Bab 15 Perhatian kecil Arthur

Esoknya, Mayra bekerja seperti biasa tapi hari ini Ririn dan Minah tidak jauh darinya. Mereka bercanda di sela-sela menyapu dan mengepel.

Arthur masuk dari pintu utama mall dan melirik sekilas pada Mayra yang fokus pada kerjanya.

Ririn segera heboh.

"Ya ampun, jantungku berdetak tak karuan. Lihatlah pria-pria macho itu. Ummm .... " Ririn memegang dadanya dan sebelah lagi memegang wajah. Sedangkan sapu sudah tergeletak di lantai.

Bagus mendekat, "Mbak, jangan sampai pipis di sini. Aku nggak mau repot." Mimik Bagus sangat serius.

Plak!

Ririn memukul pundak Bagus.

"Kau menghalangi pandanganku, Babag!" Sewot Ririn. Minah dan Parman sudah cekikikan. Mayra menggeleng kepalanya tersenyum.

Bagus menggaruk pipinya, ia bingung. Menghalangi bagaimana, ia sendiri saja berdiri di samping.

"Nggak kok, Mbak." Bagus benar-benar dibuat bingung.

"Hah, mereka menghilang. Itu gara-gara kamu berdiri di sini Babag!" Kesal Ririn lagi.

"Bagus, sini!" panggil Mayra karena melihat Bagus kebingungan.

"Iya, Mbak."

"Jangan pedulikan Ririn, biarin aja dia. Kita lanjut kerja lagi, yuk!" ucap Mayra dengan lembut.

Bagus mengangguk dan kembali memunguti sampah dan debu dengan sekop di tangan.

Waktu makan siang berjalan seperti biasa. Mayra membuka bekal yang dibawa sendiri dari rumah. Terong goreng campur tempe, sambal tomat cabe ijo ikan asin dan rempeyek udang kecil.

"Wuih, menu makanan kamu melebihi di kantin ini May." Seru Ririn yang mengintip ke kotak bekal Mayra.

Mereka sedang berada di kantin belakang Mall. Biasanya para pekerja buruh bangunan yang mangkal disitu.

"Aku seleranya beralih ke nasi Mayra." Ucap Minah lagi dengan lesu.

Mayra tertawa pelan. "Makanlah, aku 'kan nggak ngelarang." Tawar Mayra.

"Tapi, bener nih? ikan asih loh, bukan ayam goreng." Mayra terkekeh.

"Lebih mantap ikan asin loh, Mbak. Itu menu kebanggaan kita." Parman sempat melihat tadi pada bekal Mayra di atas meja.

"Betul!" Bagus ikut mengiyakan.

"Emak aku di kampung, kalau nggak ada ikan asin bisa ngamuk tiap hari." Ujar Parman.

Minah dan Ririn melongo.

"Telinganya nggak karatan itu tiap hari harus makan ikan asin?!" tanya Ririn dengan ekspresi polos.

Mayra memukul pelan tangan Ririn yang duduk disebelahnya. Ririn meringis.

"Kan bener, May ... "

"He he he, nggak tau juga sih, Mbak. Katanya begitu." Parman menggaruk kepalanya.

"Jangan tiap hari juga lah Par ... " Saran Minah.

"Namanya juga doyan, Mbak. Seperti bapakku, sukanya jengkol sama pete." Bagus menyela.

"Aku bisa pingsan kalau ke rumah kamu." Seru Ririn pada Bagus.

"Kenapa?" Bagus penasaran.

"Bau jengkolnya, aku nggak tahan." Jelas Ririn.

"Udah, jangan bahas jengkol lagi. Aku udah selesai." Lerai Minah. Benar, piringnya telah kosong.

Mereka juga menghabiskan makanan di piring masing-masing dan dengan cepat kembali masuk kerja.

Di pintu utama Mayra melihat Indra dan para karyawan lain berjalan masuk. Sepertinya mereka baru makan siang di luar.

Di belakang nampak wanita kemarin buru-buru mendekati mereka yang berjumlah empat orang. Wanita itu lantas bersisian dengan Indra.

Apa? mereka berdua masuk ke dalam ruangan Indra lagi? Mayra benar-benar tidak fokus kali ini bekerja.

Ting, sebuah notif masuk di ponsel Mayra. Ia mengecek pesan yang masuk.

Dari Tini.

Deg!

Jantungnya tak karuan, kenapa saat pikirannya kalut malah yang bersangkutan muncul. Mayra segera membuka pesan dari sahabatnya itu dengan tidak tenang.

May, entar malem aku main ke kos kamu ya. Aku suntuk.

Pasti ada sesuatu, tidak biasanya Tini begitu. Sahabatnya itu paling enggan keluar malam. Alasannya apa kata orang, sudah punya suami suka kelayapan.

Sekarang, kemana pemikiran seperti itu. Mayra segera mengetik balasan.

Datang aja, aku tunggu.

Setelah pesannya terkirim, dia simpan kembali ponselnya ke dalam saku kemeja seragam kerja mereka.

Tidak ada lagi balasan pesan dari Tini. Mungkin sahabatnya itu mengerti, sekarang sedang jam kerjanya Mayra.

Andre keluar dari lift, di sebelahnya Arthur memakai kacamata hitamnya berjalan dengan gagah. Para pengunjung yang datang sampai berpaling terpengaruh pesona tampannya.

Tidak terkecuali Ririn dan Minah. Juga para OG lain seakan terhipnotis.

Mayra yang menyadari ada keganjalan dari dua temannya bisa dikatakan sahabat bocor-nya lantas menoleh ke arah sumber muncul kehebohan.

"Kak Andre?" gumam Mayra.

Dia yang mengenal Andre, sedangkan pria ndi sebelahnya ia sangsi dengan wajahnya. Seperti tidak asing, tapi ingatannya sedang malas bekerja saat ini.

Kebetulan kedua pria itu berjalan melewati tempat mereka bersih-bersih, Andre melempar senyum manis pada Mayra yang dibalas senyum dan anggukan kepala.

Arthur melirik dari kacamata hitamnya, senyuman Mayra terhadap Andre. Seketika darahnya mendidih, ia tidak rela. Ada apa dengan dirinya?

Arthur berhenti sejenak, dilepas benda yang bertengger dari pangkal hidungnya. Dia tidak peduli akan kehebohan yang semakin dahsyat.

Kaki jenjangnya melangkah pada para OG yang berdiri mematung. Mayra berdiri di antara mereka. Dia bingung, berarti itu kakak sahabatnya yang bersama dengan Andre. Tapi, dia sedang apa? ada perlukah dengan mereka?

Mayra melanjutkan kembali mengepel dengan berbalik arah dari Arthur yang semakin dekat dengannya. Mayra acuh, ia tidak merasa sama sekali di perhatikan pria itu seiring langkahnya menuju padanya.

"Hust ... May, Mayra ... " Ririn memanggil dengan pelan.

Mayra mendongak, alisnya terangkat. Ingin bertanya ada apa. Ririn memberi kode dengan gerakan dagunya ke belakang tubuhnya.

Meski bingung, ia pun berbalik dengan pelan.

"K-kak Arthur?" Mayra tergagap. Ia tidak menyangka laki-laki itu tepat di depannya. Satu langkah lagi maka mereka akan berhimpitan.

Mata tajam itu tidak bergeser sedikitpun dari arah pandangnya.

"Jangan terlalu dipaksakan, kalau capek bisa istirahat." Rentetan kalimat sarat akan perhatian. Tapi, diucapkan dengan nada datar. Bahkan ekspresi wajahnya se datar ucapannya.

Andre yang tidak jauh dari Arthur, menggeleng kepalanya. Bos-nya sekaligus sahabatnya bersikap dingin dengan sahabat adiknya. Sebenarnya dia menunjukkan perhatiannya tapi salah cara penyampaian. Tepatnya nada bicaranya tidak bisa ditolerir.

Dasar laki-laki es. Umpat Andre dalam hati.

Mayra tertegun dengan yang didengarnya baru saja. Arthur memperhatikannya? Mayra menoleh pada yang lain. Ada yang tercengang dengan mulut terbuka lebar, lalat-lalat yang tidak tahu pulang bisa singgah sebentar di goa bergigi itu.

Ada yang menatapnya dengan tatapan iri, dia tidak sanggup jika begitu. Benar, Mayra sangat risih saat ini.

"Ba-baik Kak." Jawaban singkat Mayra akhirnya keluar juga dari mulutnya yang sempat kaku.

"Mmm, " Arthur mengangguk, lantas berlalu meninggalkan kebingungan dan penasaran dari sahabat Mayra yang lain.

Ririn segera mendekat karena tadi dia sempat bergeser saat Arthur berjalan pada Mayra.

"May, kamu kenal cowok itu ya? aku mau dong, May dikenalin." Ririn gelendot manja di lengan Mayra.

"Kak Arthur? dia itu, kakak temennya aku." Jelas Mayra.

"Tapi kok perhatian banget sih, May. Ada sesuatu ya?" Ririn mengedipkan sebelah matanya.

"Apaan, ih ... nggak." Elak Mayra lagi.

"May, entar cerita ya sama kita." Minah ikut menghimpit.

"Nggak ada apa-apa, mau di ceritain apaan? udah ah, yuk kerja lagi." Mayra melepas dirinya dari himpitan Ririn dan Minah.

"Ih, May. Nggak seru ah." Rengek Ririn tapi Mayra senyum saja. Jika di ladeni, akan bertambah rumit dengan mereka.

Parman dan Bagus tidak ikut heboh bertanya. Mereka sangat sadar diri, cuma remahan rengginang di mata pria tadi. Jadi, lebih baik berdiam diri saja daripada disembur lagi oleh dua wanita itu. Ririn dan Minah selalu saja usil pada mereka. Bukan serius bagi Parman dan Bagus.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!