Semburat senja menimbulkan gejolak rindu pada yang jauh. Keinginan sering bertentangan dengan kenyataan. Di saat hati sangat ingin, tapi logika mengalahkan karena yang dibutuhkan lebih penting.
Mayra sangat ingin berdekatan dengan keluarga tetapi saat ini ia sangat membutuhkan pekerjaan. Dan pekerjaan itu tentu saja disini, tempat ia berada sekarang.
Lima bulan berlalu, Mayra tidak lagi tinggal dengan pamannya. Ia mendapat kosan murah dekat sebuah Mall tempat ia bekerja sudah tiga bulan.
Mayra melamar sebagai Og. Mall besar berlantai empat, dan Mayra bertugas bersama sepuluh temannya di lantai satu. Sedangkan kantor manager berada di lantai paling atas. Ada lift khusus untuk menuju ke sana.
Sepuluh teman kerjanya diantaranya lima laki-laki dan lima perempuan. Yang belum menikah Mayra dan dua temannya yang perempuan. Mereka juga pendatang, tinggal bertetangga dengan kos-nya. Dan dua laki-laki masih muda dibawahnya baru tamat SMA.
"May, kamu tahu nggak katanya hari ini yang punya mall datang." Gadis bernama lengkap Sulastri tapi sampai di kota ia merubah panggilan dari Tri menjadi Riri supaya lebih keren katanya. Ia dikenal paling ceplas-ceplos di antara lima teman kerjanya. Tapi jangan ditanya soal kesetiaan mereka patut diacungi jempol.
"Kamu tu ya, cepet sekali dapat info." Sela Minah. Ia sebelas dua belas dengan Riri.
"Mbak, ganteng nggak kira-kira?" Parman, laki-laki yang masih muda ikut nimbrung.
"Yang jelas, tidak ada apa-apanya dengan tubuhmu yang langsing tinggi itu." Jawab Riri asal saja.
Sontak saja jawaban dari Riri mendapat perhatian dari yang lain yang sedang bersih-bersih. Masalahnya si Parman itu bertubuh gempal dan pendek.
"Ha ha ha, aku sakit perut." Minah tertawa lepas, sebelah tangannya memegang perut.
Mayra hanya tersenyum saja dengan menutup mulutnya. Sudah hal biasa mereka bercanda di sela-sela bekerja. Supaya tidak terlalu capek alasan mereka.
Parman menatap tubuhnya yang memang sangat berkebalikan seperti yang dikatakan Riri. Ia seraya membalas dengan perkataan yang entah benar atau tidak. Yang jelas semakin membuat bahan tertawaan yang lain.
"Gini-gini dibilang seksi sama gadis janda dikampung ku loh, Mbak." Ujarnya dengan santai sambil berlenggak lenggok dengan kemoceng ditangan.
Sontak mereka semua saling pandang, satu detik kemudian.
"Ha ha ha... " tidak ada yang tidak tertawa. Yang laki-laki yang biasanya tidak berpengaruh dengan bahan candaan tapi hari ini harus menahan sakit di perut.
Mayra sudah terduduk di lantai, ia tidak sanggup berdiri lagi. Matanya sampai merah. Parman melihat Mayra seperti itu tersenyum. Karena Mayra bukan orang yang suka heboh. Bawaannya yang kalem penuh kelembutan dan lebih banyak diam.
"Mbak Mey mey kalau tertawa semakin cantik." Parman ikut duduk dengan menopang dagunya yang berlipat depan Mayra.
Melihat itu Mayra semakin tertawa namun tidak sampai terbahak-bahak. Ia tahu karena sebentar lagi para staf mulai masuk. Dan tertawa seperti itu tidak bagus apalagi bagi perempuan.
"Par-man, ka-kamu tolong minggir!" Mayra terbata-bata.
"Superman, awas kau dari situ! Mau kamu Mayra sampai kencing di celana gara-gara lihat dirimu yang bahenol." Bukan meredam tertawanya Mayra tapi Minah menambah membuat lelucon.
'Superman? yang benar saja. Kapan ia merubah namanya.' Dengan wajah ditekuk Parman pindah dan melanjutkan lagi pekerjaannya.
"Sudah-sudah, cukup bercandanya. Nanti kita dipergoki nggak bekerja." Seru seorang wanita yang berumur kira-kira tiga puluh tahun, yang paling tua dari yang lain.
Mereka beranjak dari bersantai gara-gara lelucon ketiga teman bekerja.
Tanpa disadari oleh mereka semua, sepasang mata menatap lekat ke arah satu gadis yang berjilbab abu-abu gelap diantara mereka yang berpencar melakukan tugasnya kembali. Siapa lagi gadis itu kalau bukan Mayra.
Bibir tipis kemerahan dari pemilik tubuh tinggi atletis menyunggingkan senyum yang tidak terlalu kentara. Lalu tubuh itu berbalik ke arah parkir di mana yang lain berdiri.
"May, makan siang yuk!" ajak Riri dan Minah yang diikuti Parman dan Bagus.
