***
Tring ....
Bel pulang berbunyi, menandakan semua pelajaran telah selesai.
Sesuai janji, hari ini sepulang sekolah, aku akan pergi ke cafe bersama Ayah dan Ibu. Entah siapa orang yang kutemui nanti, tapi yang jelas aku benar-benar malas bila harus pergi-pergian keluar rumah.
Aku berada dalam perjalanan bersama Mang Agus. Kukira Mang Agus akan membawaku langsung ke Cafe, tapi ternyata malah mentok dulu di butik Ibu.
"Loh, kok kita ke sini, Mang?" tanyaku heran.
"Kata Nyonya, Mang Agus harus membawa Neng Kinay ke sini dulu," jawab Mang Agus.
Akhirnya aku keluar dari mobil dan melangkah masuk ke dalam butik.
Terlihat Ibuku dan dua karyawannya sudah menungguku dari dalam.
"Mah, katanya kita mau ke Cafe. Kok Kinay malah disuruh ke sini dulu?" tanyaku.
"Kamu ini gimana. Masa ketemu calon, pakek baju seragam sekolah," jawab Ibuku sambil terkekeh.
Aku kaget bukan main mendengar kata calon.
"Hah? Calon apa, Mah? Calon pembantu atau calon pengawalnya Kinay?" tanyaku lagi.
"Kamu juga akan tau nanti. Sekarang kamu dandan dulu ya," ucap Ibuku sambil membelai lembut rambutku.
"Emang harus dandan ya, Mah?"
"Harus dong."
"Mbak, tolong buat Putri saya lebih cantik lagi ya," pinta Ibuku pada dua karyawannya.
Sementara aku hanya mendengkus napas pasrah.
Penampilanku sudah pas dan rapi. Kini aku hanya tinggal berangkat ke Cafe bersama mang Agus. Kebetulan ayah dan ibu sudah pergi duluan ke sana.
Setibanya di Cafe, aku meminta Mang Agus untuk pulang, dikhawatirkan nanti aku akan lama di dalam.
Setelahnya, aku melangkah masuk ke dalam. Aku melihat Ayah dan Ibu sudah menungguku di meja no 12. Tanpa babibu, aku langsung menghampiri mereka.
"Assalamualaikum, Mah ... Pah. Kinay udah sampai," ucapku, lalu duduk di hadapan Ayah dan Ibu.
"Waalaikumsalam, Sayang," balas Ayah dan Ibu kompak.
"Wah, putri Papa sama Mamah cantik sekali," puji Ayah, sesekali mencuil daguku sangat gemas. Aku hanya merespon dengan senyuman.
Detik berikutnya, mataku menangkap ada tiga kursi kosong di meja yang kutempati.
"Mah, Pah, kalau tiga kursi kosong yang ada di meja kita ini untuk siapa?" tanyaku heran.
"Nanti juga kamu akan tau, Sayang," jawab Ibu. Sudah kuduga pasti Ibu akan berkata seperti itu.
Tiba-tiba saja, aku melihat dari kejauhan dua orang paruh baya menghampiri mejaku. Benar saja, mereka langsung duduk di kursi kosong.
'Tapi yang satu lagi untuk siapa, ya?'
"Assalamualaikum." Dua orang paruh baya seperti suami istri itu mengucapkan salam setelah duduk.
"Waalaikumsalam," balas aku, Ayah dan Ibu.
"Maaf ya, Jeng, Mas. Kami berdua agak terlambat datang ke sini, tadi perjalanannya sangat macet," ucap wanita paruh baya dan lumayan cantik itu pada Ayah serta Ibuku.
"Tidak apa-apa, kok. Kami juga baru datang," timpal Ayahku.
Aku hanya diam, mencermati pembicaraan yang tidak penting antara para orang tua. Entah siapa pasutri paruh baya itu, yang jelas aku tidak mengenali mereka.
"Oh ya, Jeng, Mas, ini putri kami Kinay," ucap Ibu memperkenalkanku pada mereka.
"Oh jadi ini yang namanya Kinay, cantik sekali dia. Ternyata putra kita tidak salah menyukainya," ucap lelaki paruh baya itu, membuatku setengah heran.
"Maksudnya, Om?" tanyaku.
"Ah, bukan apa-apa," timpalnya dengan senyuman.
"Kinay, ayo Nak, sapa mereka," titah Ayahku.
Aku hanya mengangguk paksa. Kemudian aku mencium tangan pasutri paruh baya itu secara bergantian.
"Hallo, Om, Tante. Aku Kinay," ucapku ramah.
Kulihat mereka hanya membalas dengan senyuman penuh bahagia. Tapi tidak denganku.
Tak lama, pelayan Cafe datang dan meletakkan enam gelas jus berbeda rasa di meja yang kami tempati.
'Kok enam gelas ya? Padahal di sini cuma ada lima orang'
"Makasih, Mbak," ucap Ibuku pada pelayan Cafe. Setelah itu, pelayan pergi meninggalkan kami.
Aku mengambil segelas jus alpukat lalu menyeruputnya untuk menenangkan pikiranku yang terus-terusan dilanda keherenan.
"Jadi kapan putra kalian akan datang? Kan kita sudah sepakat akan menjodohkan mereka."
Perkataan Ayahku sukses membuatku tersedak saat sedang menyeruput jus. Aku kaget bukan main.
"Apa, Yah? Menjodohkanku?" tanyaku masih kaget.
"Iya, Sayang," jawab Ibuku.
Aku ternganga tak percaya. Bagaimana mereka bisa menjodohkanku tanpa memberitahuku terlebih dahulu, padahal aku sudah punya Rizky yang sangat menyayangiku.
"No ... no ... kenapa harus dijodohin sih, Mah, Pah? Papa sama Mamah kan tahu kalau Kinay itu udah punya pacar," ucapku pada Ayah dan Ibu dengan berbisisik, ditakutkan akan kedengeran oleh mereka.
"Kamu putusin aja pacar kamu itu," saran Ayah, membuatku lebih terkejut.
"Ada apa ya, Jeng, Mas?" tanya wanita paruh baya.
"Tidak ada apa-apa kok, Mbak. Kinay hanya penasaran saja siapa laki-laki yang akan dijodohkan dengannya," ucap Ayah ngeles. Padahal aku tidak berkata seperti itu.
"Ohh jadi Kinay penasaran? Bentar lagi dia juga sampai," timpal laki-laki paruh baya.
Aku hanya tersenyum paksa. Kemudian aku kembali berbisik pada telinga Ayah dan Ibu.
"Mah, Pah, apa cowok yang dijodohkan dengan Kinay mirip Zayn?" tanyaku.
"Hah? Zayn? Artis Barat itu?" tanya Ayah, yang kurespon dengan anggukan.
"Loh, tumbenan banget kamu suka Barat. Biasanya kan kamu gak suka sama hal-hal yang berbau Barat," ucap Ibu heran.
"Sekarang Kinay suka Barat, Mah. Jadi kalau Mamah sama Papa pengen jodohin Kinay, cowok itu wajahnya harus mirip Zayn. Soalnya Kinay ngefans banget sama Zayn," ujarku.
Ayah dan Ibu hanya menggeleng-gelengkan kepala, mungkin mereka heran dengan permintaanku yang rada aneh ini.
"Nah itu dia putra kami," ucap wanita paruh baya sambil menunjuk ke arah ambang pintu Cafe.
Pandanganku teralihkan ke ambang pintu Cafe. Mengikuti arah tunjuk wanita paruh baya. Seketika mataku membulat sempurna saat melihat cowok yang tidak asing lagi tengah menghampiri meja kami.
"Hah? Itu kan Daniel? Jadi yang dijodohin sama gue itu si cupu Daniel?" batinku, sesekali menelan ludah susah payah karena orang yang akan dijodohkan denganku tak lain adalah Daniel.
"Assalamualaikum," ucap Daniel.
"Waalaikumsalam," balas mereka dengan senyuman. Tapi tidak denganku, aku hanya memasang wajah datar.
"Silahkan duduk, Nak!" titah Ayahku.
Daniel mengangguk. Kemudian dia duduk di sebelahku.
Aku langsung menggeser posisi dudukku untuk membisikkan sesuatu di telinga Ayah.
"Pah, kok Kinay malah dijodohin sama dia, sih? Emang sih matanya itu mirip Zayn, tapi wajahnya enggak," ucapku, diakhiri menatap illfeel penampilan Daniel yang setiap harinya selalu cupu.
"Sayang, Papa kan pernah ngajarin kamu jangan lihat orang dari wajah ataupun fisiknya. Tapi lihatlah hatinya. Papa tahu dia tidak seperti laki-laki lain, tapi Papa yakin dia akan mampu bahagiakan kamu," ucap Ayah menasehatiku.
Aku terdiam. Ada benarnya juga ucapan Ayah. Agak ego juga sih aku, karena ngefans sama Zayn, aku malah memandang Daniel dari wajahnya. 'Maafkan aku, Ya Tuhan'
"Ya udah, Pah, aku akan ikuti nasihat Papa. Tapi masalahnya Kinay gak cinta sama Daniel, Kinay cintanya sama Rizky doang," ucapku.
"Kalau masalah cinta sih, Papa yakin lama-lama kamu juga akan mencintai Daniel. Lagi pula menurut Papa, Daniel orangnya baik," timpal Ayah.
Aku mengerucutkan bibirku. 'Kenapa sih gak ada satupun orang tuaku yang mau mengerti akan perasaanku'
"Loh, Daniel, kamu kok penampilannya kayak gini lagi? Mamah kan sudah bilang ke kamu kalau di hadapan Kinay, kamu enggak boleh jadi--"
Ucapan wanita paruh baya itu terpotong oleh Daniel, padahal aku sudah penasaran apa yang dimaksud oleh beliau.
'Setiap hari juga penampilan Daniel selalu cupu. Emangnya ada penampilan Daniel selain ini? Kan enggak ada'
"Mamah, maksud mamah apa sih. Daniel kan selalu berpenampilan seperti ini," ucap Daniel dengan senyum canggungnya.
Aku mulai keheranan.
Tapi yang lebih heran lagi saat mataku menangkap sosok Daniel tengah mengedipkan mata ke arah pasutri paruh baya itu, yang seolah-olah lagi memberikan kode.
Dari sinilah aku mulai curiga sama Daniel. Seperti ada yang disembunyikan oleh dia.
"Loh, bukannya di rumah kamu suka berpenampilan k--"
Kali ini ucapan laki-laki paruh baya terpotong oleh Daniel.
"Kusut. Papah mau bilang penampilan Daniel kusut kan? Tapi Papah tenang aja, kan ada Kinay, dia yang akan merubah penampilan Daniel jadi rapi," ucap Daniel ke geer-an.
Membuatku yang mendengarnya jadi enek.
"Ya sudah, Papa serahin aja semuanya ke kamu," ucap laki-laki paruh baya pada Daniel.
"Oh ya Nak Kinay, Tante sama Om belum memperkenalkan diri ke kamu. Nama Tante, Melly Widiyanti, Mamahnya Daniel. Kalau ini suami Tante, namanya Hendra Akbar Putra, dia Papanya Daniel," ucap Tante Melly.
Aku merespon dengan senyuman.
"Salam kenal ya, Om, Tante," ujarku.
Setelah itu, pandanganku beralih pada Daniel. Kulihat dia tengah menyeruput jus jeruk.
'Tapi kalau dilihat-lihat sih Daniel keren juga kalau lagi menyeruput jus, kayak cogan Barat yang sempet gue lihat di you tube tahu gak'
"Kinay." Ibu mengejutkanku di saat aku lagi memandang Daniel.
"Hah?!" Aku tersadar.
"Kamu kok liatin Daniel kayak gitu banget?" tanya Ibuku.
'Aduh, jangan sampai Daniel ke geer-an duluan kalau barusan gue mandang dia. Lebih baik gue introgasi aja Daniel, kenapa dia selalu memotong ucapan Om Hendra sama Tante Melly'
"Hmm, Mah, Pah, Om, Tante, Kinay mau bicara empat mata dulu sama Daniel. Boleh kan?" tanyaku pada mereka.
"Boleh, Sayang," timpal Tante Melly.
Aku pun langsung menarik tangan Daniel untuk mengajaknya pergi ke tempat yang lain. Yang pastinya tujuanku mengintrogasi dia.
• Bersambung •
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments