Kesimpulan Mayra sudah jelas, Indra menyeleweng dari Tini. Sekarang istrinya itu sedang hamil. Dimana masa-masa perhatian dan manja pada suami tidak diperolehnya.
Memang Mayra tahu, Tini tidak berani mengatakan yang sebenarnya pada Indra. Ia takut, Indra akan menyuruhnya menggugurkan kandungannya. Karena sebelumnya, lelaki itu pernah berkata menunda mempunyai anak.
Alasan saja, darah Mayra mendidih. Indra bisa bersenang-senang dengan wanita lain yang lebih seksi dari istrinya.
"Tadi Mas Indra bawa koper, katanya ada pekerjaan di luar kota. Aku tidur di rumah kamu aja ya?" Tini menelpon ketika Mayra sedang bekerja.
"Kamu ada izin dari suami?"
"Sudah, katanya boleh." Jawab Tini.
"Baiklah, kamu hati-hati sendirian!"
"Iya, May ... "
Panggilan pun berakhir. Mayra lanjut lagi mengepel karena pengunjung tidak pernah sepi keluar masuk. Mereka harus benar-benar menunjukkan bahwa kebersihan sangat diutamakan selain pelayanan.
"May, kamu dipanggil ke ruang Bu Leni." Beritahu salah seorang pekerja seperti Sarah.
"Ada apa ya?" Mayra bingung.
"Nggak diberitahu apapun. Hanya disuruh kamu ke sana."
"Baiklah, Makasih ya Mbak."
"Sama-sama, May."
Mayra menghentikan kerjaannya. Ia mendekat pada Ririn.
"Ngapain kamu disuruh ke sana?" Ririn juga penasaran. Karena ruangan Bu Leni adalah bagian personalia. Yang menyangkut keluar masuknya karyawan melalui bidang tersebut.
"Entahlah. Aku kesana sekarang." Ujar Mayra.
Ririn mengangguk. Ia menatap cemas Mayra dari belakang yang sudah memasuki lift. Ririn tadi sempat mendengar akan ada salah satu dari para CS yang dikeluarkan. Alasannya karena terlalu ikut campur urusan atasan.
Ririn menggeleng, semoga itu bukan Mayra yang dimaksud. Kinerja Mayra sangat ia tahu. Tidak pernah lalai dan terlambat datang. Wanita itu juga tidak peduli dengan sekitarnya.
"Ada apa Mbak Mayra dipanggil?" Parman mendekat pada Ririn.
"Aku juga nggak tau. Udah, kita lanjut kerja aja. Nanti kita nanya ke dia." Sahut Ririn. Perasaannya memang tidak tenang.
"Baik, Mbak."
Parman juga kembali pada tugasnya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!"
Mayra segera masuk setelah mendengar perintah.
Seorang wanita cantik usianya berkisar tiga tahun di atas Mayra duduk di meja kerjanya.
"Ibu memanggil Saya?" Mayra berkata sopan.
"Benar, silahkan duduk." Tawar Bu Leni ramah.
Mayra menurut dan duduk di kursi yang tersedia.
Ketukan pintu dari luar terdengar. Kepala bagian CS masuk, Mayra bertambah bingung.
"Silahkan duduk, Bu Ida!"
"Terimakasih, Bu Leni."
Mayra tersenyum kikuk. Dirinya mulai tidak nyaman.
"Begini, Nona Mayra. Saya langsung saja pada tujuan memanggil Anda kemari." Bu Leni membuka pembicaraan.
Mayra menyimak dengan baik.
"Dari laporan yang kita terima mengatakan bahwa kinerja Anda tidak baik."
Mayra tercengang.
"Dan Anda sering sekali mencampuri pekerjaan atasan yang seharusnya bukan urusan Anda." Lanjut Bu Leni.
Kepala pelayan tertunduk. Mayra ingin meminta kejelasan yang lebih komplit. Tapi, dirinya tidak sempat membuka mulut saat Bu Leni mengatakan kalimat selanjutnya.
"Oleh karena itu, dengan berat hati kami memberhentikan Anda dari pekerjaan."
Bagai terhantam ombak besar saat sedang berenang riang. Itu yang dirasakan Mayra sekarang. Dirinya terkejut, tidak pernah diduga sama sekali.
Ini fitnah!
Mencampuri pekerjaan atasan? siapa yang dimaksud?
Mayra tersenyum, menutupi kekecewaan akan sikap mereka yang asal memutuskan.
"Baik, saya terima keputusan yang Ibu katakan. Saya tidak akan melawan, percuma saja." Mayra tertawa kecil.
Kedua atasan Mayra saling pandang. Karena cara Mayra menanggapi diluar dugaan mereka.
"Saya hari ini dipecat, karena perbuatan yang tidak pernah Saya perbuat."
Lalu, Mayra berpaling pada Bu Ida yang diam sedari tadi.
"Bu Ida, terimakasih banyak atas perhatian Ibu selama ini. Semoga pekerjaan Ibu semakin sukses dan hasil yang Ibu terima menjadi berkah." Ujar Mayra panjang lebar dengan senyum tidak lepas dari bibirnya.
Mayra juga tersenyum saat berpaling pada wanita diseberang mejanya.
Apakah itu sebuah sindiran? yang jelas, baik Bu Ida dan Bu Leni sama-sama tersudut.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi." Sedikit membungkuk, Mayra berdiri.
"Nona Mayra." Panggilan bu Leni menghentikan langkah Mayra hendak membuka pintu.
Ia pun berbalik dengan tetap ditempat.
"Ini gaji kamu penuh bulan ini, dan bonus untuk hasil kerja keras kamu selama ini." Bu Leni mendekati Mayra dengan amplop warna coklat di tangan dan memberikan pada Mayra.
Mayra mengambil amplop tersebut yang berisi uang yang ia tidak tahu jumlahnya. Dapat ia lihat senyum sinis sekilas dari bibir Bu Leni.
Lantas, dengan senyumnya Mayra berkata, "Maaf Bu, Saya tidak bisa menerimanya. Untuk bulan ini baru dua hari saya bekerja. Hati Saya menolak mengambil upah secara cuma-cuma, tanpa ada keringat saya disitu."
Mayra mengembalikan amplop tersebut ke tangan Bu Leni.
"Saya permisi." Ucap Mayra, seraya keluar dari ruangan itu meninggalkan Bu Leni yang mematung. Tindakan Mayra barusan diluar dugaannya.
Bu Ida berdiri dari kursinya setelah menyaksikan interaksi kedua orang berbeda jabatan didepannya.
Tanpa berlama-lama disana, ia pun beranjak.
"Saya juga permisi, Bu Leni. Nanti saya kembali lagi."
Bu Leni tidak menanggapi. Ia masih larut dalam lamunannya tentang Mayra.
Ririn dan Minah sesekali melihat ke arah lift. Mayra belum juga kembali.
"Aku penasaran, Rin." Ucap Minah.
"Aku juga. Semoga nggak ada apa-apa ya." Sahut Ririn dengan wajah cemas.
Mayra datang mendekat pada dua sahabatnya yang sejak tadi menunggu dengan hati tidak tenang.
"Minah, Ririn, aku pulang duluan ya." Ucap Mayra tersenyum.
Ririn dan Minah saling pandang.
"Kamu mau pulang sekarang? 'kan belum waktunya. Makan siang juga belum nih. Kamu sakit?" Minah menempel punggung tangannya di dahi Mayra.
"Nggak, demam." Ujar Minah lagi sembari melihat Ririn dengan tatapan bingung.
"Ya, udah. Kamu pulang sekarang aja. Pulang nanti aku ke rumahmu." Ririn memegang tangan sahabatnya dengan sejuta keinginan tahuannya tapi ia harus menahan dulu dengan tidak bertanya.
"Rin?" Minah meminta penjelasan.
"Iya, entar aja waktu pulang." Jawab Ririn yang mengerti maksud sahabatnya itu.
Mayra memandang sekilas sekitar Mall, ia menghembuskan nafasnya. Lalu segera pamit keluar dari pintu utama.
Parman dan Bagus ikut bergabung sepeninggal Mayra yang sudah tidak terlihat lagi.
"Mbak ... " Parman ingin bertanya, namun dengan cepat Ririn menggeleng dengan sorot matanya yang sendu.
Minah menyuruh kembali kedua laki-laki sebagai sahabat baik mereka, supaya kembali melanjutkan tugasnya.
"Nanti aja." Jelas Minah.
Walaupun bingung, Parman dan Bagus menurut saja.
Mayra sampai di luar Mall yang hiruk-pikuk dengan keluar-masuk kendaraan para pengunjung maupun para karyawan.
Dari sebuah mobil keluar Indra. Ia sendirian.
Mayra mengernyit, suami sahabatnya itu masih disini. Katanya keluar kota oleh Tini.
Indra melewatinya begitu saja. Mayra juga tidak menegur suami sang sahabat. Ia terus berjalan hendak ke jalan raya.
"Mayra ... " itu suara Indra.
Mayra berhenti, lalu berpaling.
"Indra?" tegur Mayra tersenyum.
"Kamu mau kemana? pulang?" tanya Indra dengan raut bingung. Ia melihat jam di tangannya masih pukul sepuluh.
"I-iya ... aku dikeluarkan dari sini." Sahut Mayra dengan kikuk.
"Apa? kamu dipecat, begitu?" Indra kaget.
"Iya, benar." Mayra menunduk. Ia memainkan jari-jarinya sendiri.
"Alasannya apa, May?" Indra ikut prihatin.
"Katanya ... kata Bu Leni, aku ikut campur pekerjaan atasan. Apa itu ya ... " Mayra menggaruk kepalanya yang tertutup jilbab segiempat. "Aku bingung, loh." Ucap Mayra dengan polosnya.
Indra tertegun.
"Padahal 'kan aku nggak berbuat apa-apa." Mayra membela dirinya. "Apa mereka suka asal ya?"
"Oh, tidak juga. Nanti biar aku tanyakan pada bu Leni ya. Mudah-mudahan aku bisa bantu. Dan kamu bisa kembali bekerja." Ujar Indra dengan senyum.
"Makasih ya, Indra." Ucap Mayra balas tersenyum. "Kalau gitu, aku pulang dulu."
"Iya, silahkan! hati-hati nyebrangnya, jangan sampai mau ditabrak lagi!" peringat Indra, lalu berbalik masuk ke dalam.
Mayra terdiam sesaat, "ditabrak lagi?" gumam Mayra. Apa Indra melihatnya waktu itu?
Mayra menggeleng kepalanya, ia tidak mau berpikir banyak. Pikirannya saat ini saja sedang kacau. Apa yang akan dikatakan pada keluarganya di kampung? terus, pada paman dan bibinya?
Semoga saja mereka tidak tahu, Mayra berniat menyembunyikan tentang dirinya yang dikeluarkan tiba-tiba dari pekerjaan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments