Bab 12 Taktik Celine

Arthur dengan gagahnya keluar dari lift menuju ke lobby dimana Celine sudah menunggu dengan pandangan terhipnotis pesona pria yang pernah dipacarinya dulu. Dan sekarang ia ingin kembali pada pria itu.

"Ar,"

"Cepat, aku ada kesibukan lain setelah ini." Dengan nada ketusnya Arthur berjalan meninggalkan Celine beberapa langkah.

Celine sampai harus mengangkat gaunnya mengejar langkah lebar lelaki didepannya.

"Ah,"

Arthur berbalik saat mendengar suara orang merintih. Celine meraba pergelangan kakinya dengan susah payah. Wajahnya menahan rasa sakit.

"Menyebalkan!" Arthur merutuk dalam hati.

Ia dengan terpaksa mendekati Celine.

"Ada apa lagi?" tanya Arthur dengan ketus.

"Kakiku sakit Ar, sepertinya keseleo." Ucap Celine disertai suara manjanya.

"Kamu nggak bisa berjalan?"

Celine menggeleng.

Arthur melihat jam yang melilit di tangannya.

"Mari!"

Dengan sekali hentak Celine telah berada dalam gendongannya. Dengan gayanya yang cool, wajah tampan sempurna berjalan dengan tegap ke arah mobil.

Ia mengabaikan beberapa mata terpana menyaksikan adegan romantis ala-ala Bollywood.

Celine tersenyum manis, ia menyandarkan kepalanya di dada Arthur. Ia ingin menunjukkan pada orang-orang bahwa ia wanita paling beruntung.

Hati Arthur dongkol bukan main, jika bukan karena waktu sudah terdesak, akan ia biarkan wanita itu berjalan sendiri.

Penjaga membuka pintu mobil, Arthur dengan pelan mendudukkan Celine.

"Makasih, Ar." Tetap dengan suara lembutnya Celine.

Lelaki itu tidak menyahut, ia segera menghidupkan mesin mobil.

Suasana dalam mobil hening, tanpa ada yang memulai pembicaraan. Celine mencari cara supaya bisa mengobrol dengan lelaki di sebelahnya. Tapi, ia juga khawatir sedikit saja salah bicara maka acara makan malamnya bisa batal. Jadi, ia memilih diam disamping.

Rumah yang dituju sudah terlihat, memang Arthur beberapa kali ke sana saat masih berpacaran dengan Celine. Ia sudah hafal jalannya.

Arthur segera turun dari mobil.

"Ar?" panggil Celine karena Arthur tidak membantunya turun.

Arthur berpaling.

"Aku nggak bisa berjalan." Kata Celine setengah merengek.

Kalau dulu, tanpa diminta Arthur dengan senang hati melayani kekasihnya.

Arthur mendekat lalu berdiri di pintu mobil sebelah sisi Celine.

"Ingat, aku melakukan ini karena rasa manusiawi sesama makhluk. Kau, jangan pernah menganggap lebih!" mata Arthur menghunus tajam pada Celine.

Celine membeku, ia seperti patung yang retak tak berbentuk. Rasa manusiawi? bukan hanya padanya, pada anjing yang tersesat saja ia akan menuntunnya.

Celine masih diam di mobil, padahal kakinya tidak kenapa-kenapa. Kalau ia turun sendiri, pasti ketahuan ia telah berbohong. Dan lelaki di depannya pasti lebih membencinya lagi.

"A-aku benar, kakiku sakit." Celine tetap harus berpura-pura.

Arthur kembali menggendong Celine seperti yang dilakukan ketika di luar hotel tadi. Sepasang suami-istri tersenyum melihat keromantisan keponakannya. Mereka sengaja menunggu kedatangan Arthur dan Celine.

"Sayang, kamu kenapa?" istri Om Eko terlihat khawatir.

"Kakiku sakit, Tante. Sepertinya terkilir." Jawab Celine dengan wajah menahan sakit, tentu dengan pura-pura.

"Ya ampun, Sayang. Pasti sakit sekali." Ujar tantenya dan segera membawa masuk Celine ke dalam setelah diturunkan oleh Arthur.

Kaki Celine dibaluri minyak urut oleh Bibi, seorang pelayan di rumah tantenya. itu minyak yang dibawa dari kampungnya, baunya menyengat.

Celine memperhatikan kaki mulusnya yang licin terkena minyak.

'Sial, kakiku sampai bau begini.' Gerutunya dalam hati.

"Sudah, Bi. Kakiku udah mendingan.," ujar Celine dan bibi kembali ke dapur.

Mereka telah berada di meja makan yang hanya mereka berempat saja. Undangan makan ini sengaja untuk Arthur karena ia sedang di Tangerang dan kebetulan juga Celine datang.

"Arthur, jangan sungkan! Ini sengaja disiapkan untuk kalian berdua." Ujar tante Reina istrinya Om Eko dengan ramah.

Arthur yang perutnya sudah penuh dengan masakan rumahan di rumah kenalan adiknya hanya mengambil sedikit saja sebagai tindakan menghormati tuan rumah.

Ia hanya tersenyum.

"Om senang melihat kalian berdua sudah baikan." Kata Om Eko dengan melihat keduanya duduk berdampingan.

Huk huk! suara Celine. Ia menepuk dadanya sendiri, matanya pun memerah.

"Sayang... " seru tante Reina dengan khawatir. Air minum di depannya segera diberikan pada Celine.

Arthur melirik tajam dengan ujung matanya. Ia yakin Celine telah mengarang yang tidak- tidak tentang hubungannya pada suami-istri itu. Terlihat jelas Om Eko dan istri mendukung mereka datang berdua, apalagi tadi melihat Celine dalam gendongan Arthur.

'Dasar wanita ular!' ia memaki Celine dalam hati.

Satu jam mereka menghabiskan mengobrol bermacam hal terutama tentang dunia bisnis. Celine dan tante Reina lebih banyak membahas masalah wanita. Tidak lupa juga Celine meminta dukungan tantenya supaya lebih mendekati mamanya Arthur.

Arthur dan Celine kembali ke hotel. Celine masih dengan aktingnya sehingga Arthur lagi-lagi harus menemaninya di lift mengantar sampai ke kamar.

Hatinya memang sudah tertutup rapat buat wanita itu, tetapi melihat Celine kesusahan berjalan ia masih mau membantu. Ia ingat, dirinya juga mempunyai dua wanita yang sangat ia cintai di rumah. Ia tidak ingin ada orang yang tega membiarkan mamanya atau adiknya kesulitan, contoh ringan saja seperti keadaan Celine sekarang.

"Ar, nggak mampir dulu minum sebentar?sebagai ucapan terimakasih kamu sudah membantuku."

"Tidak perlu!" jawab Arthur dingin.

"Jangan lupa aku melakukannya karena teringat mama dan Aya. Bukan karena mu!" ucap Arthur lagi berbalik badan menghadap Celine yang berubah pias.

"Si**an!" Celine membanting tubuhnya di ranjang.

Ia segera masuk setelah ditinggalkan Arthur dengan kata-kata menohok.

"Sia-sia aku berpura-pura di depannya." Ia melihat pada kakinya.

Celine bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang lengket.

"Aku harus bisa membuatmu kembali padaku Sayang!" Celine tersenyum penuh arti. Tangannya memainkan busa sabun dalam bathtub.

_____

Hari-hari terlewati begitu saja dengan rutinitas yang setiap saat dilakukan secara berulang. Ibarat ibu rumah tangga yang bangun pagi-pagi buta menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga. Membereskan rumah, cucian, dan pekerjaan lain yang tidak pernah habis-habisnya.

Mayra sama sekali tidak pernah mengeluh melakukan semua pekerjaan di rumah pamannya, ia ikhlas. Dan membantu bi Siti setiap pagi berjualan nasi gurih dan lontong menjadi kesenangan tersendiri baginya.

Keberadaan sang sahabat karib yang menjadi tetangganya menambah semangat hari-hari Mayra.

"Nak, kamu jadi melamar pekerjaan yang dikatakan Indra waktu itu?" tanya pamannya tadi pagi sambil menunggu pelanggan sedang makan.

"Insya Allah, jadi Paman."

"Baiklah, Paman hanya ingin yang terbaik buat kamu. Jangan pikirkan kami, kamu harus bisa membantu orang tua dan adik dikampung." Ujar paman Mail memberi nasehat.

"Ya, Paman. Aku ingin membuat mereka bahagia." Jawab Mayra dengan menunduk.

Satu tetes air bening berhasil jatuh dari kelopak mata lentiknya. Setiap kali teringat keluarganya di kampung ingin sekali ia pulang ke sana. Tetapi tujuannya belum tercapai, ia harus bisa bersabar dan berdoa dari jauh untuk orang tua dan kedua adiknya.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan Sayang. Ingat, kamu punya cita-cita yang bagus. Bibi sangat mendukung." Ujar bibinya lagi memberi semangat dengan memeluk keponakan suaminya dari samping.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!