Pesona Buram Di Gubuk Tua

Pesona Buram Di Gubuk Tua

Bab 1 Arti Sahabat

"Sah!" Suara serentak menggema dari sebuah ruangan yang tidak begitu luas. Diperkirakan orang yang hadir di ruang tersebut berjumlah 10 orang.

Beberapa detik berlalu saat seseorang telah menjadi pasangan hidup yang halal bagi orang lain. Mereka sepasang suami istri yang baru saja menikah dengan sangat sederhana. Hanya kerabat dekat saja, para saksi dan pak penghulu.

Disudut lain, masih di ruang yang sama. Seorang gadis menghapus air matanya yang menetes. Apakah dia sedih? Sedih karena ia akan kehilangan sahabat yang sangat berarti baginya. Sahabat seperti saudara kandung, tidak bisa dipisahkan.

Takdir memisahkan mereka, berpisah dikarenakan salah satunya telah berganti status. Status sebagai seorang istri. Namun, ia juga ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya itu. Jika orang terdekat sedih atau bahagia, maka kita juga akan merasakannya bukan?

Gadis disudut itu bernama Mayra. Ia menatap sahabatnya sangat anggun dalam balutan baju pengantinnya, walaupun terlihat sederhana. Maklum lah situasi di desa, pakaian pengantin seperti itu sudah wah sekali bagi orang - orang terutama bagi para gadis.

"Ra, sini!" Sang sahabat memanggil.

Mayra menggeleng, tanda ia tidak berani mendekat. Sang pengantin pria ikut memanggil. Ya, mereka saling mengenal. Ketiganya bersahabat sewaktu kecil. Ketika beranjak remaja si pria ikut orang tua pindah ke kampung halaman ibunya.

Kalau jodoh tak akan kemana. Mereka bertemu kembali di sebuah pasar malam, tidak jauh dari desa mereka. Si pria kebetulan baru dari perjalanan hendak singgah kerumah neneknya. Disitulah awal benih cinta tumbuh di antara dua sahabat Mayra. Hanya tiga bulan memantapkan hati, keduanya serius sehidup semati. Manis sekali bukan?

Sang pengantin memanggil lagi, "Sini, cepetan! ihh..Mayra kenapa sih!?"

"Mungkin dia malu? tapi kenapa, kan kita sudah kenal lama ya?" Si pria juga ikut bingung.

"Aduh, Tini memanggilku terus. Bagaimana dengan mereka?" Lirih Mayra.

Matanya dari tadi ke arah luar pintu masuk.

Akhirnya Mayra mendekat.

"Gitu dong, dari tadi kenapa!" Tini, sahabatnya pura - pura ngambek.

"Mayra, kamu lagi nunggu siapa?" Tanya pengantin pria yang tahu Mayra seperti gelisah dari tadi.

"Tidak ada apa - apa, kok." Mayra menjawab sambil tersenyum.

"Betul Ra? Kamu baik - baik saja?" Tini memastikan keadaan sahabatnya.

Mayra hanya mengangguk.

Tini menyuruh lagi pada sepupunya yang jadi juru foto pernikahannya hari ini, supaya memotret mereka bertiga. Satu gambar berhasil diambil. Senyum merekah dari mereka bertiga nampak jelas disana.

Mayra buru - buru berpamitan, ia segera beranjak keluar. Tini dan suaminya melarang, tapi Mayra beralasan takut bapaknya khawatir dirumah. Ia berjanji akan menemui Tini lagi. Entahlah, apa ia bisa menjumpai sahabat baiknya itu.

Mayra berjalan cepat, namun sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Buru - buru sekali, Non?" Ada nada mengejek yang bertanya.

Mayra masih diposisinya, membelakangi orang yang memanggil. Dari suaranya, ia mengenali siapa. Mata Mayra terpejam sejenak, sebelum ia berpaling.