Mereka sering berlima. Selain karena belum menikah, mereka juga sama-sama anak rantau. Jadi, mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Jika yang satu sedang kekurangan maka yang lain berusaha mencukupi.
"Eh, lihat tuh. Gantengnya, tolong... aku mau pingsan!" Riri mulai lagi berulah.
Sekarang mereka sedang menikmati makan siang di warteg ujung jalan sedikit berjauhan dari mall. Mereka lebih suka disana, enak dan juga murah.
Bagus yang pertama kali melihat pada arah yang ditunjuk Riri.
"Mbak, sejauh itu makhluknya juga nampak ya?"
"Kalau ganteng, sejauh satu kilo aja juga kena di mataku, Babag." Riri mengerucut bibirnya pada Bagus.
"Ha ha ha, dapat nama bagus lagi dari Mbak Riri." Seru Parman
Minah tertawa cekikikan, sedang Mayra tersenyum manis seperti biasa.
"Emang kalian kalau dipanggil dengan nama asli itu rasanya aneh." Timpal Minah.
"Kenapa?" Parman bertanya dengan serius.
"Karena... kalian itu ibarat bayangan kami. Dimana ada kami disitu kalian. Paham?"
Bagus mengambil minum lalu meneguk dengan habis. Sudah jelas maksudnya, mereka dianggap perempuan oleh Minah dan juga pasti Riri.
"Tapi 'kan Mbak, kita berdua ini sebagai pengawalnya Mbak-mbak." Bela Bagus.
"Pengawal apaan?" cibir Riri lagi.
Parman dari tadi cuma melongo, sepertinya otaknya belum mencerna maksud perkataan Minah.
"Nih!" Minah mengumpal mulut Parman dengan kerupuk.
Parman dengan cemberut mengunyah kerupuk yang penuh di mulutnya.
"Sudah, jangan banyak ngobrolnya. Kita nggak boleh terlambat." Seru Mayra yang disetujui mereka berempat.
Indahnya persahabatan mereka walaupun Riri dan Minah dikenal paling resek di antara berlima tetapi tidak ada yang mengambil hati ulah keduanya.
Mayra merasa sangat betah tinggal di kos walaupun sempit tapi karena kehadiran mereka berempat, hari-harinya penuh keceriaan. Kesibukan setiap hari pergi bekerja, dan pada malamnya ia mengolah bumbu untuk nasi gurih yang dititip pada kios kecil depan kos. Setiap hari habis karena tidak sengaja tidak banyak ia buat.
Dari hasil membuat nasi gurih bisa ia masukkan ke tabungan hariannya.
Mayra sesekali mengunjungi paman dan bibi Siti. Letaknya juga tidak jauh, tidak sampai sepuluh menit dengan menumpang abang ojek. Itupun lama waktu menyeberang jalan raya yang padat makanya bisa selama itu.
Biasanya ia datang berkunjung setelah pulang kerja dan kembali ke kos menjelang isya. Kadang ia pergi bersama Riri dan Minah. Dan dua anak muda laki-laki mengantar sampai di seberang jalan saja. Sungguh asyik dengan persahabatan mereka.
Sedangkan Tini telah pindah. Indra berhasil membeli sebuah rumah hasil dari kerjanya ditambah dengan tabungan ketika belum menikah dengan Tini. Walaupun tidak besar tapi sangat nyaman dan indah.
Mayra pernah ke sana sekali ketika ia baru bekerja seminggu. Rumah Tini hanya berbeda gang dengan kos-nya Mayra.
Semenjak bekerja ia jarang bertemu Indra di tempat kerjanya padahal di Mall yang sama. Indra bekerja sebagai asisten manajer. Ia sangat beruntung bisa mendapatkan jabatan itu. Sebelumnya Indra menjadi mandor pada pekerjaan pembangunan Mall, setelah rampung dan diresmikan ia dinaikkan menjadi kaki tangan seorang manajer.
Mayra pun merasa tidak perlu harus beramah tamah jika bertemu Indra. Ia merasa tidak pantas, ia hanya seorang OG. Memang benar, Indra tidak menegurnya padahal mereka berhadapan langsung ketika Indra hendak masuk ke ruangannya dan Mayra kebetulan sedang mengepel lantai tepat depan pintu masuk.
"Pak... Pak Indra tunggu!" seorang wanita cantik dengan stelan kerja berjalan cepat dan Indra dengan senyum mengembang menyilakan waktu itu masuk ke dalam.
Perasaan Mayra tidak enak, tapi ia menepisnya seraya menggeleng kepalanya.
"Aduh, Mas... ah!" Mayra berhenti dari aktivitasnya, jantungnya berdetak cepat tatkala mendengar suara wanita seperti mendesah di dalam ruang Indra.
Ia belum beranjak dari depan pintu jadi ia mendengar dengan jelas.
"Mas, udah deh ah."
Lagi-lagi suara wanita itu terdengar sangat manja. Sekelebat bayangan Tini hadir di pikirannya. Instingnya mengatakan ada yang tidak beres. Tapi, ia juga tidak boleh berprasangka buruk terlalu cepat. Dalam hatinya berdoa, semoga saja itu bukan seperti yang ia pikirkan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments