Sejenak aku tersenyum memandangi layar ponsel. Entah mengapa setelah menyimpan foto Zayn, aku juga seperti merasa menyimpan foto Daniel. Ya, meskipun Daniel adalah cowok culun, tapi matanya itu berhasil membuatku suka akan hal berbau barat.
"Eh, malah sunyam-senyum. Jadi ke kantin gak nih?" Lily bertanya kembali.
Ok, kali ini aku tidak akan menolak. Lagi pula aku sudah menyimpan fotonya Zayn. Jadi sekarang aku harus mengisi perutku yang kosong.
"Ya udah, ayo," sahutku.
Kami pun melangkah keluar kelas sambil saling merangkul bahu satu sama lain.
Di Kantin, aku memilih tempat duduk di sebelah pojok. Kenapa tidak di depan? Karena di depan suasananya berisik sekali.
"Nay, lo mau makan apa? Ntar gue pesenin." Lily menawari.
"Terserah lo aja deh," timpalku.
Kulihat Lily mulai bergegas menghampiri Bibi kantin untuk memesan makanan. Sementara aku iseng-iseng memandang figuran tidak penting di sekitarku.
Tiba-tiba, aku melihat Daniel duduk seorang diri di meja kantin yang kedua. Apalagi kalau bukan makan.
"Woy, Nay!" teriak Lily, yang ternyata sudah ada di sampingku.
"Lo lagi ngeliatin apa sih?" tanya Lily merasa heran.
Aku tak menjawab. Aku malah mengeluarkan handphone dan memberikannya pada Lily.
"Ly, lo harus potret wajah Daniel sekarang juga!" titahku.
"Hah? Buat apaan?" tanya Lily.
"Udah, jangan banyak cincong. Mending sekarang lo buruan potret wajah Daniel. Gue mau ngebandingin dia sama Zayn," jawabku.
"Zayn? Ah, yang bener lo?"
Lagi dan lagi Lily malah bertanya. Membuatku terpaksa harus mendorong pelan tubuh Lily agar mau bangkit.
"Cepetan, Ly."
"Iya, ini juga mau," ucap Lily, yang akhirnya dia mau menuruti keinginanku.
"Dari jarak deket apa jauh potretnya?" tanya Lily.
"Intinya gak terlalu deket. Biar jelas lo zoom aja kameranya. Inget, bukan tompelan di pipinya yang lo potret," peringatku. Dikhawatirkan Lily malah salah potret.
"Iya, okey."
Kulihat Lily berjalan mendekati meja kantin yang tengah diduduki oleh Daniel. Terang-terangan dia memotret wajah Daniel. Hingga Daniel sendiri tersadar apa yang dilakukan oleh Lily.
"Ngapain kamu? Kamu mau jelek-jelekin aku?" Terdengar sayup-sayup pertanyaan Daniel yang dilontarkan ke Lily agak kurang suka.
"Ahh, bukan. Ini ... Apa ...."
Kulihat Lily bingung mau jawab apa.
"Aduh ... Harusnya si Lily motret wajah Daniel itu secara diam-diam. Jadinya kan ketahuan sama Daniel," kesalku.
Akhirnya aku akan bertindak dengan menghampiri Lily yang tampak masih kebingungan.
"Aku akui aku ini culun. Tapi gak seharusnya kamu potret aku sembarangan," tegur Daniel.
"Hmm, Daniel. Sebenarnya--"
Ucapanku terpotong oleh Lily.
"Sebenarnya Kinay lah yang nyuruh gue buat motret lo. Katanya dia mau ngebandingin lo sama Za ...."
Cepat-cepat aku membungkam mulut Lily. Jangan sampai dia keceplosan menyebut nama Zayn.
"Maksudnya?" tanya Daniel.
"Ah, bukan apa-apa," jawabku sambil nyengir gak jelas.
Aku melihat dengan jelas dari balik kacamata Daniel, dia menatapku agak tajam.
'Mampus aku, tatapan Daniel kayak ngebunuh'
Biasanya tatapan Daniel yang kulihat sebelumnya adalah tatapan sayu. Tapi kali ini tidak. Entah apa yang terjadi pada cowok cupu itu. Apa mungkin dia marah karena aku menyuruh Lily untuk memotret wajahnya secara diam-diam.
"Hmm, begini Daniel ... maksud gue nyuruh Lily buat motret lo karena hari ini gue harus dokumentasikan ke Bu Sinta," jelasku ngeles, diakhiri nyengir kuda supaya Daniel percaya.
"Iya, dokumentasi ke Bu Sinta," sahut Lily, yang ternyata dia mengikuti ucapanku.
"Hah? Dokumentasi?" Daniel tampak bingung.
"Iya. Lo tau kan Bu Sinta. Beliau itu suka banget kalau ada murid yang tertib saat makan di Kantin. Biasanya kan anak-anak yang lain pada berisik kalau makan. Nah kalau lo beda. Makannya gue nyuruh Lily buat motret lo," ucapku.
Entah masuk akal atau tidak, aku berharap Daniel mempercayai ucapanku.
"Oh gitu. Ya sudah gak papa kalo kamu pengen foto wajah aku yang tampan kayak Justin Bieber," ucap Daniel dengan pede-nya.
Membuatku rasa-rasanya ingin muntah mendengarnya. Sedangkan Lily, kulihat dia nyengir paksa.
Bisa-bisanya Daniel si cowok cupu membanding-bandingkan wajahnya dengan Justin Bieber. Padahal aslinya beda jauh.
"Kalau gitu, gue sama Kinay cabut dulu," pamit Lily pada Daniel.
Lily merangkul bahuku, dan mengajakku pergi. Tapi tiba-tiba Daniel malah mencegah kepergian kami dengan suaranya yang cempreng.
"Eh, tunggu dulu ...."
Aku dan Lily membalikan badan. Terlihat Daniel menghampiri kami.
"Ada apa?" tanyaku agak jutek.
"Sebenarnya aku ingin ngucapin makasih ke kamu karena tadi pagi kamu udah belain aku," jawab Daniel dengan senyum simpulnya.
"Gak perlu ucapin makasih lah. Gue ikhlas kok belain elo. Lagi pula ngejahilin orang itu sama saja nginjak yang bawah," sahutku. Lumayan bijaksana juga sih.
"Kalau boleh jujur, kamu itu gadis pertama yang datang belain di saat aku lagi disakiti sama orang-orang," ucap Daniel.
OMG! Kalimatnya itu loh yang mendadak menusuk jantungku. Rasanya jantungku dari dalam hampir ingin copot. Untungnya aku bisa mengontrolnya.
"Ekhem!" Terdengar Lily mendehem, ditambah sunyam-senyum gak jelas. Apa dia sedang meledekku?
"Sebagai tanda terimakasih, aku pengen ngasih coklat ini untuk kamu," ucap Daniel seraya menyodorkan sebatang coklat padaku.
'Emangnya ini hari valentine?'
"Hah? Gak usah repot-repot kali. Gue ikhlas, kok. Mending lo simpen aja deh coklatnya," saranku.
"Ya ampun, Kinay. Yang namanya rezeki gak boleh ditolak," ucap Lily, lalu mengambil sebatang coklat dari tangan Daniel.
"Tapi, Ly--"
Ucapanku terpotong oleh Lily.
"Kalau lo enggak mau, ya udah buat gue aja," girang Lily sambil memeluk coklat pemberian dari Daniel yang seharusnya untukku.
Cepat-cepat aku merebutnya dari Lily. Secara kan coklat itu Daniel berikan buat aku.
"Makasih ya, Niel," ucapku. Daniel hanya mengangguk.
Aku pun melangkah pergi meninggalkan Daniel yang diam mematung dan temanku Lily yang tengah ternganga.
Mungkin Lily ternganga karena dia sempat kaget kenapa aku malah merebut coklat pemberian dari Daniel.
Aku berdiam diri di kelas. Memandangi sebatang coklat pemberian dari Daniel. Sejenak aku berpikir, pasti harganya mahal. Tapi yang namanya pemberian orang dengan hati yang ikhlas, harus kuterima.
"Cie ... yang dapat coklat nih dari Abang Zayn," kejut Lily, yang tiba-tiba duduk di sebelahku.
Cepat-cepat aku memasang wajah datar.
"Hah? Zayn? Heh, Ly, mata Daniel doang yang mirip kayak Zayn. Kalau wajahnya sih enggak," ujarku jutek.
"Yeyy, siapa tahu aja wajah Daniel mirip kayak Zayn," sahut Lily.
Aku tak menggubris. Memilih melipat kedua tanganku di depan dada. Lagi-lagi Lily malah membandingkan wajah Daniel dengan Zayn. Jelas-jelas wajah mereka beda. Cuma mata doangnya sih yang sama.
"Gimana perasaan lo setelah dikasih kalimat cukup romantis sama Daniel?" tanya Lily, yang seolah-olah ingin menggodaku.
"Biasa aja," jawabku dingin.
Tiba-tiba saja, Rizky datang ke kelasku. Lalu ia berdiri tepat di samping bangkuku.
"Rizky, tumbenan banget lo ke sini," ucap Lily.
Aku terkejut ketika Rizky berlutut di hadapanku. Kemudian dia menggenggam tanganku sangat erat.
"Nay, plisss ya, lo jangan putusin gue. Gue udah kembaliin kacamata si cupu kok. Eh ... maksudnya Daniel," pinta Rizky, menatap mataku sayu.
Aku bingung harus menjawab apa, karena sebelumnya Rizky telah menjahili Daniel yang tidak bersalah. Hal itulah yang membuatku kesal.
Di saat aku tengah mencari jawaban, mataku tak sengaja bertemu dari balik kaca kelas, sosok Daniel tengah melintasi kelasku.
Kala itu Daniel menatapku juga. Namun, setelah dilihat-lihat lebih teliti, tatapan Daniel sulit diartikan. Apa mungkin dia cemburu?
"Hmm, gue ...."
Aku menggantung ucapanku, dan mataku masih tertuju pada Daniel yang masih berdiri di dekat kaca kelas. Tapi pada detik berikutnya, dia pergi.
"Jawaban kamu apa, Nay?" tanya Rizky, yang tengah menunggu jawaban dariku.
"Ya udah, gue akan kasih lo kesempatan. Tapi inget lo jangan pernah jahilin anak-anak yang gak bersalah di sekolah ini. Baik itu kepada Daniel ataupun siapapun," peringatku.
"Okey, Nay. Aku janji," girang Rizky.
"Bagus kalau gitu," ucapku.
"Kalau gitu aku masuk kelas dulu ya, Nay. Nanti sepulang sekolah, aku antar kamu pulang," ujar Rizky. Sementara aku hanya merespon dengan anggukan.
Setelah Rizky pergi, aku kembali memandangi kaca kelas yang sebelumnya sempat disinggahi Daniel.
"Lagi ngeliatin apa sih, Nay?" tanya Lily, membuatku tersadar.
Cepat-cepat aku menggeleng. "gak ada kok."
• Bersambung •
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments