aku selalu ingat pesan Ibu."

Mayra menghembus nafasnya yang terasa berat. Sahabatnya ini sangat polos menurutnya.

Memang benar, kepercayaan sangat penting dalam sebuah hubungan pernikahan. Tapi, dalam kasus rumah tangga Tini, jadi pengecualian jika dilihat dari segi jabatan pekerjaan suami.

"Mmm, kamu pernah diajak ke Mall tempat dia bekerja?"

"Nggak, emang boleh May?"

"Hah, maksud kamu?" Mayra mendadak bingung. Ke Mall? siapa yang melarang pergi ke sana?

"Kata Mas Indra, nggak boleh sembarangan ke sana. Entar aku bisa sesat." Jawab Tini dengan mengerjapkan mata.

"Loh, itu 'kan tempat publik, Tini!" Mayra sudah tidak bisa menahan rasa geramnya. Kenapa sahabatnya seperti ini? dia pikir, dengan mereka sudah pindah ke kota, pola pikirnya juga ikut berubah.

"Pu-publik? apa itu, May?" tanya Tini dengan mimik polosnya.

Mayra harus ekstra sabar sepertinya. Apa mungkin bawaan hamil, pikiran Tini jadi mentok begitu.

Mayra tidak bermaksud merendahkan sahabatnya, iapun juga dari kampung yang tidak tahu apa-apa.

Setidaknya, mereka bisa dengar istilah-istilah begitu dari mulut orang-orang sekitar atau dari ponsel, walaupun bukan ponsel bergambar buah a**l yang sering ia lihat di tangan orang-orang kaya.

"Publik itu artinya umum, terbuka bebas. Jadi, Mall itu boleh dikunjungi oleh siapapun juga." Mayra memberi pengertian yang mudah dipahami Tini.

Mulut Tini terbuka lebar, ia tercengang dengan penjelasan Mayra.

"Jadi, Mas Indra udah bohongi aku?" Tini terlihat sedih lagi, padahal sudah mulai sedikit ceria tadinya.

Mayra gelagapan, "oh, nggak gitu juga mungkin maksudnya Indra ... " Mayra mencari kalimat yang tepat.

"Mungkin masuk ke area kantornya yang nggak boleh, bisa jadi maksudnya begitu." Mayra berusaha bersikap santai.

"Begitu? bisa saja ya, May. Oh ya, kapan-kapan ajak aku ya ke Mall mas Indra?!" Tini bersemangat.

Mayra hanya bisa mengangguk.

'semoga kamu nanti kuat, Tin.' gumam Mayra dalam hati.

Asyiknya mengobrol, mereka jadi lupa waktu. Sarapan yang seharusnya selesai dari tadi, jadi lama.

Mayra bersiap keluar. Hari ini ia ingin mencari pekerjaan. Apa saja boleh, yang penting halal.

Tini juga sudah pulang, tadi Mayra yang memesan ojek dan juga membayar. Mayra juga memberi uang seratus lima puluh ribu buat keperluan sahabatnya.

Awalnya Tini menolak, karena untuk sendiri saja sahabatnya itu pas-pasan. Apalagi baru saja dikeluarkan dari pekerjaan. Tapi, Mayra memaksa. Setelah berdebat, akhirnya Tini mengalah.

Tini bersikeras mau pulang. Katanya, takut jika lama-lama keluar jika suami sedang berada jauh untuk bekerja. Nanti rejeki suaminya bisa macet.

Mayra hanya mengiyakan dan cuma bisa berdoa, rumah tangga sahabatnya baik-baik saja. Mereka sebentar lagi akan dianugerahi seorang anak, semoga Indra bisa berubah.

Mayra buru-buru keluar, di depan sana ada sebuah mangkal ojek. Sudah terbiasa baginya memakai jasa mereka karena sikap kang ojek yang sopan padanya.

"Kemana hari ini, Non?" tanya kang ojek yang ditumpangi Mayra.

Mayra sudah bertengger di belakang dengan posisi duduk menyamping. Juga kang ojek yang menjaga jaraknya dengan duduk sedikit ke ujung jok motor.

"Ke toko pakaian pasar murah, Kang." Sahut Mayra.

"Siap, Non."

"Bismillahirrahmanirrahim."

Tujuh menit Mayra tiba di depan deretan toko yang menjual berbagai macam pakaian. Dari usia anak-anak sampai dewasa. Di deretan sebelah kanannya, terdapat toko sepatu dan sandal.

Mayra memilih salah satu toko pakaian yang ramai pengunjung. Didalamnya disuguhi pakaian wanita yang sedang tren sekarang. Kebanyakan yang datang merupakan para wanita-wanita muda.

Mayra segera masuk. Siapa tahu butuh karyawan baru atau sebagai Cleaning servis, Mayra akan terima dengan senang hati.

"Assalamualaikum." Mayra masuk dan menyapa salah seorang wanita muda yang berdiri dekat pintu masuk.

"Waalaikumsalam." Dengan tersenyum ramah, wanita tersebut menyambut kedatangan Mayra.

"Ada yang bisa dibantu? Mbak, mau membeli baju model yang bagaimana? mari, saya tunjukkan." Wanita tersebut seorang karyawan, terlihat dari pakaian seragamnya berlogo nama toko.

"Maaf, Mbak. Saya mau bertemu dengan pemilik toko ini. Apakah bisa?"

"Oh, pemiliknya kebetulan sedang keluar sebentar. Tidak lama kok. Mbak bisa menunggu saja disini."

Ada sebuah kursi kosong di antara deretan penunggu. Mungkin mereka sedang menunggu yang lain belanja, atau sekedar beristirahat.

Mayra duduk sambil tersenyum pada orang disebelahnya. Dengan hati gelisah ia menunggu pemilik toko kembali dengan harapan bisa diterima.

"Terimakasih, Mbak." Angguk Mayra.

"Sama-sama Mbak, kalau begitu Saya lanjut kerja dulu."

"Baik, Mbak. Silahkan!"

Sambil duduk menunggu sang pemilik kembali, Mayra mengitari dengan matanya setiap penjuru dalam toko.

Ia bisa menilai toko ini sangat diminati pengunjung. Suasana indoor yang di desain modern berwarna gold dan putih dipadu dengan sangat apik sehingga terkesan mewah.

Kaca besar di bagian dalam semakin menambah luas. Untuk mempermudah para pembeli terdapat cermin tinggi yang disematkan antara tembok-tembok di tengah toko.

Sedangkan di bagian luar, berupa teras memanjang ke ujung dan tempat parkir kendaraan pengunjung ataupun para pekerja. Di sisi kiri dan kanan diletakkan pot besar berisi bunga hias, menambah sejuk di pandang.

Toko tersebut lebih cocok disebut butik. Pasti pemiliknya atau lebih kerennya owner, seorang wanita cantik dan pintar. Entah kenapa Mayra menilainya seperti itu.

Disaat Mayra asyik dengan pikirannya, sebuah mobil berhenti dan memarkir ditempatnya.

Seorang wanita cantik keluar dengan kacamata hitam terukir manis di wajahnya yang putih. Rambut sepinggang kecoklatan tergerai bebas disinari mentari yang hampir tengah hari. Apalagi tubuhnya sangat indah dengan setelan celana panjang maroon, sangat cocok di tubuhnya yang tinggi semampai.

Mayra takjub dengan makhluk indah yang masuk dan melewati dirinya. Wangi parfum khas wanita menguar seketika.

'Pasti itu pemilik toko ini' yakin Mayra dalam hati.

Terlihat wanita yang menyapa Mayra tadi menghampiri wanita cantik itu dan menatap ke arah Mayra.

Mayra merasa dirinya yang dibicarakan, mengangguk dan tersenyum.

Wanita muda yang tidak lain adalah seorang karyawan menghampiri Mayra.

"Mbak, Ibu menunggu Anda di ruangannya. Mari Saya antar."

"Baik, Mbak."

Mayra bergegas mengikuti dari belakang. Letak ruangan sang Owner berada di lantai atas. Ternyata di lantai kedua tersebut dijajakan berbagai tas merek terkenal dan sepatu.

Desain lantai atas lebih memukau lagi, tidak kalah kerennya dari lantai bawah. Sesaat Mayra tertegun.

"Sebelah sini, Mbak."

Mayra berbelok sedikit ke kiri sesuai arahan sang karyawan.

"Mbak bisa langsung masuk saja."

"Baik, Mbak. Sekali lagi terimakasih ya."

"Sama-sama, Mbak. Kalau begitu, saya kembali ke bawah."

"Baik."

Mayra mengangguk sedikit sambil tersenyum.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" suara wanita dari dalam ruang terdengar.

Mayra membuka pintu berwarna coklat tua itu dengan pelan.

Benar saja, seperti yang ia duga. Matanya lagi-lagi disuguhkan pemandangan indah di dalamnya. Ruangan terkesan hangat namun terang karena jendela besar di sisi belakang meja sang wanita.

Ruangan berwarna peach gold, sangat cocok untuk seorang wanita lembut dan cantik yang duduk manis di mejanya.

"Assalamualaikum, Bu." Salam Mayra sebelum pintu ditutup kembali.

"Waalaikumsalam."

Suara itu?

Wanita cantik tersebut membuka kacamatanya segera. Lalu ...

"Kamu ... ?"

"No-nona An ... "

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!