Sekitar pukul setengah delapan pagi, Pak Nino sudah hadir untuk mengisi jadwal pelajaran olahraga kelas kami di lapangan.
Kebetulan lapangannya di bagi dua dengan kelas fisika. Kelas kami sebelah kanan dan kelas fisika sebelah kiri.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa Pak Nino.
"Selamat pagi juga, Pak," balas kami serempak.
"Seperti yang sudah kalian ketahui, hari ini kita akan bermain bola besar yakni bola basket. Tapi di sini permainannya dilakukan dua orang terlebih dahulu. Setelah selesai dua orang itu, baru dilanjut dua orang lagi, begitupun seterusnya. Nah, nanti bapak akan kasih waktu lima menit untik dua orang yang main. Mengerti?" tanya Pak Nino.
"Mengerti, Pak," balas kami serempak.
"Baiklah, sebelum dimulainya olahraga, lebih baik kita semua berdoa terlebih dahulu sesuai ajarannya masing-masing. Berdoa dimulai!" seru Pak Nino.
Kami pun menundukkan kepala untuk berdoa dalam hati. Setelah selesai, kami melakukan pemanasan terlebih dahulu.
Sekitar dua menit, aku dan yang lain telah melakukan pemanasan. Kini aku duduk di pinggir lapangan bersama Lily dan yang lainnya.
Menyisakan dua orang yang lagi bermain basket dibimbing Pak Nino. Sementara di sini aku dan yang lain menunggu giliran bermain.
Untuk menghilangkan kejenuhan, aku memandangi kelas fisika yang tengah bermain basket juga. Tapi bedanya mereka bermain satu persatu.
"Tuh lihat, pacar lo Rizky. Lo beruntung tau gak, Nay, jadi pacarnya dia karena dia itu jago main basket," puji Lily tepat di telingaku.
"Bisa aja lo," sahutku.
Kuakui Rizky memang jago basket. Tapi entah kenapa aku malah memikirkan nasib Daniel yang kulihat saat itu dia menundukkan kepala, bahkan pasang wajah tegang.
'Mungkin Daniel tegang karena dia gak bisa main basket. Kasihan banget sih dia.' batinku.
"Sekarang giliran Daniel. Ayo, Niel!"
Samar-samar kudengar Pak Yoga--guru olahraga baru kelas fisika menyuruh Daniel untuk bermain basket.
Aku melihat dari kejauhan Daniel seperti ragu-ragu. Namun, aku mendengar juga Rizky malah meledekinya.
"Ya ampun, Pak, dari kelas 10 juga si Daniel kagak pernah ikutan olahraga. Emang sih dia pakek baju olahraga, tapi dia selalu diem di pinggir lapang," ledek Rizky.
"Apa benar itu, Daniel?" Tatapan Pak Yoga terlihat serius memandang Daniel yang semakin terpuruk dalam ketegangan.
"Gak usah ditanya, Pak, lebih baik over aja ke temen saya," ujar Rizky.
Baru beberapa seperkian detik, aku melihat raut wajah Daniel yang mulanya tegang kini berubah seperti memendam amarah.
"Tidak bisa. Bapak tetap akan kasih kesempatan Daniel untuk bermain. Ayo, Daniel! Dribble bolanya, bapak yakin kamu pasti bisa men-dribble bola," ucap Pak Yoga menyemangati Daniel.
Aku penasaran apa yang akan dilakukan Daniel setelah ini.
"Ayo dong cupu, jangan lembek." Rizky kembali meledek, membuat hatiku diam-diam tak terima bila Daniel dikatakan seperti itu.
"Rizky, diam kamu!" seru Pak Yoga agak membentak, membuat mulut Rizky terdiam.
"Ayo, Daniel. Dribble bolanya!" pinta Pak Yoga.
Kulihat Daniel menganggukan kepala. Kemudian dia mengambil bola basket dari tangan Pak Yoga. Kini posisi Daniel seperti tengah bersiap-siap.
Sementara semua mata yang ada di lapang hanya tertuju kepada Daniel. Mereka penasaran apakah Daniel bisa melakukan permainan bola basket.
Wuttt ....
Pak Yoga meniupkan peluitnya. Dari sanalah Daniel mulai bersiap untuk men-dribble.
Oh astaga! Mataku membulat sempurna saat melihat Daniel begitu jago memantul-mantulkan bola basket ke tanah layaknya pemain basket profesional.
Bukan hanya aku, ternyata yang lain juga ikut kaget melihat Daniel--cowok yang sering diledek cupu ternyata mahir bermain basket.
'Ya Tuhan! Itu beneran Daniel, calon tunangan gue? Kok jago banget main basketnya, bikin jantung gue deg-degan gak karuan tau gak.'
Aku berkata dalam hati seraya senyum-senyum sendiri melihat aksi dribble luar biasa yang dilakukan oleh Daniel.
Aku membayangkan kalau saja rambut gondrong Daniel dipotong terus dibikin gaya rambut keren, tompelan di pipinya gak ada, kacamatanya dilepas, pasti Daniel akan benar-banar mirip kayak Zayn.
Semua mata yang ada di lapangan, masih tertuju pada sosok Daniel. Bahkan di antara mereka ada yang sempat senyum-senyum sendiri. Siapa lagi coba kalau bukan murid cewek.
'Heran gue. Katanya cewek-cewek illfeel sama Daniel, tapi giliran lihat aksi dia yang kece badai, mereka malah natap Daniel sampai segitunya.' batinku kesal.
Aku terus mengomel dalam hati. Lalu kembali memandang Daniel yang masih melakukan dribble dengan gaya keren.
"Daniel, semangat mainnya," teriakku mulai antusias.
"Hah? Lo sakit, Nay? Tumbenan banget lo nyemangatin Daniel," ucap Lily merasa heran, dan menempelkan sekilas telapak tangannya di dahiku.
'Dikirain aku sakit beneran'
"Enggak, Ly. Gue gak sakit," sahutku, lalu menyingkirkan telapak tangan Lily dari dahiku dan kembali fokus menyemangati Daniel.
"Yeayyy, Daniel ...."
Aku bertepuk-tepuk tangan sendiri seperti orang yang gak waras. Pasti orang yang ada di dekatku akan merasa heran melihatku seperti ini. Tapi, bomat ah.
Melihat aksi Daniel yang memasukkan bola basket ke dalam ring layaknya gaya pemain basket profesional, membuatku menjerit-jerit gak karuan.
"AAAA, Daniel," jeritku antusias. Saking antusiasnya aku gak sadar menjambak-jambak rambut Lily.
"Busyet, Nay ... sakit tau."
Kudengar ringkisan Lily, tapi aku malah tidak memperdulikannya.
Sleppp ....
Dari kejauhan aku melihat Daniel memasukkan kembali bola ke dalam ring, yang membuat tingkat keantusiasanku semakin menggila.
"Yeayyy, Daniel, you are perfect boy."
Entah apa yang kukatakan, tapi kalimat itu keluar begitu saja dari bibirku, dan lagi-lagi yang menjadi korban jambakanku karena saking antusias adalah Lily.
'Maafkan temanmu ini, Lily.'
Pelajaran olahraga telah selesai dilakukan. Aku dan Lily juga sudah mengganti baju dengan seragam sekolah.
Kini kami tinggal bergegas ke kelas untuk mengikuti pelajaran yang kedua. Tapi di saat kami sedang melangkah melewati koridor, kami melihat Daniel tengah ditahan oleh Rizky dan teman-temannya.
"Itu kan Rizky. Dia mau ngapain Daniel?" tunjuk Lily ke arah koridor.
Aku menggelengkan kepala tidak tahu, dan samar-samar aku juga mendengar ucapan Rizky ke Daniel.
"Gue enggak suka kalo lo so hebat di depan Kinay. Lo harus tahu, Kinay itu cewek gue. Dan lo, lo siapanya dia, hah? Lo cuma penghalang hubungan gue sama Kinay tahu gak," pekiknya mencengkram kasar kerah seragam Daniel.
Kulihat Daniel gemeteran berada di dekat Rizky. Aku mengerti pasti dia takut.
"Aku bukan penghalang hubungan kalian, kok. Aku cuma--"
Bughhh ....
Satu pukulan mendarat di pipi Daniel, membuatku yang berada di tempat sangat syok melihatnya.
"Daniel," lirihku, lalu berjalan menghampiri Daniel yang kulihat dia meringkis kesakitan.
"Apa-apaan sih kamu, Ky. Kenapa kamu malah pukul Daniel, sih," ketusku sambil mendorong pelan tubuh Rizky.
• Bersambung •
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments