Di tempat lain.
Seseorang duduk santai di ruang kerjanya dengan mata terpejam. Namun, jari - jarinya yang memakai banyak cincin besar terbuat dari emas, terlihat sedang mengetuk sandaran tangan di kursi kebesarannya berulang kali.
Dia adalah Thomas, seorang pengusaha importir yang sangat berpengaruh di kalangan pengusaha importir lainnya. Bahkan dia dapat mengatur produk apa saja yang harus diimpor saat ini.
Terbentang meja kerja yang cukup besar dan luas di hadapannya dengan desain cukup mewah. Sebanding dengan ruangan tersebut yang cukup luas dengan desain interior mewah juga.
TOK TOK
Orang itu mengangguk saat pintu diketuk.
Seseorang lainnya lagi menghampirinya. Dia bertubuh tinggi, besar, dan atletis, sehingga dia terlihat sangat gagah saat sedang berjalan. Dia adalah Donald, tangan kanan dari Thomas,dan biasa dipanggil Donny.
“Tom,“ dia menyapanya. Dia terbiasa memanggil Thomas dengan namanya.
“Kenapa, Don?” Kata Thomas masih memejamkan matanya dan bersandar dengan nyaman.
Donny tidak langsung menjawabnya. Dia hanya terdiam menunggu reaksi Thomas yang menurutnya sudah siap menerima laporan darinya.
Thomas hafal dengan sikap diamnya Donny. Dia berdehem sebentar.
Lalu memperbaiki posisi duduknya kembali.
“Ya, Don. Silahkan,”
“Tom, ada kabar kurang baik,” suaranya terdengar tertekan.
“Lanjutkan, Don” Thomas mulai berdiri, dia duduk di sofa penerimaan tamunya sambil menyalakan sebatang rokok.
“Satu peti kemas peralatan masak yang kita impor sudah tiba kemarin,” kata Donny.
“Mengapa cuma satu, Don?” Suara Thomas terdengar berat dan berwibawa.
“Unsur tidak sengaja. 1 peti kemas itu terbawa di kapal yang kemarin datang. 3 peti kemas datang besok siang, dan 3 peti kemas lagi datang lusa, Tom.” jawab Donny. Thomas hanya mengangguk - angguk mendengar keterangan dari Donny.
“Berarti, seharusnya tadi malam membongkar muatan itu. Apakah sudah memberi kabar yang lain? Biar mereka bersiap menerima kiriman kita hari ini.” Kata Thomas sambil menumpangkan satu kakinya ke kakinya yang lain.
“Belum sempat, Tom,” sahut Donny cemas.
Thomas tampak menghirup dalam asapnya. Lalu menghembuskan dengan panjang dan diletakkannya ke asbak diatas meja tamunya.
“Siapa kali ini yang yang membuat masalah?” Tanya Thomas.
“Oknum petugas. Sepertinya dia baru disini dan tidak mengerti siapa kita,”
“Apa yang dilakukannya?”
“Dia menyita satu peti kemas itu, katanya untuk pengecekan. Jadi, saat ini peti kemas itu masih di segel” sahut Donny.
Thomas terdiam dan berpikir apa yang harus dilakukannya saat ini.
“Saat peti kemas itu berlabuh kemari, bahkan kita tidak diberi tahu. Jadi, tidak ada dari kita yang berjaga di sana, Tom. Tiba-tiba kita menerima berita peti kemas itu sudah disegel oleh oknum itu,” Donny terdengar seperti membela diri bagi Thomas.
“Sebenarnya tidak masuk akal, karena seharusnya ada petugas pelabuhan disana yang memeriksa barang kita. Bisnis kita kan legal, dokumen impor juga lengkap. Tapi, kenapa ada oknum petugas yang bisa beraksi disana?” Donny berbicara pada dirinya sendiri.
Thomas masih terdiam melihat Donny yang berjalan mondar-mandir di hadapannya.
“Kamu siapkan surat-surat yang diperlukan, kita akan membuat laporan ke kantor Pasukan Khusus di mana oknum itu bertugas,” akhirnya Thomas membuka suaranya.
“Siapkan sekarang. 15 menit lagi kita berangkat.” Thomas bangkit dari duduknya dan mengambil ponsel nya. Kemudian dia menghubungi seseorang.
Sedangkan Donny keluar ruangan menemui sekretaris Thomas meminta dokumen impor. Kemudian dia meminta kepada anak buahnya untuk menyiapkan 1 mobil untuk Thomas, 1 mobil lagi untuk pengawalan. Anak buah yang diperintahkannya pun berlari untuk menjalankan perintah Donny.
“Don, hubungi pihak pemasok untuk mengirim fax dokumen pengiriman barang dari mereka, untuk melengkapi bukti,” perintah Thomas dengan nada setengah berteriak, agar suaranya didengar oleh Donny yang berada di depan ruangan ganti pakaiannya.
“Sudah, Tom. Saat aku tahu surat-suratnya juga ditahan, aku langsung meminta salinan kepada mereka,” sahut Donny yang juga setengah berteriak.
“Kerja bagus, Don” Thomas menepuk punggung Donny. Donny terkejut karena ternyata Thomas sudah di belakangnya. Thomas tersenyum untuk berterimakasih pada Donny.
Thomas, Donny dan beberapa anak buahnya berangkat ke kantor Pasukan Khusus, tempat oknum itu bertugas.
“Siapa nama petugas itu?” Tanya Thomas saat di perjalanan.
“George, dia pindahan dari Area-D. Dia bertugas disini baru 2 minggu, dia tinggal di … “
“Sudah, sudah, cukup … kita tidak perlu mengganggu keluarganya. Ini adalah tanggung jawabnya, bukan tanggung jawab keluarganya,” Thomas memotong laporan Donny.
Donny tersenyum karena kagum mendengar penuturan bos-nya itu. Bos-nya mantan gangster, yang kini memilih berbisnis secara legal. Namun, kesuksesan miliknya tidak lepas dari kebiasaannya sewaktu jadi ketua gangster.
Sesampainya di kantor Pasukan Khusus, Thomas yang layaknya sebagai orang penting, berjalan dengan pengawalan penuh.
Dia berjalan dengan sangat berwibawa, meskipun hatinya sangat marah.
Para anggota Pasukan Khusus yang mengetahui kedatangan Thomas ke kantor mereka pun langsung bersikap siaga. Mereka takut ada keributan disana.
Thomas dengan tersenyum, menyapa mereka semua sambil membuat rapi jas yang dipakainya.
Mereka berhenti di depan meja lobi kantor.
“Di mana yang namanya George?” Tanya anak buah Donny kepada salah satu petugas yang ada di meja lobi.
“Nama lengkapnya?” Tanya petugas itu.
Anak buah Donny memberikan keterangan lengkap tentang George kepada petugas itu. Sudah dari awal Thomas berpesan kepada anak buahnya untuk tetap bersikap sopan dan tenang selagi lawan mereka tidak melakukan apapun, namun kewaspadaan tetap harus tingkat tinggi.
Seperti saat ini, semua anak buah Thomas sudah siap siaga, tangannya sudah menyentuh sabuk tempat pistol masing-masing. Karena ketika mereka datang, mereka sudah disambut tidak ramah dengan beberapa petugas yang siap siaga dengan senjata mereka juga.
Namun, petugas yang menerima mereka di meja depan itu seperti sedang mengulur waktu dengan sibuk menelpon kesana kemari tanpa memberikan jawaban yang jelas. Sehingga membuat Donny tidak sabar.
“Siapa yang kamu telpon? Mengapa kamu tidak menyebut namanya sekalipun?” Donny memukul meja itu dengan telapak tangannya.
Petugas itu tampak terkejut dan ketakutan.
“Serahkan saja George pada kami,” kata Donny lagi.
“Kami harus membuat berita laporan dulu, Pak. Silahkan pelapor menunggu sebentar, nanti ada petugas yang meminta keterangan dari pelapor. Anda serahkan saja bukti-bukti yang anda punyai kepada petugas, Itu juga kalau anda punya, kalau laporannya sudah masuk, bisa kami proses segera.” Kata petugas itu lagi.
Perkataannya terdengar seperti sedikit mengejek sehingga membuat Donny marah.
“Apa maksudmu jika kami punya? Jelas kami punya, bisnis kami legal,” Donny membentak petugas itu.
Sementara Donny memarahi petugas itu, Thomas dengan tenang melangkah ke kursi yang ditunjuk oleh petugas tadi.
“Di mana petugas disini?” Tanya Thomas. Suara beratnya berhasil membuat mereka yang sedang bertengkar terdiam jadinya.
Sebenarnya Thomas sudah berusaha untuk sabar dan bersedia mengikuti prosedur yang ada. Namun, petugas itu terus saja memancing kemarahan Donny dan anak buahnya. Sehingga Donny dan anak buahnya memaksa untuk bertemu George langsung tanpa melalui prosedur.
Ernest yang menyaksikan itu berusaha menengahi agar tidak terjadi perkelahian di sana. Dia yang baru keluar dari ruang fotokopi langsung menghampiri mereka.
Setelah memahami masalahnya, kemudian Ernest meninju rekannya di meja lobi itu.
“Diamlah,” kata Ernest yang tidak tahan pada rekannya itu.
Rekannya terhuyung hingga jatuh ke lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments