Aku membawa Daniel ke dekat Toilet. Tentunya untuk mengintrogasi, karena sebelumnya aku sempat mencurigai dia yang selalu memotong ucapan om Hendra sama tante Melly.
"Sekarang lo harus ngaku, siapa lo sebenarnya?" tanyaku agak ngegas, dan menatap tajam wajah Daniel yang seolah-olah tidak tahu apa-apa.
"Ya aku Daniel lah, masa Rizky pacar kamu," jawab Daniel, malah menjurus pada sebuah candaan.
"Stop! Gak usah bercanda. Gue gak suka ya kalau lo malah bercanda di saat gue lagi nanya serius," ketusku sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Aku gak bercanda, kok. Aku juga lagi serius ngehalalin kamu," ucapnya.
Mataku membulat. Entah kenapa jantungku deg-degan gak karuan saat dia mengatakan kata 'halal'.
"Ihh, gak usah ngegombal deh. Gue itu udah curiga semenjak lo ngelindungin gue dari pukulan Rizky. Gue ngerasa ada yang disembunyiin sama lo," cerocosku.
"Terus?"
Aku mendengkus napas kesal. Haruskah kuulangi pertanyaanku sambil berteriak di telinganya dengan suara delapan oktav?
"Ya ampun, Tuan Daniel Wijaya Syahputra yang katanya mirip Justin Bieber, padahal sebenarnya enggak sama kali. Gue itu nanya, lo itu siapa?" tanyaku sekali lagi. Kali ini aku berusaha mengendalikan kekesalanku.
"Aku? Okey, aku akan ngaku," jawabnya. Kalau dilihat dari wajahnya, dia serius mau ngaku.
"Bagus kalau gitu. Katakan siapa lo sebenarnya?"
"Aku, Daniel Wijaya Syahputra, calon suami dari gadis manis yang bernama Kinay Claudia Emmanuela."
Oh My God! Dia menggombaliku lagi. Baru kali ini aku melihat ada seorang cowok cupu yang pandai menggombali cewek.
Biasanya kan cupu-cupu itu identik sama kutu buku. Ahh, paling dia keseringan baca buku gombal.
"Tuh kan, malah gombal lagi. Tau ah, gue capek ngomong sama lo," ketusku, lalu berjalan meninggalkan Daniel.
Tak peduli dia mengikutiku atau tidak. Yang jelas aku kesal sama cowok yang bernama Daniel.
Aku kembali duduk di tempatku. Begitu pula dengan Daniel yang ternyata sempat mengikutiku dari belakang.
Sekilas aku meliriknya dengan tatapan judes. Sementara Daniel, dia tersenyum manis kepadaku. 'Ihhh' gumamku merasa illfeel.
"Gimana? Sudah bicara empat matanya?" tanya Ayahku.
"Sudah, Pah," jawabku.
"Ya sudah, kalau gitu kita bahas lagi perjodohannya ya," ujar Ibu.
Aku hanya memasang wajah masam seraya mataku melihat-lihat ke arah sekitar. Aku sengaja melakukan itu karena aku sangat malas bila harus mendengar perjodohan.
"Jadi begini, maksud kami para orang tua menjodohkan kalian berdua, dengan alasan karena warisan," ucap Tante Melly.
"Cuma itu aja, Tan?" tanyaku, yang direspon anggukan dari Tante Melly.
"Ya ampun, Tan, bukannya aku gak setuju. Tapi aku belum siap untuk menikah dan segala macamnya. Karena aku ingin fokus belajar, mana sekarang aku kelas 12, pasti bakal ada banyak ujian," jelasku.
"Mamah tau hal itu, Sayang. Tapi kamu jangan khawatir, acaranya bakalan tertutup kok, hanya keluarga saja yang menghadiri. Lagi pula untuk masalah pernikahan, kami sepakat untuk tidak membahas itu dulu. Kami hanya akan fokus pada pertunangan kalian," ucap Ibuku, yang membuatku setengah kaget.
"Apa, Mah? Tunangan?" tanyaku.
"Iya, Sayang. Kami juga sudah sepakat acara pertunangan kalian akan dilaksanakan minggu depan," jawab Ayah.
Mataku membulat. Secepat itu mereka menyelengarakan acara pertunanganku dan Daniel.
"Mah, Pah, Kinay kan belum mengatakan setuju atau enggak mengenai perjodohan ini," ucapku merasa keberatan.
"Tanpa menunggu persetujuan darimu juga Papa sama Mamah tetap tidak akan membatalkan perjodohan ini," ucap Ayah dengan lantang.
Aku kehabisan kata-kata. Antara menerima dan menolak, pastinya aku harus menerima keinginan orang tuaku. Tidak mungkin aku membantah, secara mereka sudah mengorbankan banyak hal untukku sebagai putri tunggal mereka.
"Jadi wajib nih, Tan, aku sama Daniel tunangan dulu?" tanyaku pada Tante Melly.
"Sangat wajib, Sayang," jawab Tante Melly, sesekali mencuil daguku sangat gemas.
Aku mendengkus napas pasrah. Tidak ada jalan selain nantinya bertunangan dengan Daniel.
Kulihat sebentar Daniel tersenyum manis padaku. Tapi aku membalasnya dengan ekspresi judes.
Malam telah datang. Aku memilih berdiam diri di dalam kamar. Melihat-lihat foto Zayn di galery ponsel yang sempat kusimpan diam-diam.
Seharusnya malam ini adalah jam dinner bersama papa dan mama. Tapi aku malah menahan rasa lapar karena aku lagi malas keluar.
Tiba-tiba, aku mendengar suara ketukan pintu dari arah luar.
"Sayang, yuk makan dulu! Dari tadi sore loh kamu belum makan."
Itu suara Mamaku. Tapi aku lagi kesal sama mamah karena dia dan juga papa malah menjodohkanku dengan Daniel.
"Enggak, Mah. Kinay gak mau makan," teriakku memasang wajah masam.
"Loh kok gak mau makan? Nanti kalau kamu lapar gimana?"
"Kinay gak peduli," teriakku lagi.
"Tapi Sayang--"
"Kinay mau tidur," sambungku, lalu aku membaringkan tubuhku cepat-cepat di atas kasur.
Ceklek ....
Pintu kamar terbuka. Pasti itu Mamah yang bukain. Lebih baik aku pejamkan mata dari pada disuruh Mamah untuk makan.
Kurasakan kehadiran Mamah sudah berada di sampingku. Buktinya dia membelai rambutku sangat lembut.
"Sayang, mamah tahu kamu belum tidur. Mendingan kamu makan dulu, yuk!" ajak mamahku.
Aku gak menjawab. Aku terus mempererat pejaman mataku, berharap aku bisa terlelap tidur.
"Ya sudah, tapi besok pagi kamu harus sarapan yang banyak, ya, biar kamu gak sakit perut," ucap Mamah dengan nada lembut.
Aku pura-pura mendengkur, supaya mamah pergi dari kamarku. Benar saja, kudengar suara langkah Mamah keluar dan menutup pintu kamar.
Setelah Mamah pergi, barulah aku membuka mata.
"Maafin Kinay, Mah. Bukannya maksud Kinay acuhin ajakan Mamah, tapi Kinay lagi gak mood buat makan gegara mikirin perjodohan Kinay dengan Daniel," batinku.
Lalu aku meraih boneka yang tergeletak di dekatku dan kudekap boneka kesayangan dengan harapan aku bisa terlelap tidur.
Pagi harinya, aku sudah siap-siap memakai seragam sekolah. Kini aku tinggal berangkat bersama Mang Agus.
Seharusnya aku sarapan dulu. Tapi karena masih lagi gak mood, akhirnya aku hanya pamitan kepada papa dan mamah yang kebetulan ada di ruang makan.
"Mah, Pah, Kinay pamit ke sekolah dulu. Assalamualaikum," ucapku dan langsung bergegas pergi.
"Waalaikumsalam. Ehh Sayang, kamu kan belum makan."
Aku sempat mendengar suara Mamah mengingatkanku yang belum makan dari dalam, tapi aku acuh dan menghampiri Mang Agus yang tengah membaca koran.
"Ayo Mang, kita berangkat sekarang!" seruku.
"Emang Neng Kinay udah sarapan?" tanya Mang Agus.
"Nanti di sekolah," jawabku.
"Ya sudah, ayok kita berangkat," ajak Mang Agus.
Aku pun segera masuk ke dalam mobil, disusul pula oleh Mang Agus.
Aku sudah sampai di sekolah. Tapi aku tidak melihat Lily yang suka menungguku di gerbang sekolah. 'Kemana dia?'
Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam dan melangkah menuju kelas.
• Bersambung •
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments