Bab 5

Dengan agak ragu, Bara menerima bungkusan itu. Bara menatap lekat Frank.

" Simpan baik- baik dan buka setelah kita sampai nanti di Indonesia. Negara kelahiranmu.Om harap kamu segera dapat menyesuaikan diri nantinya di sana."

" Maksud Om apa sih. Memang aku akan tinggal dengan siapa? "

" Kamu akan tinggal di tanah pertanian milik orang tua kamu. Selama ini teman om lah yang menjaga tempat itu. Kamu akan mengendalikan perusahaan paman Danu dari rumah. Semuanya telah di persiapkannya selama ini.

Pamanmu tau saat ini akan tiba, kamu harus membalaskan kematian orang tua mu. Dan inilah saatnya kau kembali ke rumah."

Tiba-tiba Bara tertawa, ucapan Frank seperti lelucon baginya

" Om, lucu sekali. Ucapan om seolah saya ini di utus ke medan perang. Ha...ha..." gelak Bara.

Entah kenapa penuturan Frank membuatnya tertawa, padahal tak ada yang lucu. Itu menurut Frank. Tapi tanggapan Bara, sangat bertolak belakang.

" Apanya yang lucu, Bara. Om, bicara serius.!" gertak Frank kesal.

" Iya luculah om. Cerita om barusan membuatku muak. Om menculikku, membiarkan om Danu dan bibi mati di bunuh. Dengan dalih menyelama- tkan nyawaku. Sepertinya om begitu tau banyak tengtang hidupku. Sementara aku kenal om belum genap dua puluh empat jam.!" timpal Bara dingin.

***

Perjalanan yang cukup melelahkan!

Bara akhirnya tiba di Indonesia . Setelah akhirnya menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh empat jam. Di hitung sejak ia bertemu dengan om Frank di cafe.

Bara bahkan lebih bingung lagi saat perjalanan mereka yang memasuki kawasan hutan.

Entah sudah berapa jam perjalanan mereka, Bara sudah bosan bertanya. Pantatnya sudah terasa panas sedari tadi.

Tapi mata Bara serasa terhibur juga saat melihat hutan pinus yang mereka masuki seolah memberi kenyamanan.

Udara pegunungan juga seolah menembus kulitnya. Terasa sejuk!

Seolah mengerti melihat kebosanan yang di perlihatkan Bara. Frank mencoba mengajaknya bicara.

" Sebentar lagi kita akan sampai, setelah hutan pinus ini berakkhir."

" Apa jalan ini satu- satunya akses ke tempat ini? Maksudku tidak bisakah kita naik pesawat sehingga tak perlu duduk berjam- jam di mobil ini," dengus Bara.

" Iya, hanya ini jalan satu- satunya. Tapi bisa saja kalau mau ambil jalan pintas, lewat sisi utara dengan naik kuda. Kau menghemat waktu separuhnya. Tapi kamu harus lewat sungai, yang arusnya sangat deras."

"Bangunan apa yang tampak di sana?" Bara menunjuk ke arah di mana Bara, melihat sebuah bangunan putih.

" Itu adalah menara pandang untuk mengawasi aktivitas di seberang sungai."

" Aktivitas apa?" tanya Bara penasaran. Frank tak langsung menjawab. Ia diam beberapa saat.

" Apakah mereka mengelola tanah di seberang sungai sebelah utara." jelas Frank tak rinci.

" Mereka? Mereka siapa maksud om?" makin penasaran Bara.

" Musuh orang tuamu. Tepatnya, orang yang memusuhi orang tuamu!" ketara sekali Frank menahan emosinya. Sampai Bara mendengar gemulutuk geraham, Frank.

Bara menatap Frank dengan tatapan sejuta tanya. Seperti apakah kedekatan almarhum kedua orang tuanya denga om Frank.

Bagi Bara sikap om Frank penuh misteri.

Mobil yang membawa mereka akhirnya berhenti di halaman sebuah rumah bercat biru pucat. Di beberapa bagian catnya sudah terkelupas. Rumah yang lumayan besar dengan dua lantai. Tapi berkesan angker.

Nampak sekali kalau rumah itu kurang terurus. Di sudut pilar kayu yang menyangga teras, nampak jelas beberapa sarang laba- laba.

Halaman yang kotor oleh dedaunan kering, yang jatuh. Rumput liar yang setinggi pinggang orang dewasa. Jalan setapak yang di tumbuhi lumut.

Sungguh suatu pemandangan, yang membuat siapa saja akan enggan tinggal di rumah itu. Mana masuk ke hutan lagi.

Inikah rumah yang akan aku tinggali?

Bukankah , om Frank bilang sudah saatnya aku pulang ke rumah?

" Kenapa? Kamu merasa ngeri melihat rumah ini?" tiba- tiba saja Om Frank bertanya.

" Ini adalah rumah warisan orang tuamu. Sama seperti orang tuamu yang menerima rumah ini juga dari orang tuanya."

" Apakah aku akan tinggal di sini?"

" Ya, mulai hari ini dan seterusnya. Kamu akan tinggal di sini." sahut Frank tegas.

" Ayo masuk. Di luar dingin. Sebentar lagi malam turun. Kamu harus membiasakan dirimu dengan tempat ini."

" Apakah aku sendiri yang akan tinggal disini?" tanya Bara, merasa keberatan.

" Tidak. Akan ada pengurus rumah ini nanti. Kami akan mencarikannya."

" Tapi ingat! Jangan sekali-kali kamu mengakui bahwa kamu adalah anak pemilik rumah ini!"

" Kenapa? Bukankah ini rumah keluargaku?"

" Semua demi keamanan kamu, Bara. Aku telah menebar rumor, bahwa kau adalah Ceo yang kami sewa untuk mengelola perusahaan, milik Hartono. Semoga kita bisa bekerja sama." sahut Frank seraya membuka pintu.

Berbeda dengan penampilan rumah dari luar. Ternyata di dalam rumah, keadaannya sungguh menakjubkan. Bara sampai mendecik kagum.

Bara menatap Frank , keheranan. Bagaimana keadaan dalam rumah bisa begitu mewah. Dengan gaya desain Eropa yang minimalis. Di sudut ruangan ada perapian. Semua prabot tampak mewah dengan perpaduan ukiran Jepara.

Yah! Rumah yang begitu berkesan teduh, walau isi ruangan tidsk terlalu banyak. Hanya satu set kursi ukir. Dan dua sofa di dekat perapian.

Lalu beberapa foto keluarga, yang terpasang dengan bingkai ukir juga. Yang lumayan besar ter gantung di sisi kanan. Tepat di atas sofa.

Di sisi kiri adalah ruang menonton. Dengan televisi ukuran layar 38 inch. Rata-rata seisi ruangan dengan ornamen klasik, kalau tidak cukup kuno juga. Mengingat zaman yang sudah makin modren. Tak ada prabotan keluaran terkini.

Semua sepertinya keluaran dua puluh tahun lalu!

Tapi karena terawat dan bersih, prabotan itu tetap nampak bagus.

" Kamarmu ada di lantai atas, sebelah kanan. Sedang kamar almarhum orang tuamu di sisi kiri.

Jika ada hal yang perlu, kamu bisa temui aku. Aku ada di kamar tamu sana" Frank menunjuk arah kamar tamu di samping perapian.

" Baiklah om, aku masih ingin di sini sebentar. Om istrahatlah lebih dulu." ucap Bara seraya melangkah ke foto berbingkai besar itu.

Lalu Frank berlalu ke kamarnya.

Bara menatap foto keluarga itu. Ada dua bingkai foto yang terpajang. Foto pertama adalah sepasang suami istri dengan dua anak dewasa mengapit ke dua orang tua yang duduk di kursi.

Bingkai satu lagi, sepasang suami istri dengan seorang anak lelaki tampan, dalam pangkuan ibunya.

Dalam ke dua bingkai foto itu. Sepertinya adalah keluarga yang bahagia, nampak dari senyum yang merekah yang di pamerkan oleh setiap tokoh dalam foto itu.

Bara mengira- ngira foto pertama adalah foto keluarga kakek dan neneknya. Bersama ayah dan bibinya.

Dan foto kedua adalah, foto saat dia masih bayi dengan ke dua orang tuanya.

Tiba- tiba Bara merasa kepalanya berdenyut sakit. Saat matanya fokus menatap foto keluarganya.

Bara mencoba mengingat kenangan masa kecilnya dengan ayah dan ibunya. Tapi sekuat apapun Bara mencoba, dia tidak ingat sama sekali.

Sehingga kepalanya berdenyut sakit sekali! Hanya bayangan samar yang mecoba hadir. Saat dia lihat bayangan hitam dan gambar tato buram.

Lalu teriakan, pilu seorang wanita dan seorang pria. Lalu semuanya berubah merah.

Bara menekan kepalanya yang berdenyut makin sakit. Langkahnya terhuyung mundur. Hingga tanpa sengaja, menabrak vas bunga di belakangnya.

Suara gaduh yang di timbulkan Bara, membuat Frank yang hampir tidur, terjaga.

Dengan cekatan Frank berlari ke luar kamar. Dan melihat Bara yang memegangi kepalanya. Dengan ekspresi kesakitan.

" Bara! Kamu kenapa?" teriak Frank dan menahan tubuh Bara yang limbung. Bara terkulai pingsan****

bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!