"Ra..." lirih Raka.
"Iya?"
"Aku mencintaimu dengan sangat."
"Aku juga mencintaimu, Raka."
"Kalau ada orang yang kamu cintai tapi kau tidak berjodoh dengannya bagaimana?"
"Hm gimana ya, kalau engga jodoh ya yaudah mau gimana lagi."
"Tapi kalau mereka saling mencintai dan tidak mau lepas bagaimana."
"Kita jalani saja takdir yang sudah Tuhan berikan, kita itu manusia biasa tidak bisa merubah takdir."
Raka diam mendengar semuanya.
"Terima kasih ya selama ini kamu udah ada di sampingku. Menyemangati ku, menyayangiku, mencintaiku, dan terima kasih telah merubah duniaku yang tadinya gelap sekarang jadi berwarna. Aku selalu bahagia bisa bersamamu terus," ujar Raka.
"Hm iya, aku juga bahagia," jawab Aira.
Raka mengangkat kepalanya dari pundak Aira. Ia meyakinkam dirinya untuk mengatakan semuanya kepada Aira. Ia menatap Aira dengan raut wajah sendu.
"Ra, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Kamu boleh marah, kamu boleh benci aku, tapi tolong jangan lupakan aku," ucap Raka memegang kedua tangan Aira.
"Ngomong aja kenapa harus izin, tumben- tumbenan nih kamu serius." Aira terkekeh.
"Aku serius, Ra."
"Iya iya udah, kamu mau ngomong apa?" tanya Aira.
"Berat mau ngomong ini sama kamu, Ra." batin Raka.
"Ra, aku mau kita udahan. Aku dijodohin sama anak temennya Papa."
"Kamu itu jangan bercanda deh, kayanya kamu emang sakit nih." Aira berusaha tidak menggubris perkataan Raka.
"Aku serius, Ra."
Deg. Jantung Aira seakan berhenti berdetak. Ia menarik tangannya dan menatap ke segala arah. Hatinya hancur berkeping- keping.
"Besok aku udah mau tunangan sama dia, Aku engga bisa apa- apa lagi, Ra. Papaku sakit jantung, kemarin ia kambuh karena aku sempat menolaknya, aku engga mau kehilangan kamu tapi aku juga engga sanggup kalau harus kehilangan papa juga, Ra," ujar Raka, air matanya mengalir lagi.
"Aku mencintaimu, Ka. Kamu juga cinta kan sama aku."
"Aku sangat cinta sama kamu, tapi aku engga bisa ngapa- ngapain. Maafin aku, Ra, aku memang pria brengsek."
Air mata Aira mengalir deras, tapi ia tetap berusaha tersenyum kepada Raka.
"Siapa wanita itu, Ka?"
"Aku tidak tahu, Papa belum cerita."
Mereka terdiam sejenak menatap langit yang dihiasi bintang- bintang.
"Engga terasa ya, kita udah dua tahun bersama. Di tempat ini dulu kamu nembak aku untuk mengawali hubungan kita, dan sekarang di tempat yang sama pula kita mengakhiri semuanya," ucap Aira dan tersenyum menatap Raka.
"Aku engga bakal bisa lupain semua kenangan kita, kau terlalu indah, Ra."
"Kita udah saling janji akan hidup menua dan pasti akan menjadi pasangan terbahagia. Tapi ternyata takdir tidak berpihak pada kita."
"Aku benci dengan keadaan ini, Ra. Aku engga bisa pisah sama kamu. Maaf, Ra. Maaf," ucap Raka menunduk dan terus menangis.
Aira mengusap bahu Raka. "Sudah jangan menangis, kita harus bisa menjalani takdir yang telah Tuhan berikan. Mungkin ini yang terbaik untuk kita. Percayalah." Aira berusaha untuk tegar dan tidak menangis. Raka menarik tubuh Aira dan memeluknya erat. Aira membalas pelukan Raka ia sudah tidak bisa menahan tangisnya, tangisnya pecah.
"Aku mencintaimu Raka, tapi ternyata takdir memisahkan kita," lirih Aira terisak.
"Bagaimana aku bisa hidup tanpa mu, Aira. Tiap hari aku selalu jatuh cinta kepadamu. Aku engga bisa, Ra, aku engga bisa."
"Terima kasih telah bersamaku selama dua tahun ini. Kau jangan terus- terusan bersedih," ucap Aira, ia membelai wajah Raka.
"Kau harus janji padaku, kau akan tetap bersamaku walaupun kita tidak akan menikah. Aku akan tetap melindungimu, aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu," ucap Raka.
"Iya terima kasih. Aku pulang dulu ya, sudah malam," pamit Aira.
"Akan aku antar."
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Kau jaga dirimu baik- baik," ucap Aira lalu meninggalkan Raka dan memberikan senyuman.
"Ra, bagaimana kamu tetap bisa tersenyum setelah semua terjadi. Aku tidak bisa melihatmu seperti itu, aku akan berusaha untuk mu. Andai aku bisa menata jalanku aku akan memilih untuk terus bersama denganmu," gumam Raka dalam hatinya.
***
Aira sudah sampai di rumah. Ia menaiki tangga dan berpapasan dengan Keno. Keno yang penasaran dengan mata sembab Aira pun bertanya.
"Kau kenapa, seperti habis menangis."
"Oh tidak, kau kenapa belum tidur. Apa tidak bisa tidur karena tidak ada aku.l," jawab Aira berusaha terlihat tidak terjadi apa- apa dengannya dan ia menggoda Keno.
"Tidak, aku hanya sedang banyak pekerjaan saja."
"Ohh, aku kira kau menungguku jadi belum tidur," ucap Aira tertawa kecil.
"Sudahlah, kau pergi saja ke kamarmu. Kau tidak perlu menidurkan aku malam ini."
"Baiklah." Aira segera menuju ke kamarnya.
"Apa yang terjadi dengan Aira ya? Kenapa dia menangis, apa Raka melukainya?" batin Keno. Karena Keno penasaran, ia menuju ke kamar Aira. Ternyata Aira tidak mengunci kamarnya, Keno membuka sedikit pintunya dan ia melihat Aira sedang duduk di kursi dekat jendela.
Aira memejamkan matanya, air matanya menetes mengingat perkataan Raka tadi. Ia tidak bisa menahannya lagi, ia menangis terisak.
"Aku sangat mencintaimu, Raka. Aku juga tahu kalau kau juga mencintaiku. Tapi kenapa takdir memisahkan kita," ucap Aira di tengah isak tangisnya.
"Tuhan, baru saja aku mendapat kebahagiaan lalu kau mengambilnya kembali. Kenapa kau memisahkan ku dengan Raka, Kenapa?" lirih Aira.
Keno yang melihat Aira menangis ikut larut dalam kesedihan Aira.
"Sepertinya dia putus dengan, Raka," gumam Keno.
"Apa kau tidak suka melihatku bahagia, hingga kini aku harus merasakan kesedihan lagi. Apa belum cukup. Sejak kecil tidak dianggap oleh ibu kandungku sendiri, nenek satu- satunya orang yang menyayangiku kau ambil, ketidakadilan dalam keluarga, dan sekarang kau memisahkan ku dengan orang yang ku cintai." Aira terus terisak.
"Ternyata di balik keceriaannya ia juga memiliki kesedihan. Aku tidak pernah melihat Aira sesedih ini, aku tidak tega," batin Keno. Keno segera menutup pintu kamar Aira dan meninggalkannya.
***
Pyar pyar pyar...
(suara barang- barang pecah)
"Arrrrggggghhhhh."
Raka begitu kesal, sesampainya di rumah ia mengamuk. Memecahkan barang yang ada di kamarnya. Berteriak histeris dan menangis. Kamar yang rapi berubah seketika menjadi kapal pecah.
"Sayang kamu kenapa?" tanya Mama Raka khawatir.
"Mah, aku engga bisa ninggalin Aira, Mah. Aku engga mau dijodohin," lirih Raka sendu sembari duduk dan memeluk mamanya. Mamanya ikut menangis melihat anaknya yang tidak pernab menangis sekarang menangis karena harus meninggalkan sesorang yang sangat dicintai.
"Sayang, sudah jangan menangis. Kamu harus menerimanya, demi Papa sayang."
"Kalau Papa saja bisa se-egois itu dengan anaknya, aku juga harus egois mah. Ini hidupku mah, aku berhak menentukan pilihanku sendiri karena aku yang akan menjalaninya," ucap Raka penuh dengan kesedihan.
"Maafin Mama nak, mama tidak bisa bantu kamu. Papa kamu itu sangat keras nak, semua harus sesuai perintahnya," ucap Mama Raka sembari mencium kepala anaknya dan mengusap punggungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
zhie
baca kisah cinta aira nd raka kok aku jd ikutan nangis sh 😭😭
2021-07-28
1
Mitri Didik
pasti dijodohkan sama hana adiknya aira ya..thor..
2021-07-08
0
Mouza Ria Ria
kesedihan adalah temen yang setia di saat kehilangan 😥
2021-05-20
0