Tiba di ruang gawat darurat, para medis segera menangani Bara. Membersihkan darah di keningnya. Memberi obat dan perban.
" Apa bapak merasa pusing?" tanya suster yang merawat Bar.
" Iya, Suster. Tadi tidak terasa apa- apa. Kini tiba- tiba pusing dan sakit." keluh Bara.
" Mungkin itu akibat benturan di kening bapak. Saya akan kasih obatnya ya, pak." ucap suster lalu pergi menemui rekannya. Mereka berbicara sebentar. Lalu suster itu kembali ke arah Bara.
" Pak, sebaiknya bapak duduk di kursi ini,"
" Kenapa suster?"
" Saya akan bawa bapak periksa, takut ada apa- apa efek benturan itu pak."
Bara hanya mengangguk, sedikit bingung. Dan menurut saja saat suster itu mendorong ke ruang lain untuk di periksa.
Seorang dokter senior memeriksa keadaan Bara.
Dokter itu memberi beberapa pertanyaan seputar keluhan Bara.
" Semua baik- baik saja. Efek dari benturan itu, anda akan merasa pusing. Saya akan resepkan obat untuk mengurangi rasa sakit dan pusingnya.
Hubungi saya bila anda mengalami gejala lain." dokter itu memberi kartu namanya.
" Terima kasih dokter."
Selesai pemekrisaan dirinya, Bara kembali ke ruang gawat darurat. Menjumpai korban yang dia tabrak.
Drrrttt...Ponsel di kantong Bara berbunyi. Ternyata dari Frank.
" Halo om," sapa Bara.
" Kamu kenapa belum sampai. Rapat sudah mau di mulai." rutuk suara di seberang
" Maaf om, aku di Rumah Sakit. Aku menabrak seseorang."
" Kok bisa? Bagaimana keadaamu."
" Aku baik- baik saja, om. Orang yang aku tabrak belum sadar."
" Rapat om tunda dulu. Tunggu om mau ke sana." ponsel di matikan secara sepihak. Padahal Bara mau ngomong agar rapat di lanjutkan saja.
" Suster, bagaimana keadaan korban tabrakan tadi? " tanya Bara kepada suster yang baeu keluar dari ruang gawat darurat.
" Dia tidak apa -apa pak. Cuma pingsan karena syok! Tadi juga sudah pergi."
" Pergi? Pergi kemana suster!?"
" Egh, tadi katanya dia gak papa. Langsung aja pamit. Tapi mungkin ada di apotek, ngambil obat."
" Jadi benar dia tidak apa- apa?"
" Iya pak. Hanya luka lecet sedikit di lengannya."
" Aneh, kok malah melarikan diri?" guman Bara.
" Apa pak?" sahut suster itu heran.
" Oh, tidak apa- apa suster. Trimakasih." Bara lantas pergi, berjalan ke arah apotik. Siapa tau masih bisa berpapasan.
Bara tak habis pikir, bisa- bisanya orang yang ia tabrak malah pergi begitu saja. Biasanya kan menuntut tanggung jawab.
" Aduh! Maaf, saya tak sengaja." tiba- tiba seseorang menabrak tubuh Bara. Karena Bara juga tak begitu memperhatikan langkahnya. Dia tak melihat orang yang jalan berlawanan arah dengannya.
Bara sangat kaget! Dan lebih kaget lagi karena yang menabraknya adalah orang yang justru ia cari.
" Kamu?!" beliak Bara kaget. Ternyata dia korban yang ia tabrak.
" Maaf kan saya." Sava yang bergegas meninggalkan Rumah Sakit, merasa ketakutan sendiri. Saat bertabrakan dengan tubuh Bara. Dia pikir Bara itu adalah satpam yang hendak mencegatnya.
Sementara Bara kaget, karena orang yang ia cari tetiba ada di hadapannya. Menabraknya pula!
Dan yang paling buat bingung, dandanannya seperti anak laki- laki. Tetapi kenapa suara dan jeritannya seperti anak perempuan?
Tadi saat membopong tubuhnya ke mobil, Bara yakin korban yang ia tabrak adalah bocah lelaki.
Menilik dari pakaiannya. Mana tubuhnya mungil lagi.
" Kamu hendak kemana? Kenapa melarikan diri?"
" Saya, tidak apa- apa. Saya mau pulang saja." Sava tetap menundukkan wajahnya. Takut kalau wajahnya akan di kenali. Siapa tau dia salah satu anak buah Vincent.
" Hei, tunggu dulu," dengan refleks Bara menarik lengan Sava, tapi sial bagi Sava. Justru kain penutup tato di lengannya yang terlepas.
Sava kaget, terlebih Bara. Tiba- tiba ingatannya di malam kejadian tragis dua puluh tahun yang lalu, berkelebat di pupil matanya. Saat Bara melihat lambang tato di lengan Sava. Lambang kepala ular dan ranting daun bambu!
Bara merasakan sakit di kepalaya amat sangat. Sehingga tubuhnya terasa limbung. Bara mencoba bertahan agar tak jatuh.
Sava yang kebingungan melihat orang yang baru ia kenal itu, segera menahan tubuh berat Bara agar tak terbanting ke lantai.
Beberapa detik rasa sakit itu hilang, Bara mampu menstabilkan kembali kondisi tubuhnya. Hanya rasa pusing yang tersisa. Tapi tangannya yang mencengkram lengan Sava, tidak juga terlepas.
Bara menatap tajam tato itu. Beralih menatap tanpa kedip ke wajah Sava. Ada kengerian yang di lihat Sava di mata Bara, yang tajam.
Sampai Sava bergidik di buatnya.
" Dari mana kamu dapat tato ini?" seru Bara tajam seperti bilah pedang yang menusuk.
Wajah Sava meringis sakit bercampur hina. Saat orang yang tidak ia kenal mempertanyakan tato di lengannya.
Tato itu hadiah penghinaan dari manusia iblis, Vincent! Bagaimana orang asing ini, justru mempertanyakan itu, dengan nada membunuh!
" Bukan urusanmu!" sahut Sava tak kalah bengis.Sava merasa sangat sakit. Kejadian setahun lewat melintas lekat di ingatannya.
Bara sedikit kaget dengan reaksi, Sava. Laki- kaki yang lebih mirip dia rasa sebagai perempuan, bisa menebarkan aura dendam dari sorot matanya.
" Aku berhak tau! Apakah kamu...." Bara kembali berucap mengancam. Di paksanya wajah itu tengadah menatapnya. Kedua mata yang saling menatap tajam itu, bersirobok
Dengan hati yang berirama sama. Sama - sama terluka!
Bara melihat tato itu adalah sebagai lambang pembunuh keluarga besarnya. Jadi siapa yang memiliki lambang itu, ada sangkut pautnya dengan tragedi malam itu.
Sementara Sava, seolah di seret paksa mengenang tragedi keluarganya yang di bakar habis di depan matanya. Sehingga menumbuhkan dendam di hatinya. Jadi orang yang mengenal tato itu, berarti faham bahwa dia adalah budak Vincet.
Sekali sentak, Bara menyeret tubuh Sava menuju areal parkir.
" Lepaskan aku, biarkan aku pergi! Aku tidak akan menuntutmu karena telah menabrakku." Sava meronta, dia merasa seluruh persendiannya lemah melihat sikap dingin Bara.
Sava menebak, mungkin orang asing ini adalah salah satu anak buah Vincent. Hidupnya kini berakhir sudah. Lagi- lagi ia gagal melarikan diri.
Sementara Bara, telah salah faham. Dia sengaja menyeret Sava, karena dia fikir Sava adalah salah satu anak buah Vincent. Jadi dia butuh info dari dari Sava.
Bara menduga Sava adalah mata- mata, Vincent. Tabrakan itu, adalah rekayasa!
" Cepat masuk!" Bara menghempas pintu mobilnya denga kasar. Membuat hati Sava
makin ciut.
Tanpa Sava sadari, air matanya menetes. Diam- diam Sava mengusap air di sudut matanya. Semangatnya telah patah. Pelariannya sia- sia sudah!
Bara melarikan mobilnya dengan kencang! Kembali ke tanah pertanian. Beberapa panggilan di ponselnya tak di hiraukan. Bara fokus dengan jalan mendaki.
Bara harus segera sampai di rumah, sebelum om Frank datang menyusulnya. Bara.tak ingin Frank tau, kalau ia telah menculik orang yang ia tabrak.
Dia harus berurusan lebih dulu dengan bocah ini.
Tentang siapa dia dan apa tujuannya menabrakkan dirinya, ke mobilnya. ***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments