Penasaran

POV Kinay

Aku berada di ruang tamu, menunggu kehadiran Lily yang sampai sekarang belum kunjung datang. Entah kemana dulu Lily pergi, yang jelas aku mulai bete padanya.

'Haishh, udah aku spam Lily berkali-kali lewat WA, malah ceklis satu. Kenapa sih dia gak ngeaktifin datanya.'

Aku terus-terusan mengomel dalam hati sambil mengotak-atik keyboard handphone. Tak lama, aku mendengar suara ketukan pintu rumah.

Setelah aku cek, ternyata Lily.

"Yaelah, baru nyampe lo, Ly. Kemana aja sih lo?" tanyaku sebal.

"Hehe, maaf Nay. Biasa tadi gue habis masak dulu, jadi agak lama datang ke rumah elo nya," jawabnya sambil cengengesan.

"Pantesan aja. Ya udah deh, mendingan sekarang kita siap-siap buat jogging. Tubuh gue udah pada pegel nih, pengen olahraga," ucapku.

Lily mengangguk setuju. Kemudian kami bersiap-siap akan pergi jogging.

Hampir dua putaran aku dan Lily berlari santai mengelilingi kompleks, tapi kita belum merasakan keringat apapun.

Mungkin putarannya harus ditambah.

"Oya, Nay, tadi gue sempet buka WA, dan gue lihat chattan lo. Katanya lo pengen curhat sama gue tentang Daniel. Emangnya lo mau curhat apa?" tanya Lily, di sela-sela kita masih mekakukan jogging.

"Sebenarnya ini menyangkut perjodohan gue sama Daniel," jawabku terus terang.

"Apa?" Lily tampak kaget.

Saking kaget, dia sejenak menghentikan aktivitas larinya, membuat aku juga ikut berhenti.

"Perjodohan lo sama Daniel? Maksudnya lo dijodohin sama dia?" tanyanya, memasang raut wajah tak percaya.

"Iya, gue dijodohin sama Daniel. Dijodohin nyokap bokap." jawabku.

"Tapi lo terima?"

"Ya gue terimalah, secara perjodohan ini menyangkut reputasi keluarga, dan gue juga gak pengen lihat Papa sama Mama sedih gegara gue nolak perjodohan itu," timpalku, agak lirih.

Sejenak kulihat Lily tersenyum, kemudian dia merangkul bahuku erat.

"Kalau itu sudah menjadi keputusan lo, gue bakal dukung. Lagi pula Daniel kan sekilas mirip Zayn. Ya meskipun sebenarnya dia tuh cupu, tapi gue yakin lo bakalan betah sama dia," ucap Lily.

"Apaan sih lo. Btw, thanks ya, Ly, lo selalu support gue di saat suka ataupun duka," ucapku, yang langsung memeluk Lily karena aku terharu padanya.

Kurasakan dia membalas pelukanku.

"Sama-sama, Nay. Gue akan selalu ada buat lo kok," sahutnya.

Beberapa detik kemudian, Lily melepas pelukan denganku.

"Oya, kapan pernikahannya?" tanya Lily.

"Kata Mama dan Papa sih, mereka belum membahas soal pernikahan. Mereka fokus dulu menyiapkan pertunangan gue sama Daniel," jawabku.

"Terus kapan tunangannya?"

"Minggu depan."

"Wihh, jadi gak sabar nih. Pokoknya lo gak boleh tegang oke. Anggap aja lo tunangan sama Zayn asli."

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa kecil mendengar perkataan konyol-nya itu

Aku dan Lily baru saja jogging 4 putaran, tapi tiba-tiba saja Lily menghentikan larinya dan menarik tanganku agar berhenti berlari.

"Apa lagi sih, Ly? Perasaan dari tadi kita banyak berhenti," ucapku merasa heran pada Lily.

"Itu bukannya Wildan ya." tunjuk Lily ke arah barat.

Aku mengikuti arah tunjuknya yang mengarah pada taman. Ternyata benar kata Lily, di sana ada Wildan yang lagi melakukan push up.

Tapi yang kulihat Wildan enggak sendiri. Ada seseorang yang menemaninya. Kayak cowok tapi sayangnya cowok itu malah pakek masker, jadi agak sulit untuk aku mengenali wajahnya.

"Tapi Wildan lagi sama siapa ya?" tanya Lily merasa heran juga.

"Mending kita cek," ajakku, yang langsung menarik tangan Lily untuk menghampiri Wildan dan cowok yang satunya lagi.

"Wildan," panggilku.

Kulihat Wildan menghentikan aktivitas push up-nya, begitupun dengan cowok yang satunya. Seketika saja mata Wildan melotot melihat kehadiranku.

"Kinay ... Lily," sebut Wildan, mulai memasang raut wajah menegang.

"Lo kenapa, sih? Kok tegang banget ngeliat kita? Emangnya kita ini hantu apa?" tanya Lily, merasa heran.

Bukan hanya aku, ternyata Lily juga merasakan ada yang aneh dari Wildan.

"Tegang? Siapa yang tegang? Ekspresi wajah gue emang suka kayak gini kalau ngeliat cewek cantik kayak kalian," jawab Wildan, diakhiri dengan cengengesan.

Entah dia ngeles atau tidak, tapi menurut aku alasannya itu nggak masuk akal. Padahal kan wajah aku dan Lily setiap hari juga selalu cantik.

Aku yakin ada yang disembunyiin oleh Wildan.

Kini netraku beralih ke cowok yang ada di samping Wildan. Dia terlihat gelisah. Buktinya dia selalu memalingkan wajah ke arah lain, yang pastinya bukan memandang ke arahku. Kadang juga tangannya itu memegang rapat masker yang menutupi sebagian wajahnya.

'Ada yang mencurigakan.'

"Cowok yang di samping lo siapa?" tanyaku pada Wildan.

"Hmm, dia ... dia ...." Wildan tampak gugup, membuatku semakin yakin pasti ada disembunyikan sama dia.

"Dia teman gue, namanya Danang," ucapnya lantang, sesekali merangkul bahu cowok itu.

Aku dan Lily hanya saling memandang penuh keheranan. Pasalnya sepanjang kami berteman dengan Wildan, kami belum pernah tahu ada temannya yang bernama Danang.

"Danang?"

"Iya, Danang. Teman lama gue waktu SMP," timpal Wildan.

"Kalau gitu kenalin kita-kita dong Wil, sama Danang," ucap Lily.

"Hah? Kenalin?" Lagi-lagi kulihat Wildan semakin gelisah.

"I-iya boleh," sambung Wildan, kemudian sekilas ia menyenggol lengan Danang.

"Woy Nang, kenalan gih sama mereka," pintanya pada Danang.

Bukannya berbalik badan menghadap ke arah aku dan Lily, tapi dia malah mengulurkan tangannya saja di depan kita, itupun tanpa memandang ke arah kita.

"Danang," ucapnya.

Sekilas aku mengernyitkan dahi. Karena dari segi suaranya seperti suara si misterius yang semalam pernah mengajakku dansa.

"Lily." Pertama-tama Lily yang membalas jabatan tangan Danang.

Sepertinya Lily tidak keberatan jika Danang tidak memandang ke arahnya. Tapi berbeda denganku. Aku sangat keberatan.

kesannya dia ngak punya rasa sopan kalau ngajak kenalannya seperti itu.

Sekarang giliran aku yang berkenalan dengannya.

"Kinay." Aku membalas uluran tangan dia.

Aku tidak seperti Lily yang hanya sebentar membalas jabatan tangan Danang. Aku adalah Kinay yang suka penasaran jika ada seseorang yang terlihat mencurigakan.

"Nay, dilepas kali. Lama amat jabatan tangan juga," ucap Lily dengan berbisik di telingaku.

Ternyata sedari tadi Lily memperhatikanku. Tapi aku tidak menggubrisnya. Aku lebih memilih menatap tajam punggung Danang.

"Nay, lo kenapa sih?" tanya Lily lagi.

Seperti biasa aku tidak menjawab pertanyaannya. Kali ini aku menarik tangan Danang sekuat tenaga agar dia mau berbalik badan menghadap ke arahku.

Mataku setengah membulat melihat mata Danang agak mirip dengan pemilik mata Daniel. Ya, mata Daniel yang sering kusebut-sebut mata Siwon.

Dan sekilas mata Danang juga mirip dengan mata si misterius.

Aku jadi bingung. Kenapa aku malah bertemu pemilik mata dengan berbeda nama? Aku yang rada error atau keadaanlah yang sengaja membuat scenario seperti ini?

Mungkin jawabanku akan terpecahkan jika aku membuka masker yang dia pakai.

• Bersambung •

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!