" Iya om, sayalah yang mengelola jaringan itu. Awalnya om Danu meminta saya untuk menyimpan berkas rahasia. Yaitu daftar nama- nama yang bekerja sama dengan om Danu. Juga yang menjadi musuhnya.
Lalu saya buat dengan kode nama Black Bird. Om Danu terlibat hanya untuk menyelidiki kasus temannya. Kata om Danu orang itu ada dalam daftar nama itu.
Beberapa bulan lalu kode nama itu saya kunci. karena ada orang yang mencoba meretasnya.
Kata om Danu, rahasianya terbongkar. Ada yang menghianatinya. Keterlibatan om Danu dalam jaringan itu hanya sebagai pelapor bila ada transaksi antara gang mafia. Itu yang saya tau om.
Saya baru faham setelah Om Danu dan bibi tewas. Ternyata mereka benar- benar kejam."
" Jadi kamu yang mengunci akses kami untuk memasuki Black Bird?"
" Iya om. Hanya saya yang bisa membukanya. Sebenarnya ini semua atas ke ingin tauan saya soal mimpi- mimpi saya om. Saya selalu bermimpi akan hal yang sama. Dan simbol itu selalu muncul dalam mimpi saya.
Karena itulah saya iseng membuka laptop om Danu dan meretasnya."
" Simbol apa yang kamu lihat dalam mimpimu? Apa kamu menemukan simbol itu?"
" Iya, om saya menemukan kelompok orang yang memakai simbol itu. Mereka seperti sebuah pekumpulan atau semisal sekte."
" Hem, coba lihat simbol itu." Bara membuka gawainya dan memperlihatkan simbol berupa kepala ular dengan ranting bambu.
Frank sangat terkejut saat melihat simbol itu. Frank tau pemilik simbol itu adalah organisasi pembunuh bayaran yang sangat sadis.
Jadi organisasi inikah yang telah di sewa Vincent untuk menghabisi Hartono. Pantasan pembunuhan itu sangat rapi. Polisi tidak menemukan bukti di tempat kejadian. Monolog hati Frank.
" Apa om juga kenal simbol ini?" tanya Bara. Membuka galeri gawainya dan menunjukkannya pada Frank.
" Tidak! Om sama sekali belum pernah melihat simbol itu. Hanya saja om pernah dengar bahwa simbol kepala ular dan daun bambu itu, adalah komplotan pembunuh bayaran.
Mereka sangat kejam dalam aksinya, dan tak pernah meninggalkan jejak."
" Mungkinkah mereka yang membunuh ayah dan ibuku. Juga om Danu dan bibi?"
" Om belum tau pasti. Tapi mengingat simbol itu salalu datang dalam mimpimu. Bisa saja mereka adalah pembunuhnya." guman Frank.
" Berhati - hatilah Bara. Mereka mungkin tengah mengarahkan targetnya kepada kita,"
" Om kok bicara seperti itu. Apa om mencurigai sesuatu?"
" Om masih belum yakin. Tapi tidak ada salahnya kita lebih waspada."
***
Bara sedang memeriksa beberapa laporan yang di berikan sekretarisnya. Tumpukan berkas memenuhi meja kerjanya.
Bara memasukkan beberapa arsip penting ke laptopnya. Untuk memudahkannya mengaksesnya bila di perlukan nanti.
" Tok...tok.." terdengar suara pintu di ketuk. Tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. Bara menyuruh masuk.
Ternyata Reni sekretarisnya. Membawakan segelas kopi.
" Ini pak, kopi pesanan bapak," ucap Reni pelan.
" Letakkan saja di atas meja itu." sahut Bara masih tak melihat ke arah Reni. Reni meletakkan secangkir kopi di atas meja kursi tamu.
Karena meja kerja bosnya oenuh dengan berkas.
Reni hanya bisa mengeluh dalam hati setiap kali berhadapan dengan bosnya.
Hampir sebulan menjadi sekretaris Bara, tak pernah sekali pun memperlihatkan raut wajah ramah di depannya.
Sikap Bara selaku dingin dan datar. Hampir ke semua karyawan sikapnya begitu. Sehingga para karyawannya selalu merasa ngeri setiap kali bersua atau berinteraksi dengannya.
Bukannya Bara tak mengetahui kalau karyawannya sering menjadikannya , bahan gosip terutama yang cewek. Tapi Bara tak pernah menanggapinya.
" Reni, sini bentar!" ucap Bara tiba- tiba, saat Reni sudah sampai di pintu hendak keluar. Reni terkaget mendengar suara berat Bara.
" Iya, pak. Saya?" tanya Reni gugup. Padahal namanya.sudah di sebut. Dan hanya dia orang dalam ruangan itu selain bosnya.
" Iya kamu. Memangnya siapa lagi? Namamu Reni kan?" kernyit Bara heran. Alisnya sampai bertautan dan ada tiga baris lipatan di dahinya. Menambah ketampanan wajahnya.
Reni menelan salivanya susah payah! Lalu segera mendekat, sebelum bosnya memanggil yang ke dua kali.
" Iya, saya pak," agak takut Reni mendekat.
" Siapa yang membuat laporan ini?" tanya Bara seraya menyerahkan berkas dalam map coklat.
Reni menerima map berisi berkas itu. Dan memeriksa lembaran berkas.
" Saya tidak tau pak. Ini berkas lama. Saya belum bekerja di sini waktu itu."
" Hem, kalau begitu tolong carikan ke siapa pun. Siapa yang menyusun berkas ini,"
" Iya pak, akan saya usahakan."
" Dan besok kamu sudah harus beri jawaban pada saya. Faham?" tatap Bara tajam.
Sekujur tubuh Reni mendadak dingin. Bagaimana ia bisa menemukan siapa yang menyusun berkas itu. Berkas dua puluh tahun yang lalu. Dalam tempo singkat.
Di hitung dari waktu saat ini, waktunya cuma lima jam. Kecuali dia mau lembur semalaman. memeriksa arsip lama di gudang.
Lembur semalaman di gudang, seirang diri. Hih...!
Mana aku punya nyali untuk itu. Iya, kalau arsipnya lima tahun terakhir ini. Tinggal membuka link arsip. sudah beres.
Tapi ini arsip lama. Sudah dua puluh tahun yang lalu. Pasti sudah berdebu dan lapuk.
" Kenapa kamu bengong? Kamu keberatan ya?"
Reni kaget mendengar teguran itu. Sehingga membuyarkan monolog hatinya.
" Eh, ti..tidak pak. Tapi kalau boleh saya mau minta keringanan waktunya pak. Karena saya harus perisa arsip lama dulu di gudang," sahut Reni memberi alasan. Dengan harap camas Reni menunggu jawaban Bara.
" Baiklah, saya beri kamu waktu dua hari. Dan cari juga hal- hal yang berkaitan dengan laporan itu."
" Ba..baik pak. Akan saya kerjakan." Reni buru- buru ke luar dari ruangan bosnya. Takut Bosnya berubah pikiran. Seperti tempo hari.
Di suruh buat laporan, katanya seminggu. Menit berikutnya berubah jadi dua hari. Alhasil, Reni begadang dua hari dua malam. Menyelesaikan laporannya yang menggunung.
Kalau tau sikap bosnya, kerja maniak begitu. Reni tidak akan sesenang hari itu. Saat ke pilih jadi sekretaris Ceo barunya. Siapa yang gak bangga. Jadi sekretarisnya Bara yang tampan. Sekalipun tatapannya dingin. Itu menjadi nilai plus.
Daniah, Rita, dan Nisa sampai mewek saat Reni ke pilih.
Eh, sekarang baru tau rasa arti sebuah sesal.
Bosnya sering semena- mena memperlakukannya dalam pekerjaan. Seperti bos mafia saja!
Memang sih, penghasilannya lumayan juga. Sang bos gak pelit. Gajinya bulan lalu sangat fantastik.
Tapi irama jantungnya sering tak stabil, karena di beri tugas yang membuatnya selalu sport jantung!
" Hei! Wajah kamu kok pucat begitu, Ren?" beliak Daniah saat mereka makan di kantin perusahaan.
" Palingan di kerjai si bos lagi. Syukur deh, bukan aku yang jadi sekretarisnya pak Bara. Kalau gak, aku bakalan cepat tua karena selalu kena teror, xixi.." kekeh Rita.
" Kali ini apa lagi ulah si bos, Ren?" selidik Rita antusias. Kasian juga mereka melihat Reni.
" Aku di suruh memeriksa arsip, dua puluh tahun yang lalu. Dalam tempo dua hari. Tadinya besok harus aku serahkan. Setelah menghiba,baru di kasih kelonggaran." keluh Reni sambil menghembuskan nafas kesal.
" Ada apa di arsip dua puluh tahun yang lalu?" delik Daniah.
" Aku juga gak faham. Tadi saat aku baca, hanya seperti rujukan yang gak menarik. Yang menyusunpun gak ada inisial. Makanya aku di suruh meneliti siapa yang nyusun dan rujukan yang tertera di arsip itu." jelas Reni.
" Oke deh, Ren. Kamu jangan stres ya. Kami- kami ini akan bantu kamu, mengaduk- aduk ruang arsip." ucap Daniah.
" Beneran..?"
" Iya, tapi satu syarat. Kamu traktir kita seminggu makan di sini," seru Daniah dengan kerling nakalnya.
" Yah! Sama aja dengan boong. Kalian malah lebih sadis dari pak Bara!" dengus Reni pasrah.
Ketiga rekannya ketawa bareng, melihat paras Reni.*****
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments