Sani sekarang sudah mulai membaik dan dibawa keruang inapnya, Sena masih setia duduk menunggu Sani. Namun dia baru ingat kalau anaknya pasti menunggunya dan ada meeting penting juga hari ini yang tidak bisa ditinggalkan.
Sena mencari suster dan ketemu juga "sus saya nitip Sani ya, kalau dia siuman telfon saya "
"Baik tuan "
Sena kembali lagi masuk dan menatap Sani, lalu setelah puas menatapnya Sena berlari keluar dan menuju parkiran.
Saat sudah ada didalam mobil Sena segera menjalankannya kearah rumahnya. Jalan masih sepi karena memang ini jam 04:00 pagi.
Sena turun dari dalam mobil, dan masuk kedalam rumah, naik kelantai atas dan membuka pintu kamar anaknya, ternyata anaknya sudah pulang dan tertidur.
"Pulang jam berapa Varo ya "
Sena mengambil ponsel Varo dan mengecek banyak pesan dari Bella, kalau dia takut.
"Takut ? takut kemana dia, apa mereka melakukan sesuatu atau ada yang terjadi "
Sena mengusap dahi anaknya lalu keluar dari kamar dan menutupnya sebentar. Masuk kedalam kamarnya sendiri.
Memijat kepalannya yang pusing, kalau misalnya tidur malah makin pusingkan.
"Lebih baik aku mandi saja bersiap untuk pergi keperusahaan itu akan lebih baik, ya begitu saja "
**
"Yah ayah, ayah mau terus tidur diluar, kalau sakit gimana udahlah anak ayah itu memang perempuan nakal makannya dia kabut dan lari dari tanggung jawab "
Ayah Sani bangun dan menatap istrinya " ibu kalau bicara jangan kemana saja Sani itu bukan anak nakal, ayah tidak pernah mendidiknya untuk menjadi perempuan yang tidak bertanggung jawab, pasti ini terjadi sesuatu pada Sani, ibu kenapa tidak mencari Sani terus menerus apa ibu tidak khawatir apa dengan Sani "
"Ayah apakah aku harus berkeliaran di malam hari mencari anakmu yang nakal itu, tidak mungkin lah aku butuh tidur aku butuh istirahat karena besok harinya aku harus ngurus mu yang tidak bisa berjalan dan hanya bisa tidur di tempat tidur saja, yang duduk di kursi roda, aku ini lelah mengurusi mu terus-menerus dan anakmu itu hanya bemberi uang secukupnya, tak pernah cukup untuk apa-apa aku juga ingin seperti yang lain membeli ini itu, bukannya terus menerus mengurus mu"
Sarah langsung pergi dan menutup pintu dengan keras, membiarkan suaminya masih diluar " dasar laki-laki tidak tahu diri, udah tahu gak bisa kerja masih aja di luar, ngeselin banget gimana kalau kambuh, terus beli obatnya pake apa, anaknya udah kabur, masa iya saya harus ikut kabut juga sih "
**
Sani tiba tiba saja membuka kedua bola matanya, mengigat tentang ayahnya, namun badannya begitu sakit, saat dirinya mengamati badannya, dan membuka selimbutnya kakinya diperban dan gips.
Sani baru ingat dia belum membeli obat untuk ayahnya, tanpa rasa sakit Sani mencabut infusannya lalu mencoba berjalan namun malah terjatuh, dengan sekuat tenaga Sani merangkak untuk mencapi pintu kamarnya.
Belum juga sampai suster datang dan jaget dengan Sani yang ada dibawah lantai.
"Nona kenapa tiba tiba ada dibawah, ayo saya bantu naik ketempat tidur "
"Engga gak bisa, saya harus pulang, ayah saya tunggu saya, pasti dia khawatir, saya harus beli obat untuk ayah, tolong biarkan saya pergi "
"Tidak bisa nona anda masih sakit anda belum bisa kemana mana " suster itu mencoba membantu Sani bangkit.
Namun Sani malah menepisnya " Sudah aku bilang kan aku mau pulang ayah sendirian dan dia butuh obat sekarang juga, jadi tolong biarkan saya pergi sus saya baik-baik saja sudah jangan menahan saya disini biarkan saya pergi "
Suster itu segera berlari dan memanggil dokter, tak lama kemudian datang dokter itu dan mengangkat Sani untuk berbaring kembali.
Sani malah mengamuk ingin pergi dari sini, suster bahkan sudah memegangi Sani, dokter yang tak mau Sani makin parah segera menyuntikan obat penenang.
Tak lama kemudian Sani tenang namun dengan air mata yang terus saja mengalir. Suster yang mendapat amanah dari Sena segera menghubunginya.
"Hallo tuan maaf mengangu nona Sani sudah bangun namun dia mengamuk dan mencabut infusnya tuan"
"Apa kenapa bisa seperti itu, lalu sekarang bagaimana keadaannya "
"Nona Sani sudah tenang tuan, tadi dokter menyuntikan obat penenang "
"Baiklah saya akan kesana "
Saat Sena berbalik malah dia berhadapan dengan anaknya " papih mau ke mana kok kayak buru-buru banget sih udah dapet telepon"
"Papih kemarin nolongin perempuan yang di tabrak lari dan sekarang dia lagi ngamuk Papih harus cek dia"
"Tabrak lari pih " tiba tiba ingatan Alvaro berputar pada saat malam kejadian kemarin.
"Alvaro kenapa malah melamun "
"Eh tidak pih tidak, apakah parah "
"Ya lumayan kakinya sampai patah karena yang menabraknya ugal-ugalan sepertinya balapan mobil, apakah kau ikut dalam balapan itu Alvaro " sambil menatapnya dengan penuh curiga
"Ti tidak aku kan sudah bilang pada papih kalau aku akan pulang, sebaiknya papih segera pergi dan lihat keadaan perempuan itu, takut takut nanti dia mengamuk lagi dan malah makin parah sakitnya "
Sena masih menatap anaknya penuh curiga "papih kenapa sih liatin aku kaya gitu terus, aku gak lakuin apa apa pih, aku gak ikutan balapan "
"Baiklah papih pergi "
"Iya pih hati hati"
Tiba tiba saja Alvaro menjadi takut, karena kemarin dirinya sudah berbohong pada papihnya dan dia juga sudah menabrak seseorang, bagaimana kalau orang yang Papihnya tolong adalah korban tabrak larinya.
"Semoga saja orang yang aku tabrak kemarin mati, semoga saja jangan sampai dia masih hidup dan menuntutku , jangan sampai aku masih ingin menghabiskan masa muda ku ini "
Alvaro masuk kembali kedalam kamarnya mengambil tasnya dan berjalan kembali keluar dan menaiki mobil yang lain, masih trauma dirinya memakai mobilnya yang sudah menabrak orang.
**
Sena dengan terbirit birit berjalan menuju ruangan Sani saat dia masuk masih ada suster yang menunggunya, dengan lirikan matanya Sena, suster itu mengerti kalau dirinya harus pergi.
Sena duduk dan memegang tangan Sani yang sudah kembali di infus dan sepertinya terluka, karena terlihat ada bercak darah disekitar sana.
Ditatapnya wajah pucat itu dan juga ada bekas air mata yag tertinggal dijahnya.
Sena mengusap wajah itu "ada apa dengan mu kenapa kau mengamuk, kenapa Sani kenapa, "
Saat Sena sedang anteng antengnya malah ada yang menelfon "siapa sih menganggu saja "
"Hallo "
"Halo Tuan, maaf tuan masih di mana ya, kita kan ada meeting penting hari ini"
"Kauu saja dulu yang handle semuanya"
"Tapi Tuan tender ini tidak bisa diwakilkan, harus Tuan langsung yang datang"
"Kamu atur-atur saja kamu kan asisten saya, pasti lebih tahu jadi saya tidak mau tahu kamu yang datang ke sana, terserah kau mau cari alasan apa. Saya sekarang sedang sibuk"
Sambungan pun dimatikan secara sepihak oleh Sena
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments
Salma Cheng
ku menangis Sani 😭😭😭😭😭
2022-10-22
0
Memyr 67
ah menyebalkan. sani yg miskin lemah, tidak bisa membantah ibu tirinya, kok membantah suster dan ngamuk nggak jelas. sebenarnya bagaimana sih, sifat sani ini. kalau memang miskin lemah, dan tidak bisa melawan ditindas alvaro, kok melawan ma suster? emang bener kata ibu tirinya, sani perempuan nggak bener.
2022-09-02
0