17

Malam sudah cukup larut, Sava masih terjaga. Sava melihat jam di dinding sudah menunjuk angka 00:15. Sudah lebih lima menit yang lalu Sava mendengar pergerakan di luar kamarnya.

Deru mobil yang beriringan sudah tak terdengar lagi. Tapi Sava belum berani keluar dari kamarnya. Takut akan ada orang yang mengintainya.

Sava meraba anak kunci di kantong celananya. Lalu mengambilnya. Tatapannya nanar melihat anak kunci di telapak tangannya.

Siapapun yang telah menyelipkan anak kunci itu di bawah pintu kamarnya, Sava sungguh berterima kasih. Dengan tangan gemetar, Sava membuka pintu. Di balik pintu itu masih ada lagi pintu besi yang di gembok dari luar.

Sava meraba gembok dan menemukannya. Lalu Sava memutar anak kunci gembok itu.

Kilk! Sava menahan nafasnya, tegang! Takut ada yang mendengar. Ternyata tak ada suara yang mencurigakan. Lalu Sava mendorong pintu itu perlahan.

Kembali suara klik terdengar, dan kali ini lebih nyaring! Keringat sudah bercucuran di punggung Sava. Sekian detik berlalu, Sava menahan nafasnya.Lagi, tidak ada orang datang. Jadi, semua orang pergi, sepeti yang ia dengar tadi siang.

Sava bergerak keluar dari pintu dan mengendap- endap di bawah naungan pohon akasia. Menuju pintu gerbang. Kembali Sava tegang, karena pintu itu tertutup rapat.

Jika pintu itu tertutup, sia-sia lah usahanya melarikan diri. Sava tak mungkin memanjat pintu gerbang yang menjulang tinggi.

Begitu tiba di pintu gerbang, Sava mencoba mendorongnya. Berhasil! Ternyata pintu gerbang tidak di kunci.

Dengan langkah tergesa, Sava berlari menjauh meninggalkan rumah Vincent. Sava berlari di antara pepohonan, agar tak menarik perhatian orang. Bila mendadak ada yang melintasi jalan yang ia lalui.

Tiba-tiba ada cahaya mobil dari bawah, Sava bergegas sembunyi di balik pohon. Sava gemetar. Selisih beberapa menit tadi, Sava akan kepergok.

" Ada apa Riko?" tanya Vincent pada supirnya. Ternyata itu adalah mobil Vincent.

" Ah, tidak apa- apa bos. Tadi saya seperti melihat bayangan di antara pepohonan. Saat sinar lampu mengarah ke sana." tunjuk Riko.

" Mungkin bayangan pepohonan itu juga. Kamu takut?" kekeh Vincent. Mengikuti arah tangan Riko.

" Ngak bos, hanya curiga saja," nyengir Riko seraya garuk kepala. Riko kembali melajukan mobil.

Sementara di balik pepohonan, Sava sudah tegang karena laju mobil yang melambat. Sava mengira mereka mau turun dari mobil. Sava baru bisa bernafas lega, saat mobil itu pergi.

Entah sudah berapa jam Sava berjalan melintasi hutan. Kakinya seakan sudah patah. Hanya semangat ingin bebas yang membuat Sava terus bertahan.

Berlari dalam kegelapan, tanpa arah tujuan. Bahkan dirinya mungkin sudah tersesat di dalam hutan.

Sava merasakan kengerian yang dalam. Sava sudah berhalusinasi mendengar suara- suara aneh. Sehingga memicu kakinya untuk terus berlari.

Sava tak peduli jija kakinya patah sekalipun! Asal saja ia bisa menjauh dari rumah iblis itu. Rumah orang yang telah menyekapnya setahun lebih. Sekaligus pembunuh adik dan kedua orang tuanya.

Dari kejauhan, Sava melihat ada setitik cahaya. Sava mencoba mengikuti cahaya itu.Sava sangat berharap kalau cahaya itu, berasal dari rumah penduduk.

Sava menyeret langkahnya, karena jalan yang ia tempuh mendaki. Nafasnya sudah makin ngos- ngosan. Sepertinya Sava sudah tak sanggup lagi untuk berjalan. Tetiba, Sava merasa tubuhnya ringan. Lalu jatuh terhempas ke tanah. Sava pingsan!

Cahaya menyilaukan menerpa wajah Sava. Sava membuka matanya perlahan, lalu menutupnya kembali karena silau

Sava merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Ada rasa perih di lengannya. Sava kembali membuka matanya. Suara cericit burung dan desah angin menyadarkan dirinya bahwa ia berada dalam hutan.

Sekilas ingatannya berlari ke peristiwa semalam. Dia melarikan diri dari rumah neraka itu. Sontak Sava bangkit. Matanya nanar menatap ke sekeliling.

Benar! Dia masih dalam hutan. Jadi, semalaman aku tidur di dalam hutan? Seketika tubuhnya bergetar ketakutan! Takut akan bertemu anak buah Vincent, yang kemungkinan telah mencarinya.

Sava merasa tubuhnya lemah, perutnya melilit perih karena lapar. Sava menatap sekitarnya, siapa tau ada tumbuhan yang bisa ia makan.

Tapi di sekitarnya yang ada adalah pohon pinus.

Sava ingat, semalam dia jatuh pingsan karena kelelahan. Karena berlari tak tentu arah. Jadi sekarang dia benar- benar telah tersesat di dalam hutan.

Apakah aku akan mati konyol di hutan ini? Tidak! Aku tidak boleh mati. Setidaknya sebelum aku membalaskan kematian orang tuaku!

Ingat akan kematian orang tua dan adiknya, semangat hidup Sava kembali bangkit. Bagaimana pun caranya, dia akan balaskan semua dendamnya itu.

Sava mengambil cermin kecil dalam tas ranselnya. Dia melihat rambut dan wajahnya yang kusam dan dekil. Sava seperti mendengar suara aliran sungai. Sava menapaki jalan menurun, mencari suara air itu.

Begitu tiba di bawah, Sava melihat ada air terjun kecil di hadapannya. Airnya begitu sejuk dan bening. Sava membasuh wajahnya, terasa sangat segar dan perih, karena luka tergores di lengan dan wajahnya.

Akhirnya Sava mandi sekalian. Membersihkan tubuhnya yang kotor. Lalu Sava mengambil gunting kecil dari kantong ranselnya. Dengan bantuan cermin Sava memotong rambut panjangnya.

Sava harus mengubah penampilannya, agar terhindar dari pengejaran anak buah Vincent. Dia melilitkan selendang kecil di dadanya, agar dadanya tampak rata.

Kini sosok Sava berubah seperti seorang remaja pria. Wajah manisnya, nampak tomboy karena rambutnya yang di potong pendek.

Sekarang Sava lebih mirip seorang petualang, yang melakukan misi perjalanan mengelilingi daerah dengan jalan kaki.

Sava menyaru jadi pria. Semoga tidak ada yang curiga dengan penampilannya. Untuk tato yang ada di lengannya, Sava melilitkan secarik kain.

Semoga dengan penampilanku ini, aku bisa bebas keluar dari daerah ini. Guman hati Sava.

Sava melanjutkan perjalanannya. Rasa lapar yang tadi melilit perutnya kini hilang. Dengan langkah gagah dia mencoba keluar dari hutan.

Akhirnya Sava menemukan jalan setapak. Sava mengikuti jalan itu, hingga akhirnya dia menemukan daerah pertanian.

Sava mempercepat langkahnya, semoga ia segera bertemu seseorang yang bisa menolongnya.

Sava berpapasan dengan seotang kakek yang memanggul cangkul.

" Selamat pagi kakek." sapanya sopan seraya membungkuk. Sava mengubah suaranya separau mungkin.

" Selamat pagi, cucu. Kamu itu siapa, kenapa muncul dari balik hutan?" sahut si kakek curiga.

" Saya tersesat kek, saya seorang petualang. Sedang melakukan perjalanan, mengelilingi daerah dengan jalan kaki. Kalau boleh tau ini daerah apa kek?" tanya Sava. Untunglah suara Sava aslinya agak parau. Sehingga dia bisa menyaru sebagai seorang pria.

" Ini desa Panida cu. Agak jauh dari kota. Di sana itu, adalah tanah pertanian dua tuan tanah." menunjuk ke arah datangnya Sava. Bagamana cucu bisa keluar dari hutan itu? Kalau kamu sedang melakukan perjalanan, harus nya kamu dari arah sana! Karena tidak sembarang orang bisa masuk ke hutan itu." selidik si kakek.

Membuat Sava gelagapan!

" Oh, kakek lupa! Tadi kamu ngomong, sedang tersesat ya. He..he.. Maaf cucu, kakek ini sudah tua. Jadi suka lupa." kekeh si kakek, membuat hati Sava lega.

" Cucu pasti sudah lapar ya? Ayo, kakek ada bekal. Sawah kakek di sana. Kamu makan di dangau kakek."

" Maaf kek, saya mau melanjutkan perjalanan saya, kek."

" Iya cu. Kamu makan dulu, biar tenagamu pulih. Jarak ke kota masih jauh, ayo!"

Sava tak bisa menolak kebaikan si kakek yang baru ia kenal. Sepertinya si kakek adalah orang yang di utus Tuhan untuk menolongnya.

Benar kata si kakek, dia harus makan dulu mengisi perutnya. Agar tenaganya pulih. Dalam hati, Sava bersyukur karena si kakek tak curiga dengan penampilannya. ***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!