"Eh, ada Anjani? ada apa ya?" Mayra menegur sopan. Badannya sedikit merunduk. Sedangkan tangannya meremas ujung kebaya sederhana yang ia kenakan.

"Hmm, langsung saja. Tidak perlu basa basi!" Yang ditegur Mayra menjawab ketus.

Mayra salah tingkah, ia makin merunduk. Badannya sedikit bergetar.

Anjani yang melihat tersenyum senang, 'Dasar kampungan!' ujarnya dalam hati.

Loh..loh dia sendiri kan juga tinggal di kampung?

Yang tinggal di kampung tidak semua kampungan ya? Author bingung nih!

Lanjut!

"Kamu, iya kamu..ah, aku lupa namanya!" Anjani berpura - pura bingung sambil memegang dahinya.

"Aku, Mayra!" Ia dengan cepat memberitahu namanya.

'Aku tahu, ini anak lemot amat!' Umpat Anjani dalam hati.

"Kan, tadi kita juga baru bertemu di nikahan Tini?" Mayra tersenyum ramah, bahkan deretan gigi putihnya hampir nampak semua.

"Iya, aku cepat lupa orangnya. Apalagi dengan orang yang tidak ku anggap penting!" Anjani sinis membalas ucapan ramah Mayra.

"Oh, maaf!" Lagi - lagi Mayra menundukkan wajahnya.

"Aku ingin kamu menjauh dari Tini! aku tidak ingin sialmu ikut mempengaruhi hidupnya!" kata - kata Anjani membuat Mayra sedikit menatap sekilas ke arahnya. Lalu ia menundukkan wajahnya lagi.

Anjani melanjutkan, "Tadi aku sudah melarang mu jangan dekat - dekat mereka lagi. Tapi, kamu malah ikutan berfoto!"

"Maaf, maaf Anjani! Tadi aku dipaksa, serius aku tidak ada niat ingin berfoto dengan mereka!" Mata Mayra berkaca - kaca, ia sungguh nampak menyesali perbuatannya tadi itu.

"Sudahlah, pokoknya jangan pernah aku melihat kau berdekatan dengan Tini lagi, ingat itu!" Anjani mengancam.

Mayra dengan cepat mengangguk tanda mengerti.

Anjani berlalu pergi, pakaian yang dikenakannya nampak mahal. Dengan rambut ia biarkan bebas lepas. Ia berparas cantik, gadis tercantik di desanya. Bahkan hampir semua orang diluar sana juga mengakui kecantikannya. Tapi sayang, sifatnya berkebalikan dengan paras cantiknya. ia mempunyai sifat angkuh, ia ingin selalu disanjung. Semua keinginannya harus dipenuhi, tidak boleh ada yang membantah. Dikeluarganya, ia seperti ratu

Mayra menatap Anjani dari jauh, dari tadi ia tidak beranjak. Ia menghembus nafas beratnya, seperti begitu banyak beban yang tengah ia tanggung. Sambil menyeka air matanya, ia melangkahkan kakinya menuju arah pulang.

Benar, sesampai Mayra dirumah, ibunya sudah menunggu depan pintu. Rumahnya sangat sederhana, berdinding setengah permanen, berlantai semen agak kasar. Hanya di alasi karpet yang nampak sana sini sudah terkelupas.

"Lama sekali, Neng? ibu jadi khawatir. Itu Bapakmu, baru saja ingin menyusul kerumah Tini tapi Ibu larang." Ibunya sangat khawatir pada anak perempuannya ini.

"Tadi aku ada perlu sedikit dijalan pulang, Bu. Jadi terlambat sampainya." Mayra beralasan.

Ia tidak berbohong, memang tadi sedikit ada keperluan karena Anjani menghalangi jalan pulangnya.

"Ya, sudah masuk. Jumpai Bapakmu sana!"

Lalu, ia segera masuk. Berjalan ke arah belakang menjumpai Bapaknya.

Mayra empat bersaudara. Kakak lelakinya telah berkeluarga, tinggal tempat istrinya. Sesekali baru pulang menjenguk. Selebihnya cuma lewat telepon. Ia anak kedua, dibawahnya merupakan adik laki - laki, sedang duduk di sekolah menengah atas kelas XII. Sedangkan yang bungsu perempuan, sekarang kelas akhir tingkat SMP.

Kedua adiknya belum pulang. Ia masuk ke kamar, hendak shalat Zuhur. Kewajiban tetap tidak boleh ditinggalkan. Orang tuanya sangat berpegang teguh pada ajaran agama. Ibadah shalat lima waktu harus dijaga. Untuk apa hidup penuh kemewahan, jika ibadah kurang. Setiap saat Bapaknya memberi nasehat. Kemanapun melangkah, ingat Allah selalu dihari. Insya Allah hatimu tenang, damai.

Mayra melipat kembali mukenanya yang warna putih telah berganti warna krem. Akibat sering dicuci di air sungai mungkin ya.

Ia duduk di tepi tempat tidur yang tidak luas, cuma muat ditiduri dua orang saja. Itupun yang berbadan kecil. Sering Mayra mengalah dari adiknya yang perempuan. Ia memilih tidur beralaskan tikar pandan saja. Yang tiap bangun tidur, badannya pegal - pegal semua. Bahkan terkadang mukanya ada tanda garis - garis silang, ikut menempel sulaman tikar. Bukan adiknya tidak tahu diri, tidak mau berbagi tempat tidur. Mayra sendiri yang ingin tidur dibawah. Biar besok adiknya lebih segar badannya ke sekolah. Seorang kakak yang sangat perhatian.

Tatapan Mayra seperti kosong. Matanya menatap ke arah luar jendela yang menampakkan halaman depan tidak terlalu luas. Tapi ditanami beberapa bunga yang indah dilihat. Dan ada dua pokok jambu di sisi kiri - kanan halaman. Ia menerawang jauh.

"Ra, aku mau kabur saja dari rumah. Aku ingin tinggal berdua saja denganmu." Ucap sahabatnya Tini waktu itu.

Mayra yang bingung menatap lekat pada sahabatnya.

"Aku tidak tahan terus menerus diatur oleh pamanku!"

"Apa maksudmu?" Akhirnya Mayra bertanya.

Tini makin sesenggukan, ia memeluk Mayra erat. Mereka duduk dibawah pohon jambu dihalaman rumah Mayra. Ketika itu orang tua Mayra sedang berada di sawah.

Tini melepaskan pelukannya, ia melihat ke arah Mayra. Ada pancaran memohon dari kedua matanya. Mayra masih diam, ia menunggu Tini supaya lebih tenang.

Tini belum juga mau bicara. Mayra menghela nafasnya sejenak.

"Baiklah, kalau kamu tidak mau cerita. Mungkin ada orang yang lebih tepat untukmu berbagi." Lirih Mayra pelan.

"Tidak! jangan bicara begitu! Hanya kamu sahabatku. Kamu seperti saudara bagiku." Tini dengan cepat berujar.

Mayra tertawa. Ia berhasil membuat sahabatnya buka mulut, walaupun belum bercerita juga masalahnya. Ia tahu Tini, hanya padanya tempatnya mengadu. Mereka berteman sejak kecil. Hal kecil apapun mereka bicarakan berdua. Sehingga orang tua Mayra menganggap Tini seperti anaknya. Kembaran Mayra, sebutan ibunya.

Tini cemberut, Mayra memegang kedua pipi sahabatnya.

"Ceritakan, ada apa?! atau tidak sama sekali!" Mayra pura - pura mengancam. Habisnya dia gemes pada Tini.

Tini melepas pelan tangannya dari genggaman Mayra.

"Aku..aku..aku.." Ucapan Tini tertahan. Ia enggan membahasnya, tapi juga harus menurutnya.

Mayra mengernyitkan kedua alisnya, sebelum Tini melanjutkan.

"Aku dipaksa menikah dengan duda lima anak, jika dalam waktu empat bulan belum ada yang melamar."

Mayra seketika tertegun, ia terkejut. Ia ikut merasakan kegalauan hati sahabatnya. Kalau sudah menyangkut dengan urusan pamannya, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ibu sahabatnya sendiri, cuma bisa diam saja. Pamannya ini adik kandung dari Almarhum ayah Tini. Tepatnya ayah kandung Anjani. Mereka keluarga terpandang dikampung Mayra. Kebutuhan Tini dan Ibunya serta adik - adiknya banyak ditanggung oleh sang paman. Jadi, ketika masalah perjodohan dibicarakan oleh pamannya, Tini tidak bisa berbuat apa - apa.

"Apa memang tidak bisa dibicarakan lagi dengan pamanmu, Tin? atau kau terima saja perjodohannya. Lagipula menurutku nikah muda wajar - wajar saja."

"Menurutmu begitu! baik, bagaimana kalau kita tukeran posisi? Kamu saja yang nikah sama tu kakek?!"

"Apa?? enak saja sembarangan menyuruh orang?!" Mayra mentah - mentah menolak sambil menggoyang - goyangkan kedua tangannya.

Mata Tini tertuju ke arah pergelangan tangan Mayra. Ditariknya tangan Mayra.

"Gelang kamu dimana, Ra?"

"Aku juga bingung. Aku lupa taruh dimana. Apa tidak sengaja terjatuh ya?" Mayra melihat ke tangannya. Di ingat - ingat pun tetap ia lupa.

"Kita kan berjanji tetap sama - sama memakainya." Tini kesal.

"Iya..iya, maaf! aku kan tidak sengaja. Aku janji akan tetap mencarinya walau ke ujung dunia sekalipun."

Mayra mengarahkan jari kelingkingnya ke depan Tini, tanda perjanjian.

Walaupun kesal, Tini juga mengaitkan kelingkingnya. Mereka tertawa bersama. Sejenak masalah yang dialami Tini terlupakan.

_____

Mayra menghembuskan nafasnya, ia merasa kehilangan. Diarahkan matanya ke pergelangan tangannya. Sampai sekarang belum juga ditemukan gelang persahabatan mereka berdua. Ia sedih, takut persahabatannya betul - betul berakhir, seperti gelang yang tanpa sengaja ia hilangkan.

Gelang dari benang woll yang di sulang, terus disematkan inisial nama mereka masing - masing. Warnanya juga langka dirangkai jadi sangat indah. Walaupun sederhana, hanya lima belas ribu dua pasang. Mereka beli di pasar ramai yang diadakan sesekali itu di kecamatan. Gelangnya berwarna sama, hampir mirip warna pelangi. Sangat kontras dikulit mereka yang putih.

Mayra juga mengingat kembali ancaman dari keluarga pamannya Tini. Namanya Paman Munir, beliau terakhir menjumpai Mayra seorang diri ketika ia baru pulang dari sawah.

Tiba - tiba sekelebat bayangan terlintas di kepala Mayra. Ia menggeleng - gelengkan kepalanya.

"Astaghfirullahal'adhim!" Mayra seraya istighfar sambil mengusap wajahnya. Sering sekali bayangan itu terlintas.

Ia beranjak keluar tatkala mendengar suara salam dari adiknya yang baru pulang sekolah.

_____

Bersambung

Assalamualaikum, hai.. ini karyaku yang pertama ya. Harap dikoreksi, masih banyak belajar nih. Nantikan lanjutannya ya, Rahasia Mayra, mengapa ia disebut pembawa sial. Seru deh!

Terpopuler

Comments

Siti Amenah

Siti Amenah

lanjur

2023-07-15

0

Eliani Elly

Eliani Elly

masih nyimak

2023-01-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!