Cinta seperti magnet yang saling menarik apabila bertemu dengan sisi yang berbeda. Rasa yang tidak dapat di tolak oleh manusia itu akan berdampak pada kehidupan sehari-harinya.
Namun, ada kalanya ketika cinta itu ternoda dengan sebuah pengkhianatan, maka sangat sulit untuk kembali pada satu titik yang sama.
Begitulah yang dirasakan oleh Arthur sekarang. Ia tahu Celine mulai mendekatinya lagi melalui mamanya. Wanita itu berusaha mencari perhatian darinya lagi. Namun, ia sudah membatasi hatinya buat wanita itu.
Menjalin hubungan percintaan selama delapan tahun tidak menjadikan wanita itu mengenal arti kesetiaan. Bahkan mereka sudah merencanakan pertunangan tahun lalu. Tapi, Arthur harus menelan kejadian pahit ketika dirinya menemukan wanitanya sedang berduaan di kamar sebuah apartemen. Mirisnya lagi, apartemen itu adalah miliknya.
Di malam itu ia baru kembali dari Belanda, dari perjalanan bisnisnya. Karena sudah lelah dan mengantuk, ia menyuruh supirnya membawanya ke apartemen saja.
Dengan tubuh lunglai ia berjalan menuju kamar. Betapa terkejutnya saat ia harus memandang dua orang sedang tidur saling berpelukan dengan tubuh polos, yang hanya tertutup selimut setengah pinggang. Sehingga tubuh polos Celine bagian atas terpampang bebas di matanya.
Arthur berteriak lantang. Tubuhnya yang lelah berganti energi kebencian terhadap dua orang di depannya. Matanya berkilat menghunus tajam Celine dan pria disampingnya.
"Be**b*h kalian berdua!"
Mereka terkejut dan terduduk dari tidur karena lelah setelah aktivitas bergumul hebat di ranjang.
"Ar, a-aku... " suara Celine tercekat.
"Pergi!"
"Ar, i-ini tidak seperti yang kamu lihat." Celine mencoba mencari alasan.
Sedangkan pria di sebelahnya diam, ia terlihat tidak ingin membela dirinya sendiri.
"Cepat pergi!" Arthur berdesis dengan rahangnya mengeras. Dadanya naik-turun, sesak di dadanya sangat menyiksa batinnya.
Pria tersebut bergerak cepat, ia mengenakan segera pakaiannya. Arthur berbalik menghadap pintu, ia sangat jijik pada kedua makhluk tidak malu sama sekali.
Tidak lama pria itu melewati dirinya dan keluar dari apartemen segera. Iapun melangkah ke ruang tamu. Ia sengaja menunggu Celine di sana. Delapan tahun wanita itu menjadi kekasihnya tidak pernah disentuhnya seperti yang pria itu lakukan pada wanitanya. Ya, sekarang Celine bukan lagi wanitanya. Ia muak, rasa benci itu merambat cepat ke ubun-ubunnya.
"Ar?"
Celine telah lengkap dengan pakaiannya. Pakaian apa itu, Arthur melirik dengan ujung mata kejamnya. Dress sepaha warna hitam yang bagian dadanya turun, sehingga buah dadanya yang besar tumpah keluar. Hanya bagian ujung kecil itu saja yang tersembunyi dibalik bra tipisnya.
'Dasar murahan!' umpat Arthur lagi dalam hati.
"Kau, jangan pernah menampakkan dirimu lagi di hadapanku!" Arthur berkata tanpa melihat Celine.
Celine bersimpuh di kaki Arthur.
"Ar... "
"Jangan menyentuhku!" kakinya ia hempaskan dari tangan Celine.
"Cepat pergi dari sini. Bawa semua barang mu, jangan ada bersisa satupun."
"Ar, aku mohon, maafin aku. Aku khilaf, aku telah tergoda oleh Brian. Di-dia yang mendekati ku lebih dulu."
"Baiklah, jika kau tidak mau pergi."
Arthur bangkit dari duduknya. "Andre!"
Andre masuk dengan beberapa pria berbaju hitam dan bermasker. Tubuh mereka tegap dan kekar terlihat dari pakaian yang mereka kenakan. Meskipun wajah tertutup, tetapi tampang sangar jelas terlihat dari sorot mata merah yang menyala.
"Bereskan!"
Setelah berkata begitu, Arthur keluar tanpa menghiraukan jeritan minta tolong Celine.
Celine diseret ke kamar, semua bajunya dikeluarkan dari lemari.
"Cepat angkat kaki dari sini!" Perintah Andre tanpa bersikap sopan seperti biasa mengingat Celine dulu calon istri Bos-nya.
"Andre, berani kau denganku!"
"Menurutmu? aku tunggu lima menit, kau sudah pergi!"
Andre dan orang bawaannya berdiri tidak jauh di luar pintu kamar.
Beberapa saat, Celine keluar dengan menyeret dua koper besar di tangan. Pakaiannya telah diganti dengan kemeja ngepas badan dan celana jeans.
Celine menuju pintu keluar dengan mengomel tidak jelas.
"Kalian urus segera apartemennya, Bos sudah tidak ingin tinggal disini lagi."
"Baik, Bos. Akan segera kami lakukan."
Andre mengangguk. Iapun pergi dari sana menyusul Arthur.
_____
Setelah selesai makan di rumah Bi Siti yang merupakan kenalan baru adiknya, mereka pulang ke hotel tempat mereka menginap.
Aya yang keberatan ikut kakaknya harus pulang dengan wajah ditekuk.
Arthur melamun disebelah Andre menyetir. Pikirannya melayang saat di rumah kenalan adiknya.
Mayra atau Nisa, ia bingung sebenarnya siapa nama gadis itu. Ingin ditanyakan pada adiknya, tapi khawatir nanti malah salah sangka terhadapnya.
Wajah yang cantik dan teduh, sikap sopan santunnya pada orang lain. Dan ia tidak habis pikir, ketika di ajak bicara pun gadis itu hanya melihat sekilas, selebihnya banyak menunduk.
Arthur melirik Andre dengan hati kurang senang. Asisten sekaligus sahabatnya terlihat akrab dengan Mayra ketika di sana.
Entah kenapa wajahnya melintas begitu saja di pikirannya, tanpa tersadar senyum manis terukir di bibir tipisnya.
Suara lembut gadis itu yang sama persis dalam ingatannya, meskipun ia bingung keberadaan mereka waktu itu di sebuah desa tapi kenapa gadis itu berada disini.
Apakah secara kebetulan suaranya sama tapi orang berbeda? ia harus mencari tahu kebenarannya. Dalam ingatannya yang sering juga hadir dalam mimpinya, wajah gadis itu tidak jelas. Ia hanya bisa mendengar suaranya saja.
'Aku tidak bisa diam, aku akan menyelidiki gadis itu.'
"Kak, jadi nggak makan malam dengan nenek lampir?" tanya Aya yang membuyar lamunan Arthur.
Arthur berdecak, ia menjadi tidak bersemangat.
"Kalau bukan karena mama, nggak mungkin aku setuju."
"Huh, aku geli lihat tingkahnya. Malunya nggak ada sama sekali. Jangan harap aku bakal terima dia jadi bagian keluarga kita." Ucap Aya dengan wajah cemberut.
Arthur tidak menyahut. Ia memang tidak ingin kembali menjalin hubungan dengan wanita itu. Hanya mamanya yang secara tidak langsung ingin mendekatkan mereka berdua kembali.
Mereka telah sampai kembali di hotel. Baru memasuki lobi, suara wanita memanggil Arthur dengan lembut.
Aya dan Andre saling pandang. Masalahnya wanita yang tidak mereka sukai berdiri tidak jauh dari mereka.
"Aku duluan."
"Aku juga," ucap Aya lagi kesal.
Arthur tidak bisa mencegah mereka berdua, sebenarnya iapun enggan menemui Celine. Tetapi nanti urusan akan bertambah runyam.
"Aku ganti baju dulu."
Arthur segera menuju lift setelah berkata begitu pada Celine.
Celine tersenyum manis, akhirnya ia berhasil berduaan dengan pria itu lagi. Janjinya dalam hati, ia tidak akan melepaskan lagi pria yang pernah mencintainya dulu. Dan ia juga yakin kalau Arthur masih mengharapkannya kembali.
"Aku cantik dan seksi. Mana mungkin ia bisa melupakan aku begitu saja." Ia bermonolog sambil tersenyum.
Ia lupa jika telah menorehkan luka sangat dalam di hati pria itu. Bahkan luka itu masih menganga lebar disana tanpa bisa ada yang menyembuhkan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